StatuAceh - Indonesia sedang berduka. Dua gempa besar di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah meluluhlantakkan segala rupa bangunan serta kehidupan ribuan orang. Banyak yang kehilangan rumah, harta benda lain, dan orang-orang yang dikasihi.
Kontras dari itu, di Bali, mulai hari ini hingga 14 Oktober, pemerintahan Joko Widodo menggelar pertemuan internasional mentereng yang membicarakan persoalan kemiskinan, pembangunan, dan isu-isu global lain.
Beberapa pihak—sebagian besar adalah politikus—ingin acara ini dibatalkan, atau setidaknya diundur. Akan lebih baik bila uang yang dipakai untuk acara tersebut buat penanganan dan pemulihan bencana, demikian komentar tipikal. Namun, pertemuan tetap digelar. Uang sudah dianggarkan dan dibelanjakan sejak jauh-jauh hari; hotel-hotel sudah dipesan; wajah Bali kembali dipercantik.
Pertemuan itu adalah IMF-World Bank Annual Meeting 2018.
Peserta konferensi tahunan yang pertama kali diselenggarakan pada 1947 ini adalah orang-orang penting, dari menteri keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari 189 negara, CEO industri keuangan, hingga anggota parlemen.
Dua tahun setelah ditetapkan sebagai tuan rumah pada 10 Oktober 2015 lewat proses seleksi, pemerintah segera menyiapkan pasukan khusus untuk mempersiapkan segalanya. Banyak menteri dilibatkan dalam susunan panitia nasional, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 2017.
Presiden Joko Widodo yang langsung jadi pengarah; sementara ketua panitianya adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala BIN juga masuk dalam jajaran pengurus. Mereka bertanggung jawab untuk urusan pengamanan.
Acara ini disokong anggaran yang tak bisa dibilang sedikit. Setidaknya, menurut klaim terakhir, uang yang dialokasikan buat pertemuan ini mencapai Rp855,5 miliar; terdiri anggaran tahun 2017 sebesar Rp45.415.890.000 dan anggaran tahun 2018 sebesar Rp810.174.102.550.
Tak semua uang sebanyak itu berasal dari APBN. Sebesar Rp137 miliar adalah kontribusi dari Bank Indonesia. Sisanya, Rp672,59 miliar, dari saku Kemenkeu (APBN). Pagu yang ditetapkan BI berkurang setelah pada Agustus 2018 ada rencana mengalokasikan hingga Rp243 miliar.
"Uang Kemenkeu dari APBN. BI ya uang BI sendiri [uang BI tidak berasal dari APBN]. Tapi realisasinya tergantung harga yang dikeluarkan," kata Peter Jacobs, Ketua Satuan Tugas Bank Indonesia untuk Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia tersebut, kepada Tirto, Mei lalu.
Rp855,5 miliar jadi nominal teranyar yang dikutip banyak media. Sebelumnya, muncul banyak versi: ada yang mengutip angka Rp841 miliar, Rp817 miliar, Rp868 miliar, dan bahkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pernah menyebut angka Rp1,1 triliun. Itu hanya untuk biaya operasional. Belum termasuk untuk keperluan lain semisal uang untuk memperbaiki dan membuat infrastruktur.
Susiwidjiono, Ketua Pelaksana Harian Annual Meeting IMF-World Bank, mengatakan kepada Tirto bahwa perbedaan nominal tersebut wajar-wajar saja. Sebab, semua memang serba cepat dan berubah-ubah. Penyebabnya: panitia sendiri menyesuaikan biaya perkiraan dengan kondisi di lapangan seperti harga pasar; atau, karena diminta oleh tim IMF-Bank Dunia yang secara reguler memantau persiapan pertemuan dengan mengecek langsung ke Indonesia.
"Ada yang mengutip awal-awal perkiraan anggaran. Itu belum diskusi. Tim besar mereka datang. [Setelah evaluasi dan diskusi] berubah lagi konsepnya," kata Susiwidjiono, yang juga menjabat staf ahli di Kemenkeu.
Sulit menemukan mata anggaran yang menyebut secara spesifik mengenai pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Bali dalam APBN.
Mata anggaran yang tertera di sana masih gelondongan seperti "program pengawasan", "program pendidikan dan pelatihan", dan sejenisnya. Pun ketika menukik ke dokumen Laporan Realisasi Anggaran Tingkat Kementerian Negara/Lembaga. Mata anggaran juga masih kasar semisal "belanja gaji dan tunjangan", "belanja barang operasional," dsb. Begitu juga bila melihat Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Mengenai ini, Susiwidjiono menyebut bahwa komponen biayanya memang dirinci dalam beberapa bagian yang terpisah, semisal mata anggaran "belanja jasa" dan "belanja modal".
"Beberapa bagian yang besar disatukan," katanya.
