StatusAceh.Net - Pemain narkoba di Indonesia hingga kini masih menjadikan keuntungan uang sebagai dasar utama motivasi mereka dalam melakukan aktivitas bisnisnya, Narkoba dari aspek ekonomi sangat merugikan negara dalam berbagai hal termasuk beban keuangan negara terutama untuk sektor kesehatan dan keamanan.
Dengan total penduduk sekitar 270 juta jiwa, Indonesia adalah pasar besar bagi pengedar narkoba. Secara ekonomi, bisnis gelap narkoba sangat menggiurkan. Alasan keuntungan yang besar dan cepat adalah alasan utama. Dalam waktu satu minggu, bandar tersebut dapat menjual sabu minimal total 1 kg. Keuntungan bersih per kg adalah 400jt. Dengan penjualan minimum per 50gr seharga 50-52jt. Sedangkan harga per 1 kg sabu di Tawau, Malaysia adalah 500jt. Menurut pengakuannya, menyelundupkan sabu dari Tawau ke Sulawesi Selatan cukup mudah karena adanya Kapal penumpang secara langsung dari Nunukan tujuan Pare-Pare. Selain itu, karena terdapat oknum aparat, baik di Indonesia ataupun di Malaysia, yang dapat "bekerja sama" dan dapat disuap jika sewaktu-waktu sabu miliknya terkena razia.
Situasi penjara di Indonesia memang sangat tidak mendukung terhadap upaya pemberantasan narkoba. Terdapat "perlindungan" yang diterima oleh narapidana dalam melakukan aktivitas bisnisnya melalui terali besi penjara. Lapas atau Rutan menjadi sangat ekslusif karena terdapat prosedur yang rumit dalam upaya mengungkap narapidana yang masih berbisnis narkoba. Kemenkumham harus terbuka dalam upaya mengungkap narkoba karena pengendalian narkoba dari Lapas adalah hal biasa.
Kemenkumham tidak boleh menutup diri bagi Polri atau BNN untuk dapat sewaktu-waktu melakukan sidak karena harus melalui izin padahal dalam proses pengungkapan narkoba, penegak hukum berkejaran dengan waktu dan upaya menjaga kerahasiaan informasi. Jika BNN atau Polri untuk melakukan sidak atau upaya "penangkapan" terhadap pengendalian narkoba dari dalam penjara harus melalui prosedur izin biasa, hampir pasti informasi tersebut akan bocor dan operasi akan gagal. Setiap kali dilakukan sidak di Lapas, hampir pasti akan ditemukan hand phone, bahkan dengan fasilitas M-Banking. Operasi sidak di Lapas pun akan gagal jika rencana operasi bocor. Jika saja ada hukuman yang berat terhadap petugas Lapas hingga pemecatan jika masih ditemukan alat komunikasi secara liar di dalam lapas, maka itu dapat menjadi bagian dari solusi atas persoalan narkoba di Indonesia.
Trending topik dalam bebrapa hari yang lalu empat orang kurir narkoba jenis Sabu-sabu berhasil diringkus oleh TNI Angkatan Laut Lhokseumawe. Tidak sedikit barang bukti yang disita, jika dikalikan dengan rupiah makan bisa mencapai ratusan Milyar.
Empat nelayan yang ditangkap bersama 50 Kg sabu tersebut terjadi pada hari Minggu (17/03/2019), mereka disergap oleh Tim gabungan F1QR Lanal Lhokseumawe Lantamal 1 Medan, Bukan hanya Sabu, sepucuk pistol jenis Beretta dan 7 butir amunisinya juga disita oleh TNI AL tersebut.
Keempat tersangka yang ditangkap yakni Ibnu Sahar Bin Ibnu Sakdan alias Jamen (36), Hamdan Syukranilillah (28), Irwandi (29) serta Muhamad Arazi (28) yang merupakan warga Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe. Keempat pelaku ini berperan sebagai transportir laut untuk mengambil barang haram itu.
Tersangka Ibnu Sahar alias Jamen, diketahui telah bekerja lima kali bersama Ferry untuk menyelundupkan sabu dengan jumlah bervariasi yakni belasan hingga puluhan kilogram sejak September 2018 hingga kemarin.
Tersangka Hamdan Syukranilillah, sudah bekerja 4 kali bersama Ferry menyelundupkan sabu dengan jumlah bervariasi sejak November 2018 lalu hingga kemarin. Sementara tersangka Irwandi (29) dan Muhamad Arazi (28), masing-masing baru bekerja bersama Ferry selama dua kali dan satu kali.
Danlantamal I Belawan berharap dengan ditangkapnya penyelundup sabu jaringan internasional ini dapat mengurangi volume masuknya narkoba ke Aceh. Menurut dia, tidak menutup kemungkinan masih adanya bandar narkoba jaringan internasional lainnya yang masih berkeliaran.
