MEDIA mempunyai kekuatan untuk merekonstruksi, membentuk, atau mengubah persepsi dan penilaian orang terhadap sejarah. Era keterbukaan dan kebebasan informasi sejak 1998 mendorong media merekacipta narasi tentang suatu peristiwa sejarah dan tokohnya. Selain itu, perkembangan teknologi informasi turut berpengaruh terhadap penciptaan narasi lain.
Narasi itu terbentuk dari memori kolektif para agen memori, yaitu pelaku, saksi, dan para pengamat peristiwa sejarah. Media kemudian mengembangkan memori kolektif menjadi memori media melalui tiga langkah.
Pertama, media mengartikulasikan memori itu dalam bentuk bahasa. Kedua, menyajikan bingkai sosial di mana memori tersebut bertempat. Dan ketiga, menyajikan aktivitas mengingat tersebut dalam bentuk narasi kepada khalayak. Seringkali memori media sampai ke khalayak dalam bentuk narasi dramatis, mengejutkan, dan kompleks.
“Memori media dilihat sebagai bentuk memori kolektif yang termediasi,” kata Muhammad Aswan Zanynu, doktor anyar lulusan Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (UI) dalam sidang promosi doktoralnya di kampus UI, Depok, Jawa Barat, 26 Juni 2019.
Narasi itu terbentuk dari memori kolektif para agen memori, yaitu pelaku, saksi, dan para pengamat peristiwa sejarah. Media kemudian mengembangkan memori kolektif menjadi memori media melalui tiga langkah.
Pertama, media mengartikulasikan memori itu dalam bentuk bahasa. Kedua, menyajikan bingkai sosial di mana memori tersebut bertempat. Dan ketiga, menyajikan aktivitas mengingat tersebut dalam bentuk narasi kepada khalayak. Seringkali memori media sampai ke khalayak dalam bentuk narasi dramatis, mengejutkan, dan kompleks.
“Memori media dilihat sebagai bentuk memori kolektif yang termediasi,” kata Muhammad Aswan Zanynu, doktor anyar lulusan Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia (UI) dalam sidang promosi doktoralnya di kampus UI, Depok, Jawa Barat, 26 Juni 2019.
Baca Selanjutnya
loading...
Post a Comment