Martunis A. Jalil, SH/Alumni SMA Negeri 1 Nisam |
Penulis :Martunis A. Jalil, SH/Alumni SMA Negeri 1 Nisam
Akhir-akhir
ini banyak sekali orang membahas praktek penjualan obat-obatan tanpa izin oleh
pelaku bisnis ilegal setelah viralnya pembunuhan salah satu warga Aceh oleh
oknum TNI pada Agustus lalu. Meski belum jelas, orang-orang juga menyebut bahwa
peristiwa itu berkaitan dengan penjualan obat-obatan yang dilarang pemerintah.
Obat-obatan
jenis psikotropika tersebut sangat rentan disalahgunakan oleh kalangan mana
saja, mulai orang dewasa, lansia, remaja bahkan kalagan anak-anak sekalipun.
Obat tersebut yang paling familiar namanya adalah tramadol. Obat yang harusnya dijual oleh opotek dan harus melalui
pengawasan dan resep dokter malah justru dijadikan bisnis yang mengakibatkan
penyalahgunaan.
Tramadol
dan sejenisnya sebenarnya tidak boleh digunakan sembarangan apalagi tanpa ada
persetujuan dari dokter dan keluhan penyakit yang jelas. Bukannya bermanfaat,
penyalahgunaan jenis obat ini malah bisa memicu efek samping yang fatal.
Diantara efek samping yang teradi adalah kerusakan system syaraf, pengaruhi
fungsi hati dan ginjal, depresi, kecemasan, gangguan tidur , bebani finansial
hingga efek sosial. Penggunaan jangka panjang bisa membahayakan nyawa.
Bahkan efek fatal lainnya juga bisa terjadi karena
obat tersebut juga memberikan efek euforia, sehingga pengguna obat ini mudah
melakukan berbagai kejahatan yang awalnya ditakuti namun pengaruh obat bisa
berani walaupun berbahaya. Tauran remaja di kota-kota juga tidak terlepas dari
efek kecanduan obat ini, mereka berani mengambil hak milik orang lain, memukul
dan menganiaya dengan bangga dan gembira.
Pada hakikatnya obat
ini digunakan untuk mengatasi nyeri pada orang dewasa dan anak-anak di atas
usia 12 tahun. Dalam menghilangkan rasa sakit, tramadol bekerja dengan cara
memengaruhi reaksi kimia di dalam otak yang berperan dalam mengontrol rasa
nyeri. Tramadol disebut mirip dengan zat endorfin yang ada di otak. Melalui
proses tersebut, tramadol memicu mengurangi sensasi rasa sakit.
Pada
otak manusia, endorfin berkaitan dengan reseptor, yaitu bagian sel yang
menerima zat tertentu. Kemudian, reseptor akan mengaburkan rasa sakit yang
dikirim tubuh ke otak. Dengan begitu, otak tidak akan lagi mengenali rasa sakit
dan berpikir bahwa nyeri sudah jauh berkurang. Tramadol termasuk dalam kelas
obat opioid (narkotika).
Dari banyaknya efek yang ditimbulkan akibat penggunaan
obat tramadol dan sejenisnya perlu sosialisasi kepada masyarakat terhadap analisa
dari aspek hukum baik dari sisi hukum syariat islam maupun hukum pidana. Menurut Islam menggunakan obat
yang bisa merusak atau membahayakan badan, pikiran, dan jiwa jika indikasinya pasti
atau dugaan kuat terhadap akibat obat tersebut hukumnya haram. Pengharaman
ini berdasarkan hadits Rasulullah yang artinya: Rasulullah SAW melarang dari
setiap barang yang memabukkan dan yang melemahkan akal dan badan.” (HR. Ahmad
dan Abu Dawud).
Namun
beda halnya digunakan untuk pengobatan penyakit tertentu dan anjuran dari
dokter. Pada kasus ini hukumnya boleh dan bahkan wajib pada kasus tertentu. Mazhab
Syafi’i dan sebagian ulama mazhab Hanafi menyatakan, berobat dengan benda najis
atau yang haram hukumnya boleh jika tidak ada benda yang suci
atau halal yang dapat menggantikannya. Hal ini diterangkan oleh Imam An-Nawawi
dalam kitabnya Al-Majmu’, juz 9, halaman 55.
