![]() |
Ilustrasi |
ABDIYA - Seorang narapidana kasus korupsi pengadaan alat kesehatan (Alkes) di Kabupaten Aceh Barat Daya, Aceh, masih berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). Terpidana bernama Safrial juga masih menerima gaji selama dua tahun terakhir meski berada di dalam penjara.
Berdasarkan data di laman resmi Badan Kepegawaian Negara (BKN) Safrial masih aktif sebagai PNS dengan NIP. 197212111994021002. Padahal, kasusnya sudah berkekuatan tetap setelah ada putusan Mahkamah Agung nomor 1021 K/PID.SUS/2016 pada 19 Agustus 2016. Safrial dihukum enam tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.
Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Perwakilan Aceh Barat Daya, Miswar, mengatakan Safrial kini telah menjalani hukuman di lembaga pemasyarakatan sehingga tidak bisa menjalankan tugas sebagai PNS. Masih adanya gaji dari negara yang diterima terpidana kasus korupsi itu dipertanyakan Miswar.
Miswar mengaku sudah mengirimkan surat kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya. Dengan melampirkan putusan MA, Miswar meminta agar ada perlakuan sama untuk semua PNS yang terjerat kasus korupsi.
“Ini kami lakukan agar masyarakat tidak menilai bahwa ada yang dispesialkan, tapi semua sama di mata hukum. Pemerintah kami minta untuk menghentikan yang bersangkutan,” ucap Miswar, dikonfirmasi kumparan, Selasa (23/10).
Sebelum ditetapkan sebagai tersangka, Safrial adalah pejabat di Rumah Sakit Umum Daerah Teungku Pekan (RSUDTP) Aceh Barat Daya. Ia tersangkut kasus pengadaan Alat Kesehatan (Alkes) yang bersumber dari Anggaran Pendapat Belanja Aceh (APBA) pada 2013, dengan kerugian negara mencapai Rp 956 juta.
Mengenai temuan YARA, Kepala Badan Kepegawaian dan Pembangunan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Aceh Barat Daya Cut Hasnah mengaku, sudah memberhentikan Safrial dari jabatannya. Hanya saja, Safrial diakui belum diberhentikan sebagai PNS.
BKPSDM Aceh Barat Daya sudah mengeluarkan surat keputusan (SK) pemberhentian para PNS yang menjadi terpidana kasus korupsi. Saat ini mereka tinggal menunggu SK itu ditandatangani Bupati Aceh Barat Daya Akmal Ibrahim.
“SK pemberhentian sudah kita buat sejak seminggu lalu tapi karena pak bupati di luar daerah suratnya belum bisa ditandatangi,” kata Hasnah saat dikonfirmasi.
Hasnah membenarkan selama ini Safrial masih menerima gaji, tapi tidak penuh. “Hanya diberikan 50 persen dari gaji pokoknya,” imbuh Hasnah.
Padahal, dalam Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara telah diatur syarat pemecetan PNS. Salah satunya adalah dihukum penjara minimal dua tahun karena kejahatan berencana. | Kumparan.com
loading...
Post a Comment