Banda Aceh – Aktivis perempuan Aceh mendukung kebijakan Gubernur Zaini Abdullah yang mengeluarkan peraturan gubernur tentang kesempatan cuti hingga enam bulan bagi perempuan hamil dan melahirkan. Pergub tersebut dinilai telah mengakomodir hak perempuan dan bisa menjadi model bagi daerah lain di Indonesia.
“Pergub ini merupakan langkah strategis dan upaya proteksi untuk mencegah semakin meningkatnya kematian terhadap perempuan dan anak di Aceh,” ujar Yulindawati, koordinator Koordinator Aksi Solidaritas Perempuan Peduli Ibu dan Anak saat menggelar aksi di depan Masjid Baiturrahman, Senin 22 Agustus 2016.
Yulindawati memandang, Pergub No 49/2016 yang ditandatangani Gubernur pada 12 Agustus lalu tersebut merupakan upaya yang tepat untuk mendukung progam Air Susu Ibu ekslusif enam bulan bagi ibu melahirkan.
Meski demikian, Yulindawati menyebutkan, para ibu yang statusnya Pegawai Negeri Sipil, tidak boleh mendapatkan hak tunjangan apa pun selama cuti hamil, selain di luar gaji pokok.
Hal tersebut untuk memberi rasa adil bagi PNS yang bekerja penuh waktu.
Bagi tenaga kontrak – di lingkup instansi dan juga perusahaan – jika pun tidak diberi gaji penuh, minimal para ibu tersebut bisa diberikan upah setengah gaji pokok. “Jadi perusahaan
tidak terlalu terbeban dengan kebijakan tersebut dan yang bekerja penuh waktu juga tidak mengalami kecemburuan social,” ujarnya.
Gubernur, sebagai pengambil kebijakan, kata Yulindawati, punya kewenangan untuk memberikan teguran dan sanksi bagi instansi pemerintahan yang menolak kebijak tersebut.
“Dinas harus sepakat, jangan ada pertentangan. Mereka harus taat dengan apa yang telah
dipergubkan.” Pergub cuti hamil dan melahirkan tersebut berpedoman pada Peraturan No 33/2012 tentang pemberian ASI eksklusif kepada bayi juga bertujuan untuk menekan angka stunting atau kondisi yang menyebabkan anak-anak mengalami tubuh lebih pendek atau tidak sesuai dengan usia si anak. Penyakit ini diakibatkan oleh kekurangan ASI ekslusif yang menyebabkan otak anak tidak tumbuh sempurna yang berpengaruh pada kemampuan daya saing, kecerdasan, produktivitas, dan kemampuan motorik anak.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan 2010 menunjukkan bahwa 38,9 persen anak Aceh mengalami stunting.
Solidaritas Perempuan Peduli Ibu dan Anak merupakan gabungan para aktivis perempuan yang berasal dari beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat. Tergabung dalam aksi tersebut aktivis Solidaritas Perempuan Anti Korupsi (SPAK) Aceh, Bale Inong, Flower, dan Sos Children’s Village. (Rill)
loading...
Post a Comment