![]() |
Ilustrasi |
Lhokseumawe - Untuk menelusuri aliran dana kasus korupsi ternak senilai Rp14,5 miliar tahun 2014, tersangka DH, 43 meminta penyidik Polres Lhokseumawe segera melakukan pemeriksaan terhadap Wali Kota Lhokseumawe Suadi Yahya, Sekda dan anggota Dewan yang diduga ikut terlibat.
Hal itu diungkapkannya melalui Setia Fadli, S.H., selaku Penasihat Hukum tersangka perkara dugaan korupsi bantuan ternak bersumber dari APBK Lhokseumawe 2014, kepada Statusaceh.net Rabu (10/1).
Faktor lain yang membuat tersangka DH terpaksa angkat bicara adalah karena tersangka tidak ingin hanya sekedar menjadi tumbal dalam kasus ternak.
Padahal tersangka DH dan IM hanyalah selaku bawahan yang menjalankan perintah Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian Kota Lhokseumawe drh. Rizal yang seharusnya menjadi orang yang paling bertanggung jawab dalam kasus korupsi ternak.
Sehingga atasnama keadilan dan hukum, mendesak penyidik Tipikor Polres Lhokseumawe segera memeriksa keterlibatan pejabat nomor satu, dua, dan tiga lainnya yang diduga ikut mencicipi aliran dana ternak.
" Klien saya ini hanyalah korban yang dijadikan sebagai tumbal dalam kasus ternak. Padahal masih ada atasannya yang harus ikut diperiksa seperti wali kota, sekda, dewan dan pejabat lainnya. Tolong usut tuntas. Kasus ini jangan berhenti pada dua tersangka saja. Padahal Kadis DKPP Rizal orang yang seharusnya lebih bertanggung jawab dalam kasus tersebut, " tegasnya.
Hal serupa juga disampaikan Koordinator Pekerka Lsm Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian yang mendesak penyidik segera periksa Wali Kota Suadi Yahya, Sekda, Dewan pejabat terkait lainnya yang diduga ikut menikmati aliran dana kasus korupsi ternak.
Sehingga kasus ternak harus dilanjut pengusutannya hingga tuntas dan tidak berhenti pada dua tersangka saja.
Pasalnya, dari total dana pengadaan ternak Rp14,5 miliar, kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp8,1 miliar lebih.
Sepantasnya penyidik Tipikor Polres Lhokseumawe juga memeriksa sekda dan wali kota hingga anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRK sebagai saksi.
Seandainya penyidik tidak mampu maka masih bisa meminta bantuan Polda Aceh lantaran kasus tersebut digelar di Polda Aceh.
Apabila pengusutan kasus ternak tiba-tiba kandas ditengah jalan atau berhenti pada dua tersangka saja, maka MaTA akan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan supervisi.
Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi Satuan Reserse Kriminal (Tipikor Satreskrim) Polres Lhokseumawe menetapkan dua tersangka pada 15 Desember 2017.
Kedua tersangka berinisial DH, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiata (PPTK) dan IM, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Ternak pada Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian (DKPP) Lhokseumawe tahun 2014. dua orang ini (DH dan IM) saja.
" Karena pagu sebesar Rp14,5 miliar itu tidak pada posisi kebijakan hanya kepala dinas saja, tapi itu dilevel sekda termasuk wali kota, kami meyakini bahwa mengetahui soal kebjakan anggaran ini, termasuk kelembagaan DPR (DPRK),” terang Alfian.
Oleh karena itu, Alfian berharap pengusutan kasus tersebut harus secara menyeluruh dan penyidik harus mampu menelusuri siapa saja yang menerima aliran dana dari pagu Rp14,5 miliar.
"Atasan mereka itu berpotensi besar ikut menikmati aliran dana ternak. Karena pola korupsi yang sekarang masih model lama, dan mudah ditelusuri penyidik," pungkasnya.
Pihak MaTA akan terus mendesak jajaran Polda Aceh untuk menelusuri aliran dana kasus tersebut.
Karena kasus ini sudah pernah dilakukan gelar perkara di Polda Aceh dan menjadi kasus paling besar sepanjang kasus korupsi yanh pernah diusut Polres Lhokseumawe mengingat nilai kerugiannya yang mencapai Rp8, 1 miliar lebih.
Menurut Alfian, meskipun berkas perkara dua tersangka sudah dilimpahkan kepada kejaksaan, polisi harus meneruskan proses penyelidikan dan penyidikan, terutama di tingkat kepala dinas, sekda dan juga wali kota.
“Selain di parlemen, Banggar (DPRK) juga perlu diminta menjadi saksi. Artinya, untuk mengetahui, dari tingkat proses pengesahan, bagaimana anggaran ini disahkan
Alfian juga merasa aneh dengan sikap anggota dewan yang nyaris sama sekali tidak angkat bicara atau respon terhadap kasus korupsi ternak.
Sehingga terkesan aneh, ketika wakil rakyat hanya diam saja tanpa berani berkomentar soal kasus ternak.
