![]() |
Suasana peresmian yayasan rumah GEMA, pusat rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba di Aceh, Rabu (26/9/2018). (Foto: Zuhri Noviandi/kumparan) |
Aceh Besar - Rumah Generasi Emas Aceh (GEMA) di Jalan Lampoh Teuku, Dusun Abdi, Ajun Jeumpet, Darul Imarah, Aceh Besar, diresmikan oleh Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi Aceh, Brigjen Pol Faisal Abdul Naser, Rabu (26/9). Rumah yang dikhususkan untuk merehabilitasi para korban penyalahgunaan narkoba ini, didirikan langsung oleh mantan tiga pecandu.
Mereka adalah Zulfan Hakim atau akrab disapa Dek Gam, bersama dua rekannya, M.Rasyid Nst dan Darmi Dahlan. Ketiganya merupakan mantan pencandu narkoba sejak belasan tahun silam.
Dek Gam yang ditunjuk sebagai ketua Yayasan GEMA, telah menyesali perbuatannya. Tak ingin generasi muda di Aceh bernasib sama, ketiganya lalu berkeinginan mendirikan rumah rehabilitasi.
“Ingin membuat sesuatu untuk rekan-rekan kami. Karena bingung, gimana cara membantu menyembuhkan teman-teman, akhirnya kami mendirikan rumah ini,” kata Dek Gam usai peresmian.
Dek Gam menceritakan, rencana mereka mendirikan GEMA sudah berlangsung sejak 4 tahun lalu. Namun, keinginan itu baru bisa diwujudkan lantaran terkendala faktor dana.
“Masih banyak saudara kami yang kecanduan dan belum mengetahui cara keluar dari masalahnya. Berharap dukungan dari semua pihak untuk bisa membantu mereka sembuh dan kembali ke masyarakat. Saya ingin berbuat untuk diri saya dan orang lain,” ujarnya.
Dek Gam yang pernah menjalani rehabilitasi di Balai Besar Rehabilitasi BNN, Lido, Bogor, Jawa Barat, ini mengakui, pusat rehabilitasi di Aceh rata-rata sudah melebihi kapasitas. Sebab perbandingan antara korban narkoba dengan pusat rehabilitasi di Aceh terlampau sangat jauh.
“Setelah saya pulang dari Lido sejak menjalani rehabilitas pada 2013 lalu selama 1 tahun, ketika pulang ke Aceh melihat adik-adik saya di sini masih banyak yang kecanduan, saya merasa kasihan mereka ingin sembuh tapi wadah hanya sedikit,” ujarnya.
Dijelaskan Dek Gam, rumah berkapasitas 40 orang itu menampung pecandu ganja dan sabu. “Biaya mereka dari keluarga. Program atau budaya yang kami pakai di sini 50 persen dianut dari Lido. Karena saya bekas dari sana,” ucap Dek Gam.
Sementara itu, Brigjen Pol Faisal menuturkan, saat ini, BNNP baru mampu mendidik dan menyembuhkan 321 pecandu dari jumlah 73 ribu. Faisal pun mengamini pernyataan Dek Gam yang mengungkap masih minimnya pusat rehabilitasi narkoba di Aceh.
“Kita tidak hanya menangkap, tapi juga menyembuhkan mereka yang sakit dan ingin sembuh. Sejauh ini baru sebanyak 321 orang berhasil kita obati. Narkoba ini jangan dianggap sepele karena ini membahayakan anak dan generasi kita di Aceh,” paparnya.
Kata Faisal, Aceh saat ini sudah menjadi tempat transit peredaran narkoba. Dia khawatir, jika seluruh komponen di Aceh tidak ikut mengkampanyekan bahaya narkoba, maka ditakutkan generasi masa depan Aceh akan hancur.
“Ini sudah bahaya. Dulu kita masih bisa ketawa, sekarang tidak lagi sudah ngeri, yang ketangkap hari ini bukan lagi dalam bentuk ons, tapi kiloan. Saya berharap Aceh memiliki balai rehabilitas,” tuturnya.
Mudahnya peredaran narkoba di Aceh disebabkan faktor pintu masuk belum bisa terjaga dengan rapi. Faisal mengaku, BNNP tidak memiliki pengawasan ketat di beberapa titik jalur tikus di kawasan perairan Aceh.
“Di sana saya hanya punya jaringan informasi jaringan intelijen dan bekerja sama dengan polda. Selama saya di sini ketangkap itu orang Aceh semua. Jujur sedih, karena saya sayang sama Aceh,” kata Faisal. | Kumparan
loading...
Post a Comment