Lhoksukon - Jaringan Aneuk Syuhada Aceh (JASA) Wilayah Aceh Utara mendukung langkah Ketua Umum Dewan Pimpinan Aceh (DPA) Partai Aceh, H.Muzakir Manaf atau akrab disapa Mualem yang meminta DPRA khususnya Fraksi PA agar segera mengirim surat tertulis dan meminta klarifikasi kepada Gubernur Aceh, terkait penempatan nama dan posisi Lembaga Wali Nanggroe.
Melalui surat Keputusan Gubernur Aceh, Nomor: 440/1021/2020, tanggal 1 April 2020, tentang Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Aceh, menempatkan Wali Nanggroe Aceh secara tidak proporsional dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Aceh. Ini sama artinya mengkerdilkan dan “membunuh karakter” lembaga Wali Nanggroe dan pribadi Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar, yang merupakan tokoh utama perdamaian Aceh.
"Pemerintah Aceh terkhusus untuk Plt.Gubernur Aceh Nova Iriansyah dalam pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tanpa disadari bahwa telah merusak tatanan adat dan marwah bangsa Aceh. PLT jangan bermain-main dalam mengambil kebijakan yang menyangkut dengan kekhususan Aceh," kata ketua umum JASA Wilayah Aceh Utara, Muklis Said Adnan, Kamis,(16/4/2020).
Menurutnya, kebijakan itu akan menyinggung prasaan dan membuat sakit hati masyarakat Aceh terutama para anak syuhada, dengan mencantumkan nama Lembaga Wali Nanggroe tanpa pembritahuan terlebih dahulu. Dan pihaknya menilai Pemerintah Aceh tidak ada etika dan tidak mengghargai Lembaga kekhususan Aceh.
"Perlu di ketahui berdirinya Lembaga Wali Nanggroe itu dengan darah para Syuhada yang telah Syahid pada masa konflik Aceh," sebut Muklis.
Selain itu, pihaknya juga meminta Pemerintah Aceh untuk segera klarifikasi surat keputusan yang telah di keluarkan tersebut dan jangan kemudian menempatkan posisi Lembaga Wali Nanggroe diluar kepatutan, itu sama saja telah mengusik emosional ideologis-historis jajaran mantan kombantan GAM serta Aneuk Syuhada Aceh maupun unsur KPA serta elemen lainnya.
"Ini tidak patut, sebab bagi kami Lembaga Wali Nanggroe Aceh adalah marwah Bangsa Aceh, kami meminta untuk segera di klarifikasi surat keputusan yang telah di terbitkan," imbuhnya.
Muklis menambahkan, seharusnya Wali Nanggroe ditempatkan pada jajaran lebih tinggi sebagai ketua penasihat atau pengarah. "Wali nanggroe seharusnya menjadi orang tua bagi mereka untuk memberi arahan pada kebijakan, bukan sebagai operasional seperti Wakil Ketua IV dengan tugas mewakili Gubernur dan melaksanakan tugas Ketua Gugus,"tambahnya.[]
Melalui surat Keputusan Gubernur Aceh, Nomor: 440/1021/2020, tanggal 1 April 2020, tentang Pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 di Aceh, menempatkan Wali Nanggroe Aceh secara tidak proporsional dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di Aceh. Ini sama artinya mengkerdilkan dan “membunuh karakter” lembaga Wali Nanggroe dan pribadi Tgk. Malik Mahmud Al-Haytar, yang merupakan tokoh utama perdamaian Aceh.
"Pemerintah Aceh terkhusus untuk Plt.Gubernur Aceh Nova Iriansyah dalam pembentukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tanpa disadari bahwa telah merusak tatanan adat dan marwah bangsa Aceh. PLT jangan bermain-main dalam mengambil kebijakan yang menyangkut dengan kekhususan Aceh," kata ketua umum JASA Wilayah Aceh Utara, Muklis Said Adnan, Kamis,(16/4/2020).
Menurutnya, kebijakan itu akan menyinggung prasaan dan membuat sakit hati masyarakat Aceh terutama para anak syuhada, dengan mencantumkan nama Lembaga Wali Nanggroe tanpa pembritahuan terlebih dahulu. Dan pihaknya menilai Pemerintah Aceh tidak ada etika dan tidak mengghargai Lembaga kekhususan Aceh.
"Perlu di ketahui berdirinya Lembaga Wali Nanggroe itu dengan darah para Syuhada yang telah Syahid pada masa konflik Aceh," sebut Muklis.
Selain itu, pihaknya juga meminta Pemerintah Aceh untuk segera klarifikasi surat keputusan yang telah di keluarkan tersebut dan jangan kemudian menempatkan posisi Lembaga Wali Nanggroe diluar kepatutan, itu sama saja telah mengusik emosional ideologis-historis jajaran mantan kombantan GAM serta Aneuk Syuhada Aceh maupun unsur KPA serta elemen lainnya.
"Ini tidak patut, sebab bagi kami Lembaga Wali Nanggroe Aceh adalah marwah Bangsa Aceh, kami meminta untuk segera di klarifikasi surat keputusan yang telah di terbitkan," imbuhnya.
Muklis menambahkan, seharusnya Wali Nanggroe ditempatkan pada jajaran lebih tinggi sebagai ketua penasihat atau pengarah. "Wali nanggroe seharusnya menjadi orang tua bagi mereka untuk memberi arahan pada kebijakan, bukan sebagai operasional seperti Wakil Ketua IV dengan tugas mewakili Gubernur dan melaksanakan tugas Ketua Gugus,"tambahnya.[]
loading...
Post a Comment