Jakarta - Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) tengah menyelidik kasus dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla (JK) yang dilakukan oleh Ketua DPR Setya Novanto. Menteri ESDM Sudirman Said dan Presdir PT Freeport Maroef Sjamsoeddin telah dipanggil MKD untuk diperiksa.
Isi rekaman percakapan antara Setya Novanto, Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid diperdengarkan di MKD. Hal ini memicu kecaman sejumlah pihak kepada Setya dan Riza.
Wapres JK tampak marah betul dengan kasus ini. Namanya disebut mendapat jatah 9 persen dari Freeport jika setuju kontrak karya perusahaan tambang asal Amerika itu.
JK mengaku sudah berdiskusi dengan Presiden Jokowi terkait rekaman itu dan bertekad akan membersihkan hal ini.
"Kita harus tegas. Kita tidak bisa berjalan mundur lagi," kata JK saat membuka Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) di kompleks MPR/DPR Senayan Jakarta, Kamis (3/12).
Isi rekaman percakapan antara Setya Novanto, Maroef Sjamsoeddin dan pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid diperdengarkan di MKD. Hal ini memicu kecaman sejumlah pihak kepada Setya dan Riza.
Wapres JK tampak marah betul dengan kasus ini. Namanya disebut mendapat jatah 9 persen dari Freeport jika setuju kontrak karya perusahaan tambang asal Amerika itu.
JK mengaku sudah berdiskusi dengan Presiden Jokowi terkait rekaman itu dan bertekad akan membersihkan hal ini.
"Kita harus tegas. Kita tidak bisa berjalan mundur lagi," kata JK saat membuka Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi (KNPK) di kompleks MPR/DPR Senayan Jakarta, Kamis (3/12).
erkait isi rekaman, JK menilai rakyat telah dipertontonkan suatu upaya sekelompok orang pengusaha dan pejabat tinggi negara yang merugikan negara sangat besar.
"Sangat tragis bangsa ini! Semalam belum 24 jam di Gedung DPR MPR ini dipertontonkan sebuah upaya korupsi sekarang kita bicarakan pencegahannya," kata JK dengan nada tinggi.
Menurut JK isi rekaman juga memperlihatkan sebuah keserakahan manusia. "Semalam kita diperlihatkan keserakahan, karena saya yakin ketiga orang itu bukan alasan untuk makan. Kita selalu permisif tapi ini harus diselesaikan," ujarnya.
"Kalau kita lihat semalam, luar biasa. Dengan congkaknya, diperlihatkan semua bisa dikuasai dengan uang," tegas JK lagi.
Sindiran JK yang cukup menohok adalah absennya Setya Novanto dalam acara Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi, di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan. Menurut JK, ke depan dalam acara-acara resmi yang akan hadir pimpinan lembaga legislatif hanya dua.
"Sangat tragis bangsa ini! Semalam belum 24 jam di Gedung DPR MPR ini dipertontonkan sebuah upaya korupsi sekarang kita bicarakan pencegahannya," kata JK dengan nada tinggi.
Menurut JK isi rekaman juga memperlihatkan sebuah keserakahan manusia. "Semalam kita diperlihatkan keserakahan, karena saya yakin ketiga orang itu bukan alasan untuk makan. Kita selalu permisif tapi ini harus diselesaikan," ujarnya.
"Kalau kita lihat semalam, luar biasa. Dengan congkaknya, diperlihatkan semua bisa dikuasai dengan uang," tegas JK lagi.
Sindiran JK yang cukup menohok adalah absennya Setya Novanto dalam acara Konferensi Nasional Pemberantasan Korupsi, di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan. Menurut JK, ke depan dalam acara-acara resmi yang akan hadir pimpinan lembaga legislatif hanya dua.
"Nanti hanya ketua DPD dan MPR yang hadir karena yang satunya (ketua DPR) sudah hilang," kata JK.
Dia menambahkan, kasus Novanto membuktikan bahwa meskipun keras upaya pemberantasan korupsi namun tetap saja ada anggota DPR dan pemerintahan tidak punya rasa takut melakukan korupsi.
