Banda Aceh - Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (Banleg DPRA) mulai melakukan kajian terkait rencana perubahan atau revisi qanun (peraturan daerah) Aceh Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
"Kita sudah melakukan pertemuan (mengkaji wacana revisi qanun LKS) bersama anggota dan seluruh tenaga ahli Baleg," kata Ketua Baleg DPRA Mawardi, di Banda Aceh, Sabtu (13/5) seperti dikutip dari Antara.
Pertemuan tersebut dilakukan guna menyahuti permintaan revisi qanun LKS sebagaimana yang disampaikan dalam surat pengantar Gubernur Aceh Nomor 188.34/17789 terkait rancangan qanun tentang perubahan atas qanun tentang LKS.
"Kami sudah mendapatkan tembusan surat dari Pemerintah Aceh atas rancangan qanun perubahan tentang LKS, makanya tadi kita bahas di internal Banleg terlebih dahulu, apa langkah-langkah yang perlu diambil," ujarnya.
Dalam pertemuan internal Baleg itu, kata Mawardi, muncul banyak pandangan. Dia mengatakan ada yang setuju maupun tidak sepakat terhadap rencana revisi mengingat qanun tersebut baru berjalan, dan sudah banyak hal yang berlangsung atas ekonomi Aceh meskipun sejauh ini belum efektif.
Salah satu hal yang diperbincangkan, lanjut Mawardi, yaitu mengenai gangguan layanan Bank Syariah Indonesia (BSI) dalam beberapa hari terakhir. Gangguan yang dialami bank syariah pelat merah itu telah mengganggu transaksi ekonomi Aceh.
Kemudian, juga ada masukan bahwa semestinya perbankan di Aceh jangan hanya didominasi Bank Aceh Syariah dan Bank Syariah Indonesia, sehingga ketika satu layanan terganggu bisa memberikan dampak yang cukup besar.
"Tadi teman-teman juga berpandangan supaya perbankan syariah yang sudah beroperasi di Aceh seperti CIMB Syariah, Maybank Syariah, BTN Syariah, BCA Syariah dapat membuka kantor di seluruh kabupaten/kota se Aceh, sehingga kesannya di Aceh bukan hanya ada dua bank saja," katanya.
Mawardi menyampaikan, karena masih terjadi perbedaan pendapat, maka pihaknya segera melakukan kajian dan konsultasi kembali dengan melibatkan multi stakeholder seperti ulama, santri, para ahli ekonom/ekonomi islam, Bank Indonesia, OJK, dan unsur terkait lainnya.
Sebelumnya, Ketua DPRA Saiful Bahri alias Pon Yahya menilai sudah saatnya Aceh mengevaluasi regulasi terkait keuangan syariah yang saat ini berlaku di Tanah Rencong.
Pernyataan tersebut disampaikan Pon Yahya setelah melihat dampak di tengah masyarakat Aceh akibat gangguan sistem BSI dalam beberapa hari ini yang dinilai telah berdampak terhadap perekonomian Aceh.
Sehingga karena permasalahan itu, telah timbul rencana revisi dan harapan mengembalikan operasional bank konvensional ke Aceh.
"Mungkin sudah saatnya kita mengkaji kembali Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS)," kata Saiful Bahri.
Respons pemerintah Aceh soal usulan revisi Qanun
SEmentara itu, Pemerintah Aceh merespons wacana DPR Aceh yang bakal merevisi Qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) termasuk menarik kembali bank konvensional untuk beroperasi di provinsi tersebut.
Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA mengatakan pada prinsipnya pihaknya menghargai apapun kebijakan yang dihasilkan DPR Aceh.
"Pemerintah Aceh adalah pelaksana terhadap legislasi yang dihasilkan oleh dewan. Apapun kebijakan dewan tentu sangat kita hargai," kata Muhammad MTA kepada CNNIndonesia.com, Kamis (11/5).
Secara khusus, kata MTA, sebagai bank yang memiliki banyak nasabah di Aceh, BSI harus bisa menghadapi kendala krusial pelayanan yang sempat eror lebih dari 24 jam di Aceh.
"Apa yang sedang terjadi sangat berdampak terhadap masyarakat dan pelaku usaha di Aceh. Apalagi tidak ada bank konvensional yang beroperasi di Aceh akibat dari kebijakan legislasi Qanun LKS," kata MTA.
Seorang pengusaha asal Aceh, Nahrawi Noerdin mendukung langkah DPR Aceh untuk merevisi Qanun LKS hingga mengizinkan bank konvensional kembali beroperasi seperti semula, agar layanan transaksi keuangan di Aceh tidak terisolir.
"Sebagai pengusaha Aceh kami sangat mendukung kebijakan ketua DPRA demi bangkitnya kemajuan ekonomi Aceh," katanya.(Antara)
loading...
Post a Comment