Baca Selanjutnya
Kontras dari itu, di Bali, mulai hari ini hingga 14 Oktober, pemerintahan Joko Widodo menggelar pertemuan internasional mentereng yang membicarakan persoalan kemiskinan, pembangunan, dan isu-isu global lain.
Beberapa pihak—sebagian besar adalah politikus—ingin acara ini dibatalkan, atau setidaknya diundur. Akan lebih baik bila uang yang dipakai untuk acara tersebut buat penanganan dan pemulihan bencana, demikian komentar tipikal. Namun, pertemuan tetap digelar. Uang sudah dianggarkan dan dibelanjakan sejak jauh-jauh hari; hotel-hotel sudah dipesan; wajah Bali kembali dipercantik.
Pertemuan itu adalah IMF-World Bank Annual Meeting 2018.
Peserta konferensi tahunan yang pertama kali diselenggarakan pada 1947 ini adalah orang-orang penting, dari menteri keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari 189 negara, CEO industri keuangan, hingga anggota parlemen.
Dua tahun setelah ditetapkan sebagai tuan rumah pada 10 Oktober 2015 lewat proses seleksi, pemerintah segera menyiapkan pasukan khusus untuk mempersiapkan segalanya. Banyak menteri dilibatkan dalam susunan panitia nasional, yang dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 2017.
Presiden Joko Widodo yang langsung jadi pengarah; sementara ketua panitianya adalah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan. Panglima TNI, Kapolri, dan Kepala BIN juga masuk dalam jajaran pengurus. Mereka bertanggung jawab untuk urusan pengamanan.
Acara ini disokong anggaran yang tak bisa dibilang sedikit. Setidaknya, menurut klaim terakhir, uang yang dialokasikan buat pertemuan ini mencapai Rp855,5 miliar; terdiri anggaran tahun 2017 sebesar Rp45.415.890.000 dan anggaran tahun 2018 sebesar Rp810.174.102.550.
Tak semua uang sebanyak itu berasal dari APBN. Sebesar Rp137 miliar adalah kontribusi dari Bank Indonesia. Sisanya, Rp672,59 miliar, dari saku Kemenkeu (APBN). Pagu yang ditetapkan BI berkurang setelah pada Agustus 2018 ada rencana mengalokasikan hingga Rp243 miliar.
"Uang Kemenkeu dari APBN. BI ya uang BI sendiri [uang BI tidak berasal dari APBN]. Tapi realisasinya tergantung harga yang dikeluarkan," kata Peter Jacobs, Ketua Satuan Tugas Bank Indonesia untuk Pertemuan Tahunan IMF-Bank Dunia tersebut, kepada Tirto, Mei lalu.
Rp855,5 miliar jadi nominal teranyar yang dikutip banyak media. Sebelumnya, muncul banyak versi: ada yang mengutip angka Rp841 miliar, Rp817 miliar, Rp868 miliar, dan bahkan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional pernah menyebut angka Rp1,1 triliun. Itu hanya untuk biaya operasional. Belum termasuk untuk keperluan lain semisal uang untuk memperbaiki dan membuat infrastruktur.
Susiwidjiono, Ketua Pelaksana Harian Annual Meeting IMF-World Bank, mengatakan kepada Tirto bahwa perbedaan nominal tersebut wajar-wajar saja. Sebab, semua memang serba cepat dan berubah-ubah. Penyebabnya: panitia sendiri menyesuaikan biaya perkiraan dengan kondisi di lapangan seperti harga pasar; atau, karena diminta oleh tim IMF-Bank Dunia yang secara reguler memantau persiapan pertemuan dengan mengecek langsung ke Indonesia.
"Ada yang mengutip awal-awal perkiraan anggaran. Itu belum diskusi. Tim besar mereka datang. [Setelah evaluasi dan diskusi] berubah lagi konsepnya," kata Susiwidjiono, yang juga menjabat staf ahli di Kemenkeu.
Sulit menemukan mata anggaran yang menyebut secara spesifik mengenai pertemuan tahunan IMF-Bank Dunia di Bali dalam APBN.
Mata anggaran yang tertera di sana masih gelondongan seperti "program pengawasan", "program pendidikan dan pelatihan", dan sejenisnya. Pun ketika menukik ke dokumen Laporan Realisasi Anggaran Tingkat Kementerian Negara/Lembaga. Mata anggaran juga masih kasar semisal "belanja gaji dan tunjangan", "belanja barang operasional," dsb. Begitu juga bila melihat Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA).
Mengenai ini, Susiwidjiono menyebut bahwa komponen biayanya memang dirinci dalam beberapa bagian yang terpisah, semisal mata anggaran "belanja jasa" dan "belanja modal".
"Beberapa bagian yang besar disatukan," katanya.
Baca Selanjutnya
loading...
Post a Comment