Masjid Bujang Salim Dewantara@AP |
BANGUNAN berkubah yang berada dijantung kota Krueng Geukueh sungguh
indah dengan kontruksi bangunan menyerupai Masjid Raya Baiturrahman
Banda Aceh. Warna-warni dengan lampu yang mengelilingi setiap dinding
masjid pada malam hari menambah keindahan dan membuat siapa saja yang
akan memasuki masjid itu serasa ingin berlama-lama.
Itulah Masjid Bujang Salim berdiri puluhan tahun yang lalu ditengah kota Kreung Geukueh, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara.
Bujang Salim nama yang unik dan tentunya mempunyai sejarah yang panjang sehingga sampai diabadikan untuk nama masjid besar tersebut. Bujang Salim adalah seorang Pahlawan Aceh (Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan). Teuku Rhi Bujang Selamat atau Bujang Salim Bin Rhi Mahmud (1891-1959).
Pantauan AJNN setelah berbincang-bincang dengan Ketua Badan Kenadziran Mesjid Tgk. Jalaluddin H.Ibrahim, Bujang Salim adalah seorang ulama yang keramat.
Beliau dilahirkan pada tahun 1891 di Nanggroe Nisam (Nisam, Kecamatan Keude Amplah, Kabupaten Aceh Utara). Sebagai putra Uleebalang Nanggroe Nisam, pada tahun 1912 beliau menyelesaikan kelas 5 (lima) pada Kweekschool dan Osvia di Bukit Tinggi ( Sumatera Barat) dan kemudian kembali ke Aceh. Selama 1 tahun berdiam di kutaraja ( Banda Aceh) untuk mempelajari dan mempraktekkan tata kepamong kerajaan. Kemudian pada tahun 1913 menjabat sebagai Zelfbsrtuurdier Nanggroe Nisam sampai 1920. Kemudian beliau dipecat dan difitnah oleh Belanda sehingga beliau dibuang ke Merauke (ujung pulau Indonesia)
"Betapa kejamnya Belanda karena mereka mengetahui bahwa Bujang Salim akan menentang sistem politik Belanda. Ia sampai diasingkan beberapa kali setelah dari Merauke ke Australia sampai dikembalikan ke Jakarta pada tahun 1946 sampai dipersilahkan pulang ketempat asal Krueng Geukueh. Dan pada hari Rabu tanggal 14 Januari 1959 beliau meninggal dunia di Krueng Geukueh dan dikebumikan disitu juga," urai Jalaluddin.
Menurutnya, selama hidup beliau dikarunikan 8 (delapan) orang anak (1 dari isteri pertama di Krueng Geukueh), tetapi disangsikan tidak dapat pulang dari pembuanagan, lalu becerai. Sedangkan 7 orang lagi dari isteri kedua di Merauke.
Begitu beratnya perjuangan Bujang Salim sehingga nama beliau patut diabadikan. Bujang Salim juga berlatar belakang alim, santun. Sehingga penduduk yang berada di wilayah Krueng Geukueh, Kecamatan Dewantara dulu bahkan kini sepakat nama masjid megah dan menawan itu dinamakan dengan Bujang Salim.
Tak hanya masjid, nama Bujang Salim sangat tenar (terkenal) dikalangan masyarakat sampai dinamakan oleh PA (Partai Aceh) untuk wilayahnya Sagoe Bujang Salim (setingkat kecamatan).
Mulanya masjid ini berkontruksi kayu dengan ukuran 25x15 meter persegi. Namun seiring berjalannya waktu dengan bantuan perusahaan Raksasa yang berdiri disekitar Krueng Geukueh yaitu PT AAF dan PIM memberi bantuan untuk pembangunan masjid Bujang Salim mencapai 50 %. Akibat perluasan tersebut kini Masjid Bujang Salim berukuran 65x50 meter persegi. Bisa ditotalkan jumlah jamaah yang mampu ditampung mencapai 2.700 orang.
Adapun konsep pembangunan masjid ini langsung diambil dari Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Walaupun banyak orang yang mengatakan dua mesjid itu kembar, tetapi diantaranya tetap memiliki perbedaan. Masjid Baiturrahman memiliki 7 kubah , sedangkan Bujang Salim hanya mempunyai 5 kubah.
