![]() |
Penjaga sumber daya alam aceh. |
StatusAceh.Net - Aceh sebagai salah satu kawasan yang kaya sumber daya alam, khususnya hutan dan lahan, pada sisi yang berbeda juga mengalami sejumlah ancaman yang dapat merusak ruang hidup masyarakat, khususnya perempuan.
Agenda pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi yang berbasis pada ketersediaan dukungan lahan jika tidak dikelola dengan baik, transparan, akuntabel dan partisipatif jusru akan menimbulkan masalah baru. Tak dapat dipungkiri, fakta ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat semakin berlapis dan bahkan berdampak lebih buruk bagi perempuan didalamnya.
Upaya perbaikan tata kelola yang dilakukan Pemerintah baik di tingkat nasional maupun lokal belum sepenuhnya membuka jalan mulus bagi publik khususnya perempuan untuk terlibat penuh di dalamnya. Bahkan pada titik tertentu terkesan munculnya pembiaran dari otoritas pengambil kebijakan yang berpotensi munculnya krisis atas sumber daya alam.
Pembiaran tersebut tentu berimplikasi pada kehidupan sosial, ekonomi dan bahkan kemiskinan kian berwajah perempuan. Praktek-praktek tersebut pada akhirnya akan menghilangkan potensi tingkat komunitas untuk dapat mengakses wilayah kelola secara adil dan setara.
Beberapa komunitas perempuan yang menginisiasi untuk dapat mengakses wilayah kelola tersebut justru dihadapkan pada sejumlah tantangan. Masih terbatasnya akses informasi dan kontrol masyarakat, terutama perempuan terlihat jelas pada proyek-proyek investasi atas nama pembangunan.
Misalnya bagaimana tidak berdayanya masyarakat lokal ketika perencanaan pembangunan PLTA Tampur yang berlokasi di Area kampung Lesten-Kabupaten Gayo luwes pada berbagai angin surga yang dijanjikan pihak perusahaan, seperti relokasi hunian masyarakat, lapangan kerja sementara, dan lainnya.
Namun, pertanyaan selanjutnya, bagaimana mereka bisa menjalani kehidupan sementara sumber-sumber kehidupannya telah terganggu? Sampai kapan perusahaan akan menjamin peluang kerja bagi masyarakat? Bagaimana konflik agraria di Kabupaten Aceh Tamiang yang kian merebak tanpa ada kejelasan penyelesaian konflik tenurialnya?
Pada tataran lain, gerakan inisiatif dari kelompok perempuan untuk menyelamatkan kelestarian sumber daya alam, dijalani tanpa pamrih dan bahkan tanpa apresiasi apa pun, bahkan belum menjadi bagian dari proses gerakan yang mendapat dukungan penuh dari Pemerintah serta pemangku kepentingan lainnya.
Contohnya, menanam pohon, merawat sumber-sumber mata air, menyajikan pangan dan obat-obatan yang bersumber dari alam untuk keluarga dan bahkan memastikan diri terus bergerak untuk mendapatkan posisi pada ranah publik, walaupun berbagai stigma dan diskriminasi kian menghantui kelompok perempuan. | Tempo.co
Agenda pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi yang berbasis pada ketersediaan dukungan lahan jika tidak dikelola dengan baik, transparan, akuntabel dan partisipatif jusru akan menimbulkan masalah baru. Tak dapat dipungkiri, fakta ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat semakin berlapis dan bahkan berdampak lebih buruk bagi perempuan didalamnya.
Upaya perbaikan tata kelola yang dilakukan Pemerintah baik di tingkat nasional maupun lokal belum sepenuhnya membuka jalan mulus bagi publik khususnya perempuan untuk terlibat penuh di dalamnya. Bahkan pada titik tertentu terkesan munculnya pembiaran dari otoritas pengambil kebijakan yang berpotensi munculnya krisis atas sumber daya alam.
Pembiaran tersebut tentu berimplikasi pada kehidupan sosial, ekonomi dan bahkan kemiskinan kian berwajah perempuan. Praktek-praktek tersebut pada akhirnya akan menghilangkan potensi tingkat komunitas untuk dapat mengakses wilayah kelola secara adil dan setara.
Beberapa komunitas perempuan yang menginisiasi untuk dapat mengakses wilayah kelola tersebut justru dihadapkan pada sejumlah tantangan. Masih terbatasnya akses informasi dan kontrol masyarakat, terutama perempuan terlihat jelas pada proyek-proyek investasi atas nama pembangunan.
Misalnya bagaimana tidak berdayanya masyarakat lokal ketika perencanaan pembangunan PLTA Tampur yang berlokasi di Area kampung Lesten-Kabupaten Gayo luwes pada berbagai angin surga yang dijanjikan pihak perusahaan, seperti relokasi hunian masyarakat, lapangan kerja sementara, dan lainnya.
Namun, pertanyaan selanjutnya, bagaimana mereka bisa menjalani kehidupan sementara sumber-sumber kehidupannya telah terganggu? Sampai kapan perusahaan akan menjamin peluang kerja bagi masyarakat? Bagaimana konflik agraria di Kabupaten Aceh Tamiang yang kian merebak tanpa ada kejelasan penyelesaian konflik tenurialnya?
Pada tataran lain, gerakan inisiatif dari kelompok perempuan untuk menyelamatkan kelestarian sumber daya alam, dijalani tanpa pamrih dan bahkan tanpa apresiasi apa pun, bahkan belum menjadi bagian dari proses gerakan yang mendapat dukungan penuh dari Pemerintah serta pemangku kepentingan lainnya.
Contohnya, menanam pohon, merawat sumber-sumber mata air, menyajikan pangan dan obat-obatan yang bersumber dari alam untuk keluarga dan bahkan memastikan diri terus bergerak untuk mendapatkan posisi pada ranah publik, walaupun berbagai stigma dan diskriminasi kian menghantui kelompok perempuan. | Tempo.co
loading...
Post a Comment