Puluhan mahasiswa Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) menggelar
aksi memperingati Hari Pahlawan, Selasa (10/11). Mereka menggelar
pertunjukkan teatrikal mengkritik pemerintah supaya tidak mengabaikan
buruh, guru, petani dan sejumlah pekerja lainnya, karena mereka juga
pahlawan.
Aksi teatrikal digelar di depan Masjid Raya Baiturrahman itu berlangsung pukul 11.00 WIB, sambil diawasi oleh polisi. Aksi ini juga menyita perhatian pengunjung yang melintas di jalur padat lalu lintas ini.
Aksi lakon diperankan oleh para mahasiswa ini juga mengisahkan tentang perjuangan pahlawan Aceh dalam merebut kembali Selat Malaka, dari penjajahan bangsa asing seperti Portugis, Belanda, Inggris, dan juga Jepang.
Menurut alur cerita, saat itu bangsa asing hendak menguasai perdagangan Aceh. Selain itu juga hendak menguras hasil alam berupa rempah-rempah banyak tersedia di Aceh. Seperti cengkeh, lada, dan sejumlah sumber daya alam lainnya.
Bangkitlah
raja ditakuti lawan, disegani kawan, dan telah memakmurkan seluruh
rakyat di Aceh, yaitu raja Sultan Iskandar Muda. Pada masa kepemimpinan,
Iskandar Muda seluruh penjajah berhasil ditaklukkan dan bahkan Aceh
bisa berkuasa hingga ke Malaysia.
Setelah jatuhnya Raja Iskandar Muda. Aceh kembali dijajah dan muncullah sejumlah pahlawan nasional, seperti Laksamana Hayati, Teuku Umar, Cut Nyak Dhien, Cut Muthia, Pocot Meurah Intan, Pocut Baren, Tengku Cik Di Tiro, Teuku Nya Arif, dan sejumlah pahlawan lainnya melawan penjajah Hindia-Belanda dan Jepang.
Semua pahlawan itu kemudian satu persatu gugur di tangan serdadu Belanda, hingga bangsa Indonesia merdeka. Bangsa Indonesia pun terlepas dari penjajahan bangsa asing.
"Dulu bangsa Indonesia melawan penjajahan, mengusir penjajah dengan mengangkat senjata. Sekarang kita harus melawan bagaimana untuk memberikan kesejahteraan pada kaum pekerja," kata Koordinator Aksi, Muhammad Saifullah.
Menurut
Saifullah, pemerintah pusat dan Aceh harus belajar dari sikap
kepahlawanan tokoh-tokoh di masa lalu, yang rela memberikan segalanya
demi bangsa ini. Sikap ini harus dicontoh buat memajukan kaum pekerja,
seperti petani, buruh, guru, dan sejumlah profesi lainnya.
"Pemerintah harus belajar dengan masa lalu, saat ini harus berjuang bagaimana bisa mensejahterakan petani, buruh, guru dan lainnya," ujar Saifullah.
Aksi teatrikal ini pun berakhir dengan menyanyikan lagu Gugur Bunga secara bersama-sama. Sambil melantunkan tembang itu, peserta aksi membacakan puisi mengkritik pemerintah yang dianggap masih mengabaikan kesejahteraan rakyat.
Kemudian sebagai penutup, peserta aksi juga menyanyikan lagu Tanoh Lon Sayang (Tanah Saya Sayang). Sebuah lirik lagu kritik sosial kepada penguasa Aceh, yang memaparkan memiliki banyak sumber daya alam, tetapi masih ada rakyat yang miskin.(MDK)
Aksi teatrikal digelar di depan Masjid Raya Baiturrahman itu berlangsung pukul 11.00 WIB, sambil diawasi oleh polisi. Aksi ini juga menyita perhatian pengunjung yang melintas di jalur padat lalu lintas ini.
Aksi lakon diperankan oleh para mahasiswa ini juga mengisahkan tentang perjuangan pahlawan Aceh dalam merebut kembali Selat Malaka, dari penjajahan bangsa asing seperti Portugis, Belanda, Inggris, dan juga Jepang.
Menurut alur cerita, saat itu bangsa asing hendak menguasai perdagangan Aceh. Selain itu juga hendak menguras hasil alam berupa rempah-rempah banyak tersedia di Aceh. Seperti cengkeh, lada, dan sejumlah sumber daya alam lainnya.

Setelah jatuhnya Raja Iskandar Muda. Aceh kembali dijajah dan muncullah sejumlah pahlawan nasional, seperti Laksamana Hayati, Teuku Umar, Cut Nyak Dhien, Cut Muthia, Pocot Meurah Intan, Pocut Baren, Tengku Cik Di Tiro, Teuku Nya Arif, dan sejumlah pahlawan lainnya melawan penjajah Hindia-Belanda dan Jepang.
Semua pahlawan itu kemudian satu persatu gugur di tangan serdadu Belanda, hingga bangsa Indonesia merdeka. Bangsa Indonesia pun terlepas dari penjajahan bangsa asing.
"Dulu bangsa Indonesia melawan penjajahan, mengusir penjajah dengan mengangkat senjata. Sekarang kita harus melawan bagaimana untuk memberikan kesejahteraan pada kaum pekerja," kata Koordinator Aksi, Muhammad Saifullah.

"Pemerintah harus belajar dengan masa lalu, saat ini harus berjuang bagaimana bisa mensejahterakan petani, buruh, guru dan lainnya," ujar Saifullah.
Aksi teatrikal ini pun berakhir dengan menyanyikan lagu Gugur Bunga secara bersama-sama. Sambil melantunkan tembang itu, peserta aksi membacakan puisi mengkritik pemerintah yang dianggap masih mengabaikan kesejahteraan rakyat.
Kemudian sebagai penutup, peserta aksi juga menyanyikan lagu Tanoh Lon Sayang (Tanah Saya Sayang). Sebuah lirik lagu kritik sosial kepada penguasa Aceh, yang memaparkan memiliki banyak sumber daya alam, tetapi masih ada rakyat yang miskin.(MDK)

loading...
Post a Comment