"Mungkin belum terpantau oleh pihak keamanan sebab wilayah kota Lhokseumawe dikelilingi oleh laut, sehingga memudahkan bagi penyelundup narkoba masuk," kata Laksamana Pertama TNI Ali Triswanto.(Red)
Dengan total penduduk sekitar 270 juta jiwa, Indonesia adalah pasar besar bagi pengedar narkoba. Secara ekonomi, bisnis gelap narkoba sangat menggiurkan. Alasan keuntungan yang besar dan cepat adalah alasan utama. Dalam waktu satu minggu, bandar tersebut dapat menjual sabu minimal total 1 kg. Keuntungan bersih per kg adalah 400jt. Dengan penjualan minimum per 50gr seharga 50-52jt. Sedangkan harga per 1 kg sabu di Tawau, Malaysia adalah 500jt. Menurut pengakuannya, menyelundupkan sabu dari Tawau ke Sulawesi Selatan cukup mudah karena adanya Kapal penumpang secara langsung dari Nunukan tujuan Pare-Pare. Selain itu, karena terdapat oknum aparat, baik di Indonesia ataupun di Malaysia, yang dapat "bekerja sama" dan dapat disuap jika sewaktu-waktu sabu miliknya terkena razia.
Situasi penjara di Indonesia memang sangat tidak mendukung terhadap upaya pemberantasan narkoba. Terdapat "perlindungan" yang diterima oleh narapidana dalam melakukan aktivitas bisnisnya melalui terali besi penjara. Lapas atau Rutan menjadi sangat ekslusif karena terdapat prosedur yang rumit dalam upaya mengungkap narapidana yang masih berbisnis narkoba. Kemenkumham harus terbuka dalam upaya mengungkap narkoba karena pengendalian narkoba dari Lapas adalah hal biasa.
Kemenkumham tidak boleh menutup diri bagi Polri atau BNN untuk dapat sewaktu-waktu melakukan sidak karena harus melalui izin padahal dalam proses pengungkapan narkoba, penegak hukum berkejaran dengan waktu dan upaya menjaga kerahasiaan informasi. Jika BNN atau Polri untuk melakukan sidak atau upaya "penangkapan" terhadap pengendalian narkoba dari dalam penjara harus melalui prosedur izin biasa, hampir pasti informasi tersebut akan bocor dan operasi akan gagal. Setiap kali dilakukan sidak di Lapas, hampir pasti akan ditemukan hand phone, bahkan dengan fasilitas M-Banking. Operasi sidak di Lapas pun akan gagal jika rencana operasi bocor. Jika saja ada hukuman yang berat terhadap petugas Lapas hingga pemecatan jika masih ditemukan alat komunikasi secara liar di dalam lapas, maka itu dapat menjadi bagian dari solusi atas persoalan narkoba di Indonesia.
Trending topik dalam bebrapa hari yang lalu empat orang kurir narkoba jenis Sabu-sabu berhasil diringkus oleh TNI Angkatan Laut Lhokseumawe. Tidak sedikit barang bukti yang disita, jika dikalikan dengan rupiah makan bisa mencapai ratusan Milyar.
Empat nelayan yang ditangkap bersama 50 Kg sabu tersebut terjadi pada hari Minggu (17/03/2019), mereka disergap oleh Tim gabungan F1QR Lanal Lhokseumawe Lantamal 1 Medan, Bukan hanya Sabu, sepucuk pistol jenis Beretta dan 7 butir amunisinya juga disita oleh TNI AL tersebut.
Keempat tersangka yang ditangkap yakni Ibnu Sahar Bin Ibnu Sakdan alias Jamen (36), Hamdan Syukranilillah (28), Irwandi (29) serta Muhamad Arazi (28) yang merupakan warga Kecamatan Banda Sakti, Lhokseumawe. Keempat pelaku ini berperan sebagai transportir laut untuk mengambil barang haram itu.
Tersangka Ibnu Sahar alias Jamen, diketahui telah bekerja lima kali bersama Ferry untuk menyelundupkan sabu dengan jumlah bervariasi yakni belasan hingga puluhan kilogram sejak September 2018 hingga kemarin.
Tersangka Hamdan Syukranilillah, sudah bekerja 4 kali bersama Ferry menyelundupkan sabu dengan jumlah bervariasi sejak November 2018 lalu hingga kemarin. Sementara tersangka Irwandi (29) dan Muhamad Arazi (28), masing-masing baru bekerja bersama Ferry selama dua kali dan satu kali.
Danlantamal I Belawan berharap dengan ditangkapnya penyelundup sabu jaringan internasional ini dapat mengurangi volume masuknya narkoba ke Aceh. Menurut dia, tidak menutup kemungkinan masih adanya bandar narkoba jaringan internasional lainnya yang masih berkeliaran.
"Mungkin belum terpantau oleh pihak keamanan sebab wilayah kota Lhokseumawe dikelilingi oleh laut, sehingga memudahkan bagi penyelundup narkoba masuk," kata Laksamana Pertama TNI Ali Triswanto.(Red)
loading...
Post a Comment