Ilustrasi firewall untuk virus komputer. Getty Images/iStockphoto |
AMP - Jagat siber sedang dibuat runyam oleh serangan malware atau program jahat Ransomware WannaCry sejak akhir pekan lalu. Sudah ada 150 negara yang terdampak dari program jahat yang mampu meminta tebusan ini.
Ransomware WannaCry dalam aksinya mulai mengambil alih file pengguna pada hari Jumat lalu dan menuntut 300 dolar jika ingin memulihkan akses komputer yang tengah diserang. Malware ini mampu mengeksploitasi celah keamanan pada sistem operasi Microsoft Windows. Bukan kali ini saja sistem operasi Windows dengan pengguna terbesar di dunia ini menjadi target dari serangan siber.
Pada Agustus 2002 kalangan komunitas keamanan membahas kekurangan dari API Win32. Kekurangan yang membuat sistem operasi Windows mampu mengizinkan aplikasi yang tidak diinginkan untuk mengirim pesan ke aplikasi yang memiliki prioritas lebih tinggi lainnya dalam sistem tersebut.
Pada 2016 lalu, malware bernama Locky sempat muncul. Modusnya, sebuah email faktur tagihan dikirimkan ke target serangan lengkap dengan lampiran file Microsoft Word. Ketika file tersebut dibuka, akan muncul deretan huruf dengan font acak tak beraturan dan tentunya tak bisa dibaca dan berjudul “Aktifkan makro jika pengkodean data tidak benar” untuk meyakinkan pengguna bisa membaca barisan tulisan acak tadi. Jika diaktifkan maka seketika akan mendownload enkripsi trojan, virus menjalar mengenkripsi semua file dan diberi ekstensi locky.
Pada akhirnya korban akan dimintai tebusan antara 0,5 dan 1 bitcoin jika ingin file-filenya pulih seperti sediakala. Juga ada Regin, sebuah malware yang diungkap pada November 2014 ini menargetkan para pengguna komputer bersistem operasi Microsoft Windows dan dikaitkan dengan agen NSA dan GCHQ (Government Communications Headquarters), mitranya di Inggris. Kemampuan Regin ini lebih kepada memata-matai hingga dapat mengambil alih kontrol dari pihak yang berwenang.
Dari semua itu memunculkan pertanyaan adakah sistem operasi komputer yang kebal atau bebas dari serangan malware dan sejenisnya? Ada yang meyakini sistem operasi Linux jadi jawabannya, seperti institusi seperti rumah sakit di Indonesia mempercayai Linux lebih kebal terhadap serangan malware.
Ransomware WannaCry dalam aksinya mulai mengambil alih file pengguna pada hari Jumat lalu dan menuntut 300 dolar jika ingin memulihkan akses komputer yang tengah diserang. Malware ini mampu mengeksploitasi celah keamanan pada sistem operasi Microsoft Windows. Bukan kali ini saja sistem operasi Windows dengan pengguna terbesar di dunia ini menjadi target dari serangan siber.
Pada Agustus 2002 kalangan komunitas keamanan membahas kekurangan dari API Win32. Kekurangan yang membuat sistem operasi Windows mampu mengizinkan aplikasi yang tidak diinginkan untuk mengirim pesan ke aplikasi yang memiliki prioritas lebih tinggi lainnya dalam sistem tersebut.
Pada 2016 lalu, malware bernama Locky sempat muncul. Modusnya, sebuah email faktur tagihan dikirimkan ke target serangan lengkap dengan lampiran file Microsoft Word. Ketika file tersebut dibuka, akan muncul deretan huruf dengan font acak tak beraturan dan tentunya tak bisa dibaca dan berjudul “Aktifkan makro jika pengkodean data tidak benar” untuk meyakinkan pengguna bisa membaca barisan tulisan acak tadi. Jika diaktifkan maka seketika akan mendownload enkripsi trojan, virus menjalar mengenkripsi semua file dan diberi ekstensi locky.
Pada akhirnya korban akan dimintai tebusan antara 0,5 dan 1 bitcoin jika ingin file-filenya pulih seperti sediakala. Juga ada Regin, sebuah malware yang diungkap pada November 2014 ini menargetkan para pengguna komputer bersistem operasi Microsoft Windows dan dikaitkan dengan agen NSA dan GCHQ (Government Communications Headquarters), mitranya di Inggris. Kemampuan Regin ini lebih kepada memata-matai hingga dapat mengambil alih kontrol dari pihak yang berwenang.
Dari semua itu memunculkan pertanyaan adakah sistem operasi komputer yang kebal atau bebas dari serangan malware dan sejenisnya? Ada yang meyakini sistem operasi Linux jadi jawabannya, seperti institusi seperti rumah sakit di Indonesia mempercayai Linux lebih kebal terhadap serangan malware.
loading...
Post a Comment