JAKARTA - Menanggapi informasi yang beredar di media massa maupun media sosial berkenaan meninggalnya Muhammad Yusuf saat yang bersangkutan ditahan di Lapas Kelas II B Kotabaru, Kalimantan Selatan, Dewan Pers menyatakan duka cita sedalam-dalamnya
Baca juga: Wartawan Mingguan Kemajuan Rakyat Meninggal Di Lapas Kotabaru
"Kami berharap agar almarhum mendapatkan tempat terbaik di sisi-Nya," ujar Ketua Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Senin (11/6/2018).
Dewan Pers berharap agar kasus meninggalnya almarhum ditangani dan diselesaikan setransparan mungkin sesuai hukum yang berlaku.
Terkait informasi bahwa penahanan almarhum dilakukan atas rekomendasi Dewan Pers, Dewan Pers perlu menyampaikan beberapa klarifikasi bahwa pihaknya tidak pernah menerima pengaduan dari pihak-pihak yang dirugikan oleh berita yang dibuat Muhammad Yusuf.
Dewan Pers terlibat dalam penanganan kasus ini setelah Kapolres Kotabaru, Kalimantan Selatan, AKBP Suhasto mengirim surat permintaan Keterangan Ahli pada 28 Maret 2018.
Surat ini diikuti kedatangan tiga penyidik dari Pol res Kotabaru Kalimantan Selatan ke kantor Dewan Pers pada tanggal 29 Maret 2018.
Para penyidik itu datang untuk meminta keterangan Ahli dari Sabam Leo Batubara yang telah ditunjuk Dewan Pers untuk memberikan Keterangan Ahli terkait kasus ini.
Dalam keterangan yang dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Ahli Pers Dewan Pers menilai, kedua berita tersebut tidak uji informasi, tidak berimbang dan mengandung opini menghakimi.
"Narasumber dalam berita tersebut tidak jelas dan tidak kredibel," katanya.
Berdasarkan hasil telaah tersebut, Ahli Dewan Pers menyatakan, kasus tersebut merupakan perkara jurnalistik yang penyelesaiannya dilakukan di Dewan Pers dan dilakukan melalui mekanisme hakjawab dan permintaan maaf.
Menanggapi penilaian Ahli Dewan Pers ini, penyidik menyampaikan bahwa mereka telah meminta keterangan dari sejumlah saksi lain yang memberatkan Muhammad Yusuf.
"Penyidik juga menginformasikan bahwa Muhammad Yusuf telah membuat sejumlah berita negatif lain di luar dua berita yang mereka bawa," ucapnya.
Pada tanggal 2 dan 3 April 2018, para penyidik kembali datang ke Dewan Pers dengan membawa 21 berita tambahan yang menurut penyidik ditulis oleh Muhammad Yusuf. Empat berita diantaranya dimuat di www.kemajuanrakyat.co.id dan sisanya (sejumlah 17 berita) dimuat di www.berantasnews.com.
Terhadap berita-berita tersebut, Ahli Pers Dewan Pers menilai, berita nomor satu hingga sepuluh serta berita nomor 14 dan 16 hingga 21, tidak ada uji informasi, tidak berimbang dan mengandung opini menghakimi.
"Berita nomor 11, 12 dan 13 tidak memuat fakta-fakta ataupun pernyataan negatif, sementara berita nomor 15 tidak berimbang dan tidak uji informasi," katanya.
Berdasarkan telaah terhadap dua berita yang dilaporkan dalam pertemuan tanggal 29 Maret 2018 dan 21 berita yang dilaporkan dalam pertemuan 2-3 April 2018, Ahli Pers dari Dewan Pers menilai berita-berita tersebut, secara umum tidak memenuhi standar teknis maupun Etika Jurnalistik.
"karena tidak uji informasi, tidak berimbang dan sebagian besar mengandung opini menghakimi," ujarnya.
Dewan Pers menilai rangkaian pemberitaan yang berulang-ulang dengan muatan yang mengandung opini menghakimi tanpa uji informasi dan keberimbangan mengindikasikan adanya itikad buruk.
Kemudian, pemberitaan berulang yang hanya menyuarakan kepentingan salah satu pihak, mengindikasikan berita tersebut tidak bertujuan untuk kepentingan umum dan tidak sesuai dengan fungsi dan peranan pers sebagaimana diamanatkan dalam pasal 3 dan pasal 6 Undang-Undang No 40/1999 tentang Pers.
Pihak yang dirugikan oleh rangkaian pemberitaan tersebut dapat menempuh jalur hukum dengan menggunakan UU lain di luar UU No 40/1999 tentang Pers.
Terkait informasi dari penyidik bahwa Muhammad Yusuf adalah penggerak demonstrasi dan membagikan uang kepada para demonstran, Ahli Pers menyatakan, hal itu bukan domain pekerjaan wartawan professional.
"Terkait pertanyaan penyidik yang mempersoalkan pemuatan berita-berita tersebut di media sosial, Ahli Dewan Pers menyatakan, hal itu di luar ranah Dewan Pers," katanya.
Sementara itu, permintaan Keterangan Ahli dari Dewan Pers oleh penyidik Polri merupakan implementasi dari Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) antara Dewan Pers dengan Polri tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.
Nota Kesepahaman ini memuat dua substansi penting yakni upaya untuk menjaga agar kasus pelanggaran etik yang dilakukan oleh pers profesional tidak diselesaikan melalui proses pidana; dan terhadap kasus penyalahgunaan profesi wartawan yang diproses pidana oleh Polri, Dewan Pers akan menyediakan Ahli Pers untuk memberikan Keterangan.((Red/Tribun)
loading...
Post a Comment