Masjid Agung ini juga sering sekali dijadikan tempat untuk pertemuan penting ulama dan umara level daerah bahkan nasional.(AJNN)
Itulah Masjid Bujang Salim berdiri puluhan tahun yang lalu ditengah kota Kreung Geukueh, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara.
Bujang Salim nama yang unik dan tentunya mempunyai sejarah yang panjang sehingga sampai diabadikan untuk nama masjid besar tersebut. Bujang Salim adalah seorang Pahlawan Aceh (Perintis Pergerakan Kebangsaan/Kemerdekaan). Teuku Rhi Bujang Selamat atau Bujang Salim Bin Rhi Mahmud (1891-1959).
Pantauan AJNN setelah berbincang-bincang dengan Ketua Badan Kenadziran Mesjid Tgk. Jalaluddin H.Ibrahim, Bujang Salim adalah seorang ulama yang keramat.
Beliau dilahirkan pada tahun 1891 di Nanggroe Nisam (Nisam, Kecamatan Keude Amplah, Kabupaten Aceh Utara). Sebagai putra Uleebalang Nanggroe Nisam, pada tahun 1912 beliau menyelesaikan kelas 5 (lima) pada Kweekschool dan Osvia di Bukit Tinggi ( Sumatera Barat) dan kemudian kembali ke Aceh. Selama 1 tahun berdiam di kutaraja ( Banda Aceh) untuk mempelajari dan mempraktekkan tata kepamong kerajaan. Kemudian pada tahun 1913 menjabat sebagai Zelfbsrtuurdier Nanggroe Nisam sampai 1920. Kemudian beliau dipecat dan difitnah oleh Belanda sehingga beliau dibuang ke Merauke (ujung pulau Indonesia)
"Betapa kejamnya Belanda karena mereka mengetahui bahwa Bujang Salim akan menentang sistem politik Belanda. Ia sampai diasingkan beberapa kali setelah dari Merauke ke Australia sampai dikembalikan ke Jakarta pada tahun 1946 sampai dipersilahkan pulang ketempat asal Krueng Geukueh. Dan pada hari Rabu tanggal 14 Januari 1959 beliau meninggal dunia di Krueng Geukueh dan dikebumikan disitu juga," urai Jalaluddin.
Menurutnya, selama hidup beliau dikarunikan 8 (delapan) orang anak (1 dari isteri pertama di Krueng Geukueh), tetapi disangsikan tidak dapat pulang dari pembuanagan, lalu becerai. Sedangkan 7 orang lagi dari isteri kedua di Merauke.
Begitu beratnya perjuangan Bujang Salim sehingga nama beliau patut diabadikan. Bujang Salim juga berlatar belakang alim, santun. Sehingga penduduk yang berada di wilayah Krueng Geukueh, Kecamatan Dewantara dulu bahkan kini sepakat nama masjid megah dan menawan itu dinamakan dengan Bujang Salim.
Tak hanya masjid, nama Bujang Salim sangat tenar (terkenal) dikalangan masyarakat sampai dinamakan oleh PA (Partai Aceh) untuk wilayahnya Sagoe Bujang Salim (setingkat kecamatan).
Mulanya masjid ini berkontruksi kayu dengan ukuran 25x15 meter persegi. Namun seiring berjalannya waktu dengan bantuan perusahaan Raksasa yang berdiri disekitar Krueng Geukueh yaitu PT AAF dan PIM memberi bantuan untuk pembangunan masjid Bujang Salim mencapai 50 %. Akibat perluasan tersebut kini Masjid Bujang Salim berukuran 65x50 meter persegi. Bisa ditotalkan jumlah jamaah yang mampu ditampung mencapai 2.700 orang.
Adapun konsep pembangunan masjid ini langsung diambil dari Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh. Walaupun banyak orang yang mengatakan dua mesjid itu kembar, tetapi diantaranya tetap memiliki perbedaan. Masjid Baiturrahman memiliki 7 kubah , sedangkan Bujang Salim hanya mempunyai 5 kubah.
Masjid Agung ini juga sering sekali dijadikan tempat untuk pertemuan penting ulama dan umara level daerah bahkan nasional.(AJNN)
loading...
Post a Comment