![]() |
Ilustrasi (Foto: Rachman Haryanto) |
Jakarta - Meski jadi negara pengkonsumsi kedelai terbesar di dunia, namun ironinya kebutuhan kedelai Indonesia bergantung dari impor. Setiap tahun, rata-rata angka impor kedelai di atas 2 juta ton, sebagian besar berasal dari Amerika Serikat (AS).
Direktur Perlindungan Tanaman Kementerian Pertanian (Kementan), Dwi Iswari, mengatakan untuk tahun 2016 ini sebanyak 68% kebutuhan kedelai ini dipasok dari impor.
Padahal, kedelai adalah bahan baku untuk produk panganan asli Indonesia yakni tempe.
"Kedelai untuk impor saja sekarang masih 68% dari total kebutuhan. Kebutuhan kita setiap tahun 2,7 juta ton, sementara jumlah produksi baru 885.000 ton, impornya 1,8 juta ton," ujar Dwi di seminar Tantangan dan Peluang Agribisnis 2017 di Hotel Santika, Jakarta, Kamis (15/12/2016).
Lantaran kecilnya produksi kedelai dalam negeri serta keterbatasan anggaran, Kementan sendiri saat ini baru fokus pada 2 tanaman pangan pokok lainnya yakni beras dan jagung.
"Jadi kita harus hilangkan kata le (kedelai) dulu dalam program swasembada pajale (padi jagung kedelai), karena yang kedelai ini masih lama swasembadanya. Karena impornya saja masih 68%, sementara paja (padi kedelai) dulu," jelas Dwi.
"Konotasinya harus diganti, karena swasembada kedelai ini masih sangat sulit. Karena saat fokuskan dulu di jagung dan padi," pungkasnya. (detik.com)
Direktur Perlindungan Tanaman Kementerian Pertanian (Kementan), Dwi Iswari, mengatakan untuk tahun 2016 ini sebanyak 68% kebutuhan kedelai ini dipasok dari impor.
Padahal, kedelai adalah bahan baku untuk produk panganan asli Indonesia yakni tempe.
"Kedelai untuk impor saja sekarang masih 68% dari total kebutuhan. Kebutuhan kita setiap tahun 2,7 juta ton, sementara jumlah produksi baru 885.000 ton, impornya 1,8 juta ton," ujar Dwi di seminar Tantangan dan Peluang Agribisnis 2017 di Hotel Santika, Jakarta, Kamis (15/12/2016).
Lantaran kecilnya produksi kedelai dalam negeri serta keterbatasan anggaran, Kementan sendiri saat ini baru fokus pada 2 tanaman pangan pokok lainnya yakni beras dan jagung.
"Jadi kita harus hilangkan kata le (kedelai) dulu dalam program swasembada pajale (padi jagung kedelai), karena yang kedelai ini masih lama swasembadanya. Karena impornya saja masih 68%, sementara paja (padi kedelai) dulu," jelas Dwi.
"Konotasinya harus diganti, karena swasembada kedelai ini masih sangat sulit. Karena saat fokuskan dulu di jagung dan padi," pungkasnya. (detik.com)
loading...
Post a Comment