![]() |
Rahmad pelajar SMK desa teumpok Teungoh menjadi korban penganiayaan oleh M Cs Senin (19/9) bersama 10 korban lainnya membuat laporan Ke Polsek Banda sakti Lhokseumawe |
Lhokseumawe - Pasca melaporkan kasus penganiayaan yang diduga dilakukan M Cs putera Walikota Lhokseumawe Suadi Yahya terhadap anak dibawah umur, diduga para Satpol-PP berkeliling ke Desa Teumpok Teungoh dan mengancam sambil bawa pedang.
Sikap loyalitas petugas Satpol-PP kepada anak walikota itu dinilai sudah diluar batas kewajaran dan sarat dengan aksi premanisme hingga membuat masyarakat merasa cemas dan khawatir akan terjadinya tawuran.
Salah seorang ibu rumah tangga Desa Teumpok Teungoh Lina mengatakan dirinya bersama para ibu rumah tangga lainnya terkejut ketika melihat sejumlah pria mengenderai tiga unit sepmor datang ke Jalan Angsana sambil membawa pedang dan parang.
Sekelompok pria ini pun berkeliling sebanyak empat kali di Jalan Angsana pada saat menjelang sore hari dan malam harinya, Senin (19/9) kemarin, atau tepat pada saat para pemuda desa sedang tidak berada ditempat.
Namun masyarakat lingkungan sekitar khususnya para ibu rumah tangga justru merasa cemas dan khawatir akan terjadi pertumpahan darah antara warga dengan penjaga rumah walikota.
Hal serupa juga diungkapkan warga Jalan Angsana Ibrahim kepada Wartawan mengaku sempat melihat delapan orang pria berboncengan dengan satu sepmor bertiga dan membawa pedang dengan wajah bengis.
Ibrahim mengaku dirinya dan sejumlah warga setempat ada yang mengenali salah satu dari mereka yakni Ag alias Bt yang merupakan petugas Satpol-PP yang menjaga rumah walkot di Jalan Angsana.
“ Saya kenali wajah mereka yang bawa pedang dan mengancam warga sini. Apalagi mereka pakai celana dinas Satpol-PP dengan baju biasa. Salah satunya adalah si BT dia jelas adalah Satpol-PP dirumah walikota,” tuturnya.
Terkait situasi dan kondisi keamanan yang tidak kondusif antara warga dengan Satpol-PP dikediaman walkot, pihak aparat keamanan langsung menurunkan personil polisi untuk berpatroli dan menjaga keamanan di Jalan Angsana.
Kapolres mengatakan untuk mencegah insiden berkelanjutan atau terjadi hal tidak diinginkan terjadi, dirinya langsung menurunkan polisi di Jalan Angsana untuk menjaga keamanan agar masyarakat tidak cemas.
Sementara itu, Kapolres Lhokseumawe AKBP Hendri Budiman melalui Kapolsek Banda Sakti Iptu Ramli mengatakan secara bergantian, pihaknya telah menerima laporan resmi dari para korban yang merupakan anak dibawah umur yang menjadi korban penganiayaan.
Saat ini polisi masih mengumpulkan data dan fakta dengan memintai keterangan dari saksi korban khususnya korban yang telah mendapatan hasil visum dari rumah sakit.
Disisi lain, ketika menempuh jalur hukum yang berlaku, justru para korban penganiayaan sebanyak 11 anak dibawah umur itu mengalami kendala ekonomi.
Lantaran mereka yang berasal dari keluarga miskin hampir semuanya tidak punya uang untuk membayar hasil visum rumah sakit sakit sekitar Rp150 ribu. Diantara mereka hanya Rahmad, 17 yang mengalami luka berat telah mengambil hasil visul setelah mendapatkan uang yang dikumpulkan bersama para keluarga dan saudaranya.
Rahmad mengaku saat kejadian pengeroyokan, Minggu (18/9) kemarin, dia dan teman-temannya sempat melihat M yang awalnya sempat cekcok dan saling mengejek, terkesan bagai bertepuk dada karena didukung puluhan orang dewasa yang menjadi tukang pukul.
Para korban mengaku tidak ada yang melihat langsung kalau M ikut memukul. Akan tetapi sempat melihat M menyaksikan adegan penganiayaan dengan rasa senang dan puas.
“ Saya sendiri memang tidak lihat jelas, si M ikut memukul atau tidak. Padahal cuma gara-gara saling mengejek, tapi malah main pukul. Saya juga lihat M yang menggiring banyak orang dewasa untuk menghajar kami habis-habisan,” terangnya.
Kepala Satpol-PP dan Wilayatul Hisbah Kota Lhokseumawe Irsyadi mengaku dirinya sangat terkejut mendapatkan informasi kejadian penganiayaan di Desa Teumpