Banda Aceh - Terkait pembahasan KUA-PPAS APBA Perubahan 2017 yang saat ini sedang dilaksanakan di DPRA, kami melihat ada beberapa usulan dari Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) yang harus menjadi perhatian serius. Beberapa cacatan penting yang patut menjadi perhatian itu di antaranya ada beberapa alokasi anggaran yang menurut kami harus dikaji ulang. Alokasi-alokasi anggaran dalam usulan anggaran tersebut di antaranya anggaran untuk uang panjar pengadaan pesawat udara, kegiatan Tsunami Cup, Tsunami Game dan Sail Sabang serta beberapa item lainnya.
Terkait rencana alokasi anggaran untuk pembayaran panjar pembelian pesawat udara senilai Rp. 10 M sudah seharusnya TAPA mengkaji ulang rencana tersebut. Ini bukan hanya soal pengadaan tapi harus mempertimbangkan juga mengenai biaya rutin yang harus dikeluarkan oleh pemerintah Aceh terhadap pemeliharaannya dan biaya operasionalnya kelak. Seharusnya kita bisa belajar dari kejadian masa lalu ketika pengadaan helikopter pada masa Gubernur Abdullah Puteh yang tidak transparan lalu berujung kepada praktik korupsi bahkan helikopter tersebut tidak dapat digunakan oleh Pemerintah Aceh.
Di sisi lain, rencana pembelian pesawat udara itu pantas kita pertanyakan karena menurut hasil penelusuran kami, sebenarnya selama ini Pemerintah Aceh memiliki 3 pesawat hibah dari Jerman di Bandara Blang Bintang yang penggunaannya dikhususkan untuk kegiatan pertanian, kehutanan dan kelautan. Kalau memang Aceh butuh pesawat untuk kegiatan kegiatan pemantauan tiga sektor tersebut, kenapa tidak pesawat itu saja yang tinggal mengurus izin terbang untuk digunakan. Sehingga tidak harus membeli yang baru.
Begitu pula mengenai rencana pelaksanaan pertandingan Bola Kaki Tsunami Cup dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 11 M yang menurut kami harus dilihat kembali urgensi pelaksanaannya. Dengan alokasi anggaran yang begitu besar seharusnya bisa dimanfaatkan untuk program-program yang mendorong upaya pengentasan kemiskinan. Sebagai catatan, Aceh saat ini menempati menjadi provinsi termiskin di Sumatera.
Tidak hanya dua kegiatan itu saja, ada beberapa kegiatan lain yang seharusnya juga mendapat perhatian khusus dari legeslatif khususnya untuk dapat dikaji lebih mendalam sebelum anggaran perubahan disahkan. Berdasarkan catatan tersebut di atas, MaTA merekomendasikan:
Pertama; mendesak kepada Pemerintah Aceh untuk mengkaji kembali usulan pembelian pesawat dan membatalkan usulan anggaran alokasi untuk kegiatan Tsunami Cup. Menurut hemat kami, alokasi anggaran tersebut cukup besar dan seharusnya bisa dialokasikan untuk kebutuhan program-program yang pro rakyat, khususnya yang dapat berkontribusi bagi upaya percepatan pengentasan kemiskinan.
Kedua; mendesak kepada DPRA selaku wakil rakyat yang memiliki fungsi pengawasan untuk dapat benar-benar menyeleksi usulan anggaran yang diajukan oleh TAPA sehingga usulan-usulan dalam anggaran perubahan yang akan disahkan nantinya benar-benar pro rakyat.
Selebihnya, harapan kami DPRA jangan sampai terjebak dalam politisasi angaran hanya karena sudah mendapatkan Rp. 25 M untuk tunjangan fasilitas, anggota dewan di DPRA diharapkan punya keberanian untuk menolak usulan anggaran yang memang tidak pro terhadap rakyat sesuai dengan harapan publik Aceh. [Rill]
Terkait rencana alokasi anggaran untuk pembayaran panjar pembelian pesawat udara senilai Rp. 10 M sudah seharusnya TAPA mengkaji ulang rencana tersebut. Ini bukan hanya soal pengadaan tapi harus mempertimbangkan juga mengenai biaya rutin yang harus dikeluarkan oleh pemerintah Aceh terhadap pemeliharaannya dan biaya operasionalnya kelak. Seharusnya kita bisa belajar dari kejadian masa lalu ketika pengadaan helikopter pada masa Gubernur Abdullah Puteh yang tidak transparan lalu berujung kepada praktik korupsi bahkan helikopter tersebut tidak dapat digunakan oleh Pemerintah Aceh.
Di sisi lain, rencana pembelian pesawat udara itu pantas kita pertanyakan karena menurut hasil penelusuran kami, sebenarnya selama ini Pemerintah Aceh memiliki 3 pesawat hibah dari Jerman di Bandara Blang Bintang yang penggunaannya dikhususkan untuk kegiatan pertanian, kehutanan dan kelautan. Kalau memang Aceh butuh pesawat untuk kegiatan kegiatan pemantauan tiga sektor tersebut, kenapa tidak pesawat itu saja yang tinggal mengurus izin terbang untuk digunakan. Sehingga tidak harus membeli yang baru.
Begitu pula mengenai rencana pelaksanaan pertandingan Bola Kaki Tsunami Cup dengan alokasi anggaran sebesar Rp. 11 M yang menurut kami harus dilihat kembali urgensi pelaksanaannya. Dengan alokasi anggaran yang begitu besar seharusnya bisa dimanfaatkan untuk program-program yang mendorong upaya pengentasan kemiskinan. Sebagai catatan, Aceh saat ini menempati menjadi provinsi termiskin di Sumatera.
Tidak hanya dua kegiatan itu saja, ada beberapa kegiatan lain yang seharusnya juga mendapat perhatian khusus dari legeslatif khususnya untuk dapat dikaji lebih mendalam sebelum anggaran perubahan disahkan. Berdasarkan catatan tersebut di atas, MaTA merekomendasikan:
Pertama; mendesak kepada Pemerintah Aceh untuk mengkaji kembali usulan pembelian pesawat dan membatalkan usulan anggaran alokasi untuk kegiatan Tsunami Cup. Menurut hemat kami, alokasi anggaran tersebut cukup besar dan seharusnya bisa dialokasikan untuk kebutuhan program-program yang pro rakyat, khususnya yang dapat berkontribusi bagi upaya percepatan pengentasan kemiskinan.
Kedua; mendesak kepada DPRA selaku wakil rakyat yang memiliki fungsi pengawasan untuk dapat benar-benar menyeleksi usulan anggaran yang diajukan oleh TAPA sehingga usulan-usulan dalam anggaran perubahan yang akan disahkan nantinya benar-benar pro rakyat.
Selebihnya, harapan kami DPRA jangan sampai terjebak dalam politisasi angaran hanya karena sudah mendapatkan Rp. 25 M untuk tunjangan fasilitas, anggota dewan di DPRA diharapkan punya keberanian untuk menolak usulan anggaran yang memang tidak pro terhadap rakyat sesuai dengan harapan publik Aceh. [Rill]
loading...
Post a Comment