Perlu
diketahui juga berdasarkan Undang Undang Nomor: 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 196, menentukan setiap
orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan Farmasi dan/
alat kesehatan yang tidak memenuhi standart dan/atau persyaratan keamanan,
khasiat atau kemamfaatan, dan mutu sebagaimana dimaksud pasal 98 ayat (2) dan
ayat (3) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 1O Tahun denda satu
milyar rupiah. Menurut aturan tersebut,
menjual obat tramadol dan sejenisnya adalah sebuah
pelanggaran yang bisa ditersangkakan dengan pidana.
Disisi
lain, jika dilihat dari perspektif syari’at islam ada
dua pandangan hukum yang berlaku pada jual beli obat terlarang tersebut . Pertama, dilihat dari unsur atau rukun jual beli maka jual beli
bisa jadi sah atau tidak sah. Kedua, andaipun hukum jual
beli sah secara akad menjualan obat tersebut hukumnya haram, jika diyakini atau
diduga kuat akan digunakan untuk maksiat, karena termasuk menolong kemaksiatan.
Dalam
kitab Sullamat-Taufiiq dijelaskan, haram menjual sesuatu yang halal dan suci
pada orang yang diketahui akan mempergunakannya untuk maksiat seperti menjual
buah anggur pada orang yang hendak menjadikannya minuman keras meskipun pada
orang kafir. Menjual pisau pada orang yang hendak menjadikannya sebagai alat
membunuh dirinya atau orang lain dengan pembunuhan yang diharamkan. Menjual
buluh pada yang hendak menjadikannya alat musik, atau menjual pukat pada orang
yang hendak menggunakannya berburu hewan yang diharamkan. Begitu juga menjual
pakaian yang terbuka aurat untuk orang yang diyakini pamer aurat.
Dari
keterangan diatas jelas bahwa pada kasus tersebut hukum jual belinya adalah
haram bila diyakini atau diduga kuat barang yang ia jual pada seseorang hendak
dijadikan sarana untuk maksiat. Adapun bila ia tidak meyakini atau hanya
sekedar mengira-ngira saja hukum menjualnya makruh. Pada kasus yang sedang kita bahas saya
meyakini penjual obat ini hampir semuanya meyakini pembelinya menyalahgunakan
obat yang mereka beli, jika tidak mengaa mereka harus membeli pada penjual
illegal dan tanpa resep dokter.
Dalil bahwa
keharaman penjualan diatas adalah
karena sama halnya penjual ikut andil dalam menfasilitasi terjadinya hal yang
haram sementara segala jenis tindakan yang dapat mengakibatkan terjadinya
maksiat hukumnya haram, hal ini diungkapkan oleh ulama besar As-Syarqawy dalam
kitabnya. Dan sesuai dengan firman Allah dalam Surat Al-Maidah ayat 2, yang
berbunyi: “Tolong-menolonglah kamu dalam kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan”. Pada
kasus ini sudah pasti pelakunya juga
melanggar aturan negara. Dimana haram hukumnya menyalahi aturan negara
jika ada maslahat yang muktabar dengan syariat.
Dari
penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa memakai obat tramadol dan sejenisnya untuk
tujuan yang salah hukumnya haram. Begitu juga menjualnya kepada orang yang menyalahgunakannya ajuga
haram. Banyak juga yang berdalih bahwa hukum menjualnya sah karena benda suci
dan tidak najis. Namun perlu diketahui bahwa ada banyak tinjaun untuk
menghasilkan sebuah hukum, meski jual belinya sah belum tentu hukumnya tidak
berdausa. Jadi, perlu kebijaksaan dalam mengambil kesimpulan. Bukankah yang
kita harapkan mendapat ridha Allah dalam mencari rizki?.
Pendidikan dan kesadaran masyarakat adalah kunci utama
dalam mencegah penyalahgunaan. Program edukasi yang menyasar sekolah,
universitas, dan masyarakat umum perlu ditingkatkan agar masyarakat memahami
risiko dan bahaya dari penyalahgunaan obat seperti tramadol dan sejenisnya. Semoga tulisan ini menjadi kajian ulang bagi siapa pun,
mudah-mudahan kita semua mampu menghindari dari godaan segala macam bisnis
haram. Wallahua’lam
Post a Comment