![]() |
Pameran lukisan di Museum Tsunami Aceh (Foto: Irwansyah Putra/Antara) |
Banda Aceh - Panglima Laot Aceh mengimbau bagi seluruh nelayan agar tidak melaut pada 26 Desember 2018 mendatang. Hari itu bertepatan dengan peringatan 14 tahun tsunami yang melanda Aceh.
Wakil Sekretaris Jenderal Panglima Laot Aceh, Miftach Cut Adek, mengatakan imbauan tersebut atas dasar kesepakatan bersama Panglima Laot seluruh wilayah di Aceh.
Kesepakatan itu menyatakan bahwa setiap 26 Desember dijadikan sebagari hari pantangan melaut.
“Keputusan musyawarah ini didasarkan pada peringatan tragedi gempa dan tsunami yang banyak korban keluarga-keluarga nelayan. Hal ini setara dengan hari pantangan lainnya seperti hari Jumat, Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha dan sejumlah hari-hari besar lainnya,” kata Miftach, saat berbincang dengan kumparan, Senin (24/12).
Ia pun memastikan akan ada sanksi bagi nelayan yang tetap melaut pada hari tersebut. Sanksinya termasuk hukuman adat antara lain menyita kapal dan juga hasil tangkapannya.
“Panglima Laot Aceh sudah memberitahukan kepada seluruh nelayan yang ada di seluruh Aceh untuk tidak melaut 26 Desember nanti. Apabila melanggar keputusan adat, maka kapal mereka ditahan minimal 3 hari dan maksimal 7 hari serta semua hasil tangkap disita,” ungkap Miftach.
Menurut Miftach, tanggal 26 Desember dijadikan hari pantang melaut di Aceh untuk mengenang tragedi tsunami yang menghantam Aceh pada tahun 2004 silam. Banyak warga Aceh ikut menjadi korban. Bahkan banyak di antara korban itu berasal dari nelayan yang tinggal di pesisir pantai.
“Pantangan ini sebenarnya untuk kita menghargai dan mengenang tsunami 14 tahun lalu. Karena banyak juga keluarga dari nelayan menjadi korban,” ujarnya.
Panglima Laot mengajak seluruh nelayan untuk mengisi hari pantang melaut itu dengan zikir dan doa bersama. Selain itu, para nelayan juga diminta untuk membacakan ayat suci Alquran di rumah masing-masing, karena musibah tersebut menjadi cobaan bagi umat muslim khususnya di Aceh. | Kumparan
Wakil Sekretaris Jenderal Panglima Laot Aceh, Miftach Cut Adek, mengatakan imbauan tersebut atas dasar kesepakatan bersama Panglima Laot seluruh wilayah di Aceh.
Kesepakatan itu menyatakan bahwa setiap 26 Desember dijadikan sebagari hari pantangan melaut.
“Keputusan musyawarah ini didasarkan pada peringatan tragedi gempa dan tsunami yang banyak korban keluarga-keluarga nelayan. Hal ini setara dengan hari pantangan lainnya seperti hari Jumat, Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha dan sejumlah hari-hari besar lainnya,” kata Miftach, saat berbincang dengan kumparan, Senin (24/12).
Ia pun memastikan akan ada sanksi bagi nelayan yang tetap melaut pada hari tersebut. Sanksinya termasuk hukuman adat antara lain menyita kapal dan juga hasil tangkapannya.
“Panglima Laot Aceh sudah memberitahukan kepada seluruh nelayan yang ada di seluruh Aceh untuk tidak melaut 26 Desember nanti. Apabila melanggar keputusan adat, maka kapal mereka ditahan minimal 3 hari dan maksimal 7 hari serta semua hasil tangkap disita,” ungkap Miftach.
Menurut Miftach, tanggal 26 Desember dijadikan hari pantang melaut di Aceh untuk mengenang tragedi tsunami yang menghantam Aceh pada tahun 2004 silam. Banyak warga Aceh ikut menjadi korban. Bahkan banyak di antara korban itu berasal dari nelayan yang tinggal di pesisir pantai.
“Pantangan ini sebenarnya untuk kita menghargai dan mengenang tsunami 14 tahun lalu. Karena banyak juga keluarga dari nelayan menjadi korban,” ujarnya.
Panglima Laot mengajak seluruh nelayan untuk mengisi hari pantang melaut itu dengan zikir dan doa bersama. Selain itu, para nelayan juga diminta untuk membacakan ayat suci Alquran di rumah masing-masing, karena musibah tersebut menjadi cobaan bagi umat muslim khususnya di Aceh. | Kumparan
loading...
Post a Comment