"Anggota dewan hanya diam tanpa respon terhadap kasus korupsi ternak. Ini aneh membuat publik mencurigai aliran dana ternak ikut mengalir ke kantong pribadi wakil rakyat," tandasnya. (SA/SAZ)
Hal itu diungkapkannya melalui Setia Fadli, S.H., selaku Penasihat Hukum tersangka perkara dugaan korupsi bantuan ternak bersumber dari APBK Lhokseumawe 2014, kepada Statusaceh.net Rabu (10/1).
Faktor lain yang membuat tersangka DH terpaksa angkat bicara adalah karena tersangka tidak ingin hanya sekedar menjadi tumbal dalam kasus ternak.
Padahal tersangka DH dan IM hanyalah selaku bawahan yang menjalankan perintah Kepala Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian Kota Lhokseumawe drh. Rizal yang seharusnya menjadi orang yang paling bertanggung jawab dalam kasus korupsi ternak.
Sehingga atasnama keadilan dan hukum, mendesak penyidik Tipikor Polres Lhokseumawe segera memeriksa keterlibatan pejabat nomor satu, dua, dan tiga lainnya yang diduga ikut mencicipi aliran dana ternak.
" Klien saya ini hanyalah korban yang dijadikan sebagai tumbal dalam kasus ternak. Padahal masih ada atasannya yang harus ikut diperiksa seperti wali kota, sekda, dewan dan pejabat lainnya. Tolong usut tuntas. Kasus ini jangan berhenti pada dua tersangka saja. Padahal Kadis DKPP Rizal orang yang seharusnya lebih bertanggung jawab dalam kasus tersebut, " tegasnya.
Hal serupa juga disampaikan Koordinator Pekerka Lsm Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) Alfian yang mendesak penyidik segera periksa Wali Kota Suadi Yahya, Sekda, Dewan pejabat terkait lainnya yang diduga ikut menikmati aliran dana kasus korupsi ternak.
Sehingga kasus ternak harus dilanjut pengusutannya hingga tuntas dan tidak berhenti pada dua tersangka saja.
Pasalnya, dari total dana pengadaan ternak Rp14,5 miliar, kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp8,1 miliar lebih.
Sepantasnya penyidik Tipikor Polres Lhokseumawe juga memeriksa sekda dan wali kota hingga anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRK sebagai saksi.
Seandainya penyidik tidak mampu maka masih bisa meminta bantuan Polda Aceh lantaran kasus tersebut digelar di Polda Aceh.
Apabila pengusutan kasus ternak tiba-tiba kandas ditengah jalan atau berhenti pada dua tersangka saja, maka MaTA akan mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan supervisi.
Penyidik Unit Tindak Pidana Korupsi Satuan Reserse Kriminal (Tipikor Satreskrim) Polres Lhokseumawe menetapkan dua tersangka pada 15 Desember 2017.
Kedua tersangka berinisial DH, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiata (PPTK) dan IM, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pengadaan Ternak pada Dinas Kelautan, Perikanan dan Pertanian (DKPP) Lhokseumawe tahun 2014. dua orang ini (DH dan IM) saja.
" Karena pagu sebesar Rp14,5 miliar itu tidak pada posisi kebijakan hanya kepala dinas saja, tapi itu dilevel sekda termasuk wali kota, kami meyakini bahwa mengetahui soal kebjakan anggaran ini, termasuk kelembagaan DPR (DPRK),” terang Alfian.
Oleh karena itu, Alfian berharap pengusutan kasus tersebut harus secara menyeluruh dan penyidik harus mampu menelusuri siapa saja yang menerima aliran dana dari pagu Rp14,5 miliar.
"Atasan mereka itu berpotensi besar ikut menikmati aliran dana ternak. Karena pola korupsi yang sekarang masih model lama, dan mudah ditelusuri penyidik," pungkasnya.
Pihak MaTA akan terus mendesak jajaran Polda Aceh untuk menelusuri aliran dana kasus tersebut.
Karena kasus ini sudah pernah dilakukan gelar perkara di Polda Aceh dan menjadi kasus paling besar sepanjang kasus korupsi yanh pernah diusut Polres Lhokseumawe mengingat nilai kerugiannya yang mencapai Rp8, 1 miliar lebih.
Menurut Alfian, meskipun berkas perkara dua tersangka sudah dilimpahkan kepada kejaksaan, polisi harus meneruskan proses penyelidikan dan penyidikan, terutama di tingkat kepala dinas, sekda dan juga wali kota.
“Selain di parlemen, Banggar (DPRK) juga perlu diminta menjadi saksi. Artinya, untuk mengetahui, dari tingkat proses pengesahan, bagaimana anggaran ini disahkan
Alfian juga merasa aneh dengan sikap anggota dewan yang nyaris sama sekali tidak angkat bicara atau respon terhadap kasus korupsi ternak.
Sehingga terkesan aneh, ketika wakil rakyat hanya diam saja tanpa berani berkomentar soal kasus ternak.
"Anggota dewan hanya diam tanpa respon terhadap kasus korupsi ternak. Ini aneh membuat publik mencurigai aliran dana ternak ikut mengalir ke kantong pribadi wakil rakyat," tandasnya. (SA/SAZ)
loading...
Post a Comment