Banda Aceh, -- PT Kallista Alam adalah pelaku pembakaran 1,000 hektar lahan gambut Tripa yang telah dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung, tetapi kini diberikan pengampunan oleh Pengadilan Negeri Meulaboh, keputusan yang dikecam oleh pengamat lokal dan internasional. 3 Oktober 2018.
Sejumlah tokoh, yang bertindak selaku Amicus Curiae (Friends of the Court) menyerahkan surat yang berisikan pendapat mereka untuk perkara banding antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melawan PT. Kallista Alam (PT. KA) ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh pada hari Rabu (03/10/2018).
Amicus Curiae (Friends of the Court), atau Sahabat Pengadilan, adalah dokumen berbentuk opini/pendapat hukum yang dipersiapkan oleh pihak berkepentingan atau peduli terhadap isu/kasus tersebut. Sejumlah tokoh yang mempersiapkan dokumen tersebut adalah Prof. Emil Salim, Prof. Drs. H. Yusny Saby, MA. Ph.D, Prof. Dr. Ir. Ahmad Humam Hamid, MA, Prof. Dr. Syahrizal Abbas, MA., Prof. Dr. Mahidin, ST, MT, Mawardi Ismail, SH., M.Hum, Suraiya Kamaruzzaman, ST, LL.M.MT, Syarifah Rahmatillah, Farwiza Farhan, Nasir Nurdin, Ir. T. M. Zulfikar. MP.
Perkara pengadilan yang terkait dengan Amicus Curiae tersebut adalah kasus pembakaran 1,000 hektar lahan gambut Rawa Tripa, dimana PT KA telah dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung pada Putusan Mahkamah Agung 651 K/pdt/2015 dengan hukuman membayar ganti kerugian materiil sebesar Rp.114.333.419.000 (Seratus Empat Belas Milyar Tiga Ratus Tiga Puluh Tiga Juta Empat Ratus Sembilan Belas Ribu Rupiah); dan melakukan tindakan pemulihan lingkungan hidup dengan biaya Rp. 251.765.250.000 (Dua Ratus Lima Puluh Satu Milyar Tujuh Ratus Enam Puluh Lima Juta Dua Ratus Lima Puluh Ribu Rupiah). Anehnya, putusan MA tersebut tidak pernah dieksekusi. Sebaliknya, PT KA malah menggugat KLHK dengan perkaran No. 16/Pdt.G/2017/Pn.Mbo, dimana pada April 2018 lalu Pengadilan Negeri Meulaboh memutuskan untuk membebaskan PT. Kallista Alam dari hukuman tersebut.
“PT Kallista Alam telah dibuktikan bersalah berdasarkan undang-undang administrasi, pidana, dan perdata oleh majelis pengadilan dan Mahkamah Agung. Bila suatu pengadilan negeri bisa menentang putusan Mahkamah Agung, ini sangat tidak masuk akal.” ujar Farwiza Farhan, Ketua Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), yang juga menjadi saksi fakta dalam sidang melawan PT KA pada kasus sebelumnya.
Tokoh-tokoh tersebut juga sangat mengkhawatirkan perkara yang sangat merugikan masyarakat Aceh ini. Masyarakat Aceh sangat bergantung dengan keutuhan Rawa Gambut Tripa karena sumber air dan peran pentingnya dalam penyerapan karbon untuk mitigasi perubahan iklim.
“Kami harapkan pendapat, informasi dan masukan yang kami sampaikan melalui Amicus Curiae ini mendapat pertimbangan dari Majelis Hakim demi penegakan keadilan dan kesejahteraan masyarakat Aceh.” ujar Mawardi Ismail, SH., M.Hum.
Saat ini, KLHK telah mengajukan banding atas perkara tersebut ke Pengadilan Tinggi Banda Aceh, tetapi belum ada kabar terkait putusan di Pengadilan Tinggi Banda Aceh. (Rill)
loading...
Post a Comment