"Tetap saja ada oknum-oknum di DPR dan pemerintahan yang tidak punya rasa takut untuk berbuat (korupsi)," ujarnya.
Sikap keras JK ini berbeda dengan yang diperlihatkan Jokowi. Mantan wali kota Solo ini justru tak mau berkomentar banyak. Dia hanya ingin menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada MKD.
"Presiden memantau mengikuti dengan seksama, karena beberapa kali kami melaporkan dan berdiskusi perkembangan di MKD kepada bapak presiden. Beliau mengikuti dengan seksama, dan dari pembicaraan yang ada, memang ada yang bersifat fakta, tapi ada juga yang bersifat hiperbola," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana, Jakarta, Jumat (4/12).
Dia menambahkan, kasus Novanto membuktikan bahwa meskipun keras upaya pemberantasan korupsi namun tetap saja ada anggota DPR dan pemerintahan tidak punya rasa takut melakukan korupsi.
"Tetap saja ada oknum-oknum di DPR dan pemerintahan yang tidak punya rasa takut untuk berbuat (korupsi)," ujarnya.
Sikap keras JK ini berbeda dengan yang diperlihatkan Jokowi. Mantan wali kota Solo ini justru tak mau berkomentar banyak. Dia hanya ingin menyerahkan sepenuhnya kasus ini kepada MKD.
"Presiden memantau mengikuti dengan seksama, karena beberapa kali kami melaporkan dan berdiskusi perkembangan di MKD kepada bapak presiden. Beliau mengikuti dengan seksama, dan dari pembicaraan yang ada, memang ada yang bersifat fakta, tapi ada juga yang bersifat hiperbola," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di Istana, Jakarta, Jumat (4/12).
Menurutnya, Jokowi betul-betul mengikuti jalannya sidang di MKD DPR. Dia mengatakan, Presiden atau pemerintah juga menunggu proses jalannya sidang di MKD sampai usai.
Dia berharap, jangan sampai proses sidang di MKD memberikan harapan palsu.
"Presiden betul-betul menunggu, karena sekarang sudah terbuka, publik mengamati, melihat dan merasakan apa yang terjadi, sehingga proses dalam MKD kita tunggu," jelas Pramono.
Pramono menganggap memang dalam isi rekaman tersebut ada beberapa hal yang dirasa benar dan beberapa poin isi rekaman yang terkesan dibesar-besarkan. Dia tidak menjelaskan secara detail poin mana saja yang dimaksud.
Sejauh ini, Presiden Jokowi menghormati betul jalannya proses sidang di MKD DPR untuk membuka kebenarannya. Selama jalannya sidang, Jokowi tidak menjalin komunikasi dengan Ketua DPR Setya Novanto.
"Presiden menghormati, menghargai. Beliau tentu tidak harus berkomunikasi, kenapa harus berkomunikasi, tetapi bahwa persoalan yang perlu diungkap itu jadi hal yang penting," tegas Pramono.
Dia berharap, jangan sampai proses sidang di MKD memberikan harapan palsu.
"Presiden betul-betul menunggu, karena sekarang sudah terbuka, publik mengamati, melihat dan merasakan apa yang terjadi, sehingga proses dalam MKD kita tunggu," jelas Pramono.
Pramono menganggap memang dalam isi rekaman tersebut ada beberapa hal yang dirasa benar dan beberapa poin isi rekaman yang terkesan dibesar-besarkan. Dia tidak menjelaskan secara detail poin mana saja yang dimaksud.
Sejauh ini, Presiden Jokowi menghormati betul jalannya proses sidang di MKD DPR untuk membuka kebenarannya. Selama jalannya sidang, Jokowi tidak menjalin komunikasi dengan Ketua DPR Setya Novanto.
"Presiden menghormati, menghargai. Beliau tentu tidak harus berkomunikasi, kenapa harus berkomunikasi, tetapi bahwa persoalan yang perlu diungkap itu jadi hal yang penting," tegas Pramono.
MERDEKA.COM
loading...
Post a Comment