Banda Aceh - Sebanyak 10 orang dari lima pasangan pelanggar Qanun Syariat Islam dicambuk di halaman Masjid Baiturrahmah, Gampong Lampoh Daya, Kecamatan Jaya Baru, Kota Banda Aceh, Aceh, Rabu (20/3/2019). Mereka divonis bersalah melanggar pasal ikhtilat dan khalwat.
Dari 10 pelanggar syariat yang disabet rotan oleh algojo itu, delapan di antaranya melanggar Pasal 25 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2014 tentang ikhtilat (bermesraan dengan pasangan tidak sah).
Mereka adalah MI (19 kali cambukan), WR (19), KM (22), SF (22), HS (19), RF (19), RI (20), dan KF(19). Hukuman cambuk tersebut diterima masing-masing terdakwa setelah dipotong masa tahanan 4 kali.
Sementara, dua terdakwa lain: MR sebanyak 6 kali cambukan dan NY (4), divonis bersalah melakukan khalwat (mesum) yang diatur Pasal 23 ayat (1) Qanun Aceh nomor 6 tahun 2014.
Eksekusi cambuk dilakukan pukul 11.00 WIB. Sebelum eksekusi, petugas beberapa kali sempat mengimbau anak-anak di bawah usia 18 tahun agar tidak menyaksikannya.
Kendati demikian, masih banyak anak-anak yang menyaksikan dari teras masjid --tak terpaut jauh dari panggung eksekusi.
Kepala Bidang Pencegahan Syariat Islam, Wilayatul Hisbah (WH) Kota Banda Aceh, Safriadi, mengatakan anak-anak memang dilarang menyaksikan eksekusi cambuk karena sudah diatur dalam qanun. Namun, praktiknya tidak sesuai.
"Kita sudah imbau, kadang bahasa kita sudah agak kasar, tapi orang tuanya juga tidak menggubris. Kita sangat prihatin dengan orang tuanya. Cambuk nanti punya dampak psikologis (bagi anak-anak)," kata dia kepada jurnalis di lokasi.
Safriadi menambahkan, sebelum eksekusi cambuk, pihaknya terlebih dahulu menyampaikan ke perangkat kecamatan dan gampong. Selain itu, pihaknya mengajak semua lapisan masyarakat menjadi Wilayatul Hisbah (WH) dalam memantau, mengawasi, dan mencegah pelanggaran syariat Islam.
"Jangan menunggu dulu. Karena ada juga masyarakat berpikir, setelah mereka melakukan pelanggaran baru ditangkap. Kita berharap preventif, jadi sebelum terjadi kita cegah," kata Safriadi.
Safriadi menyebutkan, pelanggar syariat Islam kebanyakan mahasiswa dari luar Kota Banda Aceh. Dia berharap, orang tua mereka agar mengingatkan anaknya yang kuliah di Banda Aceh. Sementara pemilik rumah kos agar mengawasi penghuni kos.
"Termasuk juga pengawasan dari pihak gampong," tuturnya.
Ini adalah eksekusi cambuk ketiga selama 2019 atau kedua selama Maret 2019 di Banda Aceh. Eksekusi pertama bulan ini berlangsung pada Senin dua pekan silam (4/3).
Namun, lokasinya berbeda. Pada 4 Maret, ada enam pasangan yang mendapat vonis serupa dan menjalani eksekusi di halaman Masjid Syuhada, Gampong Lamgugop, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh.
Berbeda pula dengan terpidana terbaru, para pelanggar Qanun Syariat Islam yang lalu adalah para tamu hotel. Para pelanggar melakukan aksi mesum dengan pasangan tak sah di penginapan.
Meski begitu, eksekusi cambuk kembali di lakukan di halaman masjid atau di tempat terbuka. Padahal ada Peraturan Gubernur No. 5 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Hukum Acara Jinayat di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).
Persoalannya, para petugas Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP-WH) sebagai penanggung jawab eksekusi tak punya petunjuk teknis. Itu sebabnya mereka belum bisa menggelar eksekusi di dalam lapas. | Beritagar
Dari 10 pelanggar syariat yang disabet rotan oleh algojo itu, delapan di antaranya melanggar Pasal 25 ayat (1) Qanun Aceh Nomor 6 tahun 2014 tentang ikhtilat (bermesraan dengan pasangan tidak sah).
Mereka adalah MI (19 kali cambukan), WR (19), KM (22), SF (22), HS (19), RF (19), RI (20), dan KF(19). Hukuman cambuk tersebut diterima masing-masing terdakwa setelah dipotong masa tahanan 4 kali.
Sementara, dua terdakwa lain: MR sebanyak 6 kali cambukan dan NY (4), divonis bersalah melakukan khalwat (mesum) yang diatur Pasal 23 ayat (1) Qanun Aceh nomor 6 tahun 2014.
Eksekusi cambuk dilakukan pukul 11.00 WIB. Sebelum eksekusi, petugas beberapa kali sempat mengimbau anak-anak di bawah usia 18 tahun agar tidak menyaksikannya.
Kendati demikian, masih banyak anak-anak yang menyaksikan dari teras masjid --tak terpaut jauh dari panggung eksekusi.
Kepala Bidang Pencegahan Syariat Islam, Wilayatul Hisbah (WH) Kota Banda Aceh, Safriadi, mengatakan anak-anak memang dilarang menyaksikan eksekusi cambuk karena sudah diatur dalam qanun. Namun, praktiknya tidak sesuai.
"Kita sudah imbau, kadang bahasa kita sudah agak kasar, tapi orang tuanya juga tidak menggubris. Kita sangat prihatin dengan orang tuanya. Cambuk nanti punya dampak psikologis (bagi anak-anak)," kata dia kepada jurnalis di lokasi.
Safriadi menambahkan, sebelum eksekusi cambuk, pihaknya terlebih dahulu menyampaikan ke perangkat kecamatan dan gampong. Selain itu, pihaknya mengajak semua lapisan masyarakat menjadi Wilayatul Hisbah (WH) dalam memantau, mengawasi, dan mencegah pelanggaran syariat Islam.
"Jangan menunggu dulu. Karena ada juga masyarakat berpikir, setelah mereka melakukan pelanggaran baru ditangkap. Kita berharap preventif, jadi sebelum terjadi kita cegah," kata Safriadi.
Safriadi menyebutkan, pelanggar syariat Islam kebanyakan mahasiswa dari luar Kota Banda Aceh. Dia berharap, orang tua mereka agar mengingatkan anaknya yang kuliah di Banda Aceh. Sementara pemilik rumah kos agar mengawasi penghuni kos.
"Termasuk juga pengawasan dari pihak gampong," tuturnya.
Ini adalah eksekusi cambuk ketiga selama 2019 atau kedua selama Maret 2019 di Banda Aceh. Eksekusi pertama bulan ini berlangsung pada Senin dua pekan silam (4/3).
Namun, lokasinya berbeda. Pada 4 Maret, ada enam pasangan yang mendapat vonis serupa dan menjalani eksekusi di halaman Masjid Syuhada, Gampong Lamgugop, Kecamatan Syiah Kuala, Kota Banda Aceh.
Berbeda pula dengan terpidana terbaru, para pelanggar Qanun Syariat Islam yang lalu adalah para tamu hotel. Para pelanggar melakukan aksi mesum dengan pasangan tak sah di penginapan.
Meski begitu, eksekusi cambuk kembali di lakukan di halaman masjid atau di tempat terbuka. Padahal ada Peraturan Gubernur No. 5 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Hukum Acara Jinayat di dalam lembaga pemasyarakatan (lapas).
Persoalannya, para petugas Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP-WH) sebagai penanggung jawab eksekusi tak punya petunjuk teknis. Itu sebabnya mereka belum bisa menggelar eksekusi di dalam lapas. | Beritagar
loading...
Post a Comment