![]() |
Irwandi Yusuf di Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta. [Foto: Detik.com] |
JAKARTA – Tim Penasihat Hukum Gubernur nonaktif Aceh, Irwandi Yusuf, semakin optimistis kliennya terbebas dari jerat hukum KPK atas kasus dugaan suap alokasi dana otonomi khusus Aceh Tahun 2018.
Menurut Penasihat hukum Irwandi, Santrawan Paparang selama persidangan digelar, saksi-saksi yang dihadirkan jaksa KPK tidak ada yang menyatakan Irwandi menerima aliran dana suap.
“Semua saksi yang disampaikan, yang dihadirkan juga entah itu Muyassir, entah itu Dailami, entah itu Fadilatul Amri, entah itu Ahmadi, mengatakan tidak pernah Pak Irwandi Yusuf meminta uang. Ini harus dipahami. Bukan tidak mungkin seharusnya JPU mengajukan tuntutan bebas kepada beliau,” kata Santrawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 4 Maret 2019.
Nama-nama saksi dimaksud yakni Muyassir dan Dailami, selaku ajudan Bupati nonaktif Bener Meriah Ahmadi, Bupati Bener Meriah, Ahmadi, dan Keponakan terdakwa Teuku Saiful Bahri, Teuku Fadilatul Amri.
Bahkan sejumlah kepala dinas terkait di pemerintahan Aceh saat Irwandi menjabat mengatakan tak pernah ada perintah dari Pak Irwandi Yusuf untuk minta minta uang untuk alokasi DOKA.
Santrawan menjelaskan, saksi-saksi yang dihadirkan ke persidangan pada prinsipnya tak bersentuhan langsung dengan Irwandi Yusuf. Menurut dia, saksi-saksi itu hanya mengatakan di antara mereka ada Muyassir, Ahmadi, dan Dailami.
“Dan proses penyerahan uang hanya mencakup di level itu-itu saja antara Muyassir dengan Teuku Fadilatul Amri atau Fadil,” ujarnya.
Irwandi Yusuf Surati KPK
Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf ternyata menyurati KPK tiga bulan sebelum dirinya terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK. Surat tersebut berisi ajakan kerja sama Pemprov Aceh dengan KPK dalam pemberantasan korupsi.
Hal itu disampaikan oleh Penasihat Gubernur Aceh Bidang Politik dan Keamanan Muhammad MTA dalam persidangan lanjutan Irwandi di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (4/3/2019). Muhammad mengatakan surat tersebut dikirim pada 3 April 2018.
Menurut Muhammad, tujuan menyurati KPK adalah mengajak bekerja sama agar KPK memantau kerja-kerja para pejabat Pemprov Aceh dalam mewujudkan Aceh bersih dari korupsi. Khususnya dalam pencegahan korupsi barang dan jasa.
“Keinginan Gubernur itu KPK hadir di Aceh mengirim tim khusus bersama Pemerintah Aceh untuk menyusun pakta integritas. Tujuan kita adalah agar SKPA (satuan kerja perangkat Aceh) ini terpantau KPK melaksanakan dengan baik sesuai koridor benar. Selain itu, agar KPK hadir dalam pencegahan korupsi bidang pengadaan dan jasa,” ujar Muhammad saat menjadi saksi meringankan untuk Irwandi.
Dia juga menyampaikan, selain untuk meneken pakta integritas serta mencegah korupsi barang dan jasa, KPK diharapkan dapat mudah mengontrol pelaksanaan proyek agar tidak dicurangi oknum. Namun, belum sampai KPK menyetujui kerja sama itu, KPK lebih dulu menangkap Irwandi dalam kasus suap.
“Dari sejak April mengirimkan surat, tidak ada respons, kami sempat bicarakan, ‘Pak, ini kenapa KPK nggak bisa hadir’, dia bilang, ‘Nggak apa-apa. Kita koordinasi ulang’. Tapi tiba-tiba Pak Gubernur pada 3 Juli 2018 ditangkap oleh KPK,” ucapnya.
Dia mengaku syok dan kaget saat Irwandi terkena OTT KPK terkait suap Bupati Bener Meriah Ahmadi. Dia mengaku Irwandi adalah sosok baik yang ingin memberantas korupsi.
“Dan ketika Pak Gubernur ditangkap, terus terang saya sebagai orang yang selalu sama Gubernur, saya syok, dan aneh karena selama sama Pak Gubernur, kita nggak pernah bicara proyek, tapi bagaimana kita mencegah korupsi,” katanya.
SUMBER: Viva.co.id/Detik.com
Menurut Penasihat hukum Irwandi, Santrawan Paparang selama persidangan digelar, saksi-saksi yang dihadirkan jaksa KPK tidak ada yang menyatakan Irwandi menerima aliran dana suap.
“Semua saksi yang disampaikan, yang dihadirkan juga entah itu Muyassir, entah itu Dailami, entah itu Fadilatul Amri, entah itu Ahmadi, mengatakan tidak pernah Pak Irwandi Yusuf meminta uang. Ini harus dipahami. Bukan tidak mungkin seharusnya JPU mengajukan tuntutan bebas kepada beliau,” kata Santrawan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin, 4 Maret 2019.
Nama-nama saksi dimaksud yakni Muyassir dan Dailami, selaku ajudan Bupati nonaktif Bener Meriah Ahmadi, Bupati Bener Meriah, Ahmadi, dan Keponakan terdakwa Teuku Saiful Bahri, Teuku Fadilatul Amri.
Bahkan sejumlah kepala dinas terkait di pemerintahan Aceh saat Irwandi menjabat mengatakan tak pernah ada perintah dari Pak Irwandi Yusuf untuk minta minta uang untuk alokasi DOKA.
Santrawan menjelaskan, saksi-saksi yang dihadirkan ke persidangan pada prinsipnya tak bersentuhan langsung dengan Irwandi Yusuf. Menurut dia, saksi-saksi itu hanya mengatakan di antara mereka ada Muyassir, Ahmadi, dan Dailami.
“Dan proses penyerahan uang hanya mencakup di level itu-itu saja antara Muyassir dengan Teuku Fadilatul Amri atau Fadil,” ujarnya.
Irwandi Yusuf Surati KPK
Gubernur Aceh nonaktif Irwandi Yusuf ternyata menyurati KPK tiga bulan sebelum dirinya terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK. Surat tersebut berisi ajakan kerja sama Pemprov Aceh dengan KPK dalam pemberantasan korupsi.
Hal itu disampaikan oleh Penasihat Gubernur Aceh Bidang Politik dan Keamanan Muhammad MTA dalam persidangan lanjutan Irwandi di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (4/3/2019). Muhammad mengatakan surat tersebut dikirim pada 3 April 2018.
Menurut Muhammad, tujuan menyurati KPK adalah mengajak bekerja sama agar KPK memantau kerja-kerja para pejabat Pemprov Aceh dalam mewujudkan Aceh bersih dari korupsi. Khususnya dalam pencegahan korupsi barang dan jasa.
“Keinginan Gubernur itu KPK hadir di Aceh mengirim tim khusus bersama Pemerintah Aceh untuk menyusun pakta integritas. Tujuan kita adalah agar SKPA (satuan kerja perangkat Aceh) ini terpantau KPK melaksanakan dengan baik sesuai koridor benar. Selain itu, agar KPK hadir dalam pencegahan korupsi bidang pengadaan dan jasa,” ujar Muhammad saat menjadi saksi meringankan untuk Irwandi.
Dia juga menyampaikan, selain untuk meneken pakta integritas serta mencegah korupsi barang dan jasa, KPK diharapkan dapat mudah mengontrol pelaksanaan proyek agar tidak dicurangi oknum. Namun, belum sampai KPK menyetujui kerja sama itu, KPK lebih dulu menangkap Irwandi dalam kasus suap.
“Dari sejak April mengirimkan surat, tidak ada respons, kami sempat bicarakan, ‘Pak, ini kenapa KPK nggak bisa hadir’, dia bilang, ‘Nggak apa-apa. Kita koordinasi ulang’. Tapi tiba-tiba Pak Gubernur pada 3 Juli 2018 ditangkap oleh KPK,” ucapnya.
Dia mengaku syok dan kaget saat Irwandi terkena OTT KPK terkait suap Bupati Bener Meriah Ahmadi. Dia mengaku Irwandi adalah sosok baik yang ingin memberantas korupsi.
“Dan ketika Pak Gubernur ditangkap, terus terang saya sebagai orang yang selalu sama Gubernur, saya syok, dan aneh karena selama sama Pak Gubernur, kita nggak pernah bicara proyek, tapi bagaimana kita mencegah korupsi,” katanya.
SUMBER: Viva.co.id/Detik.com
loading...
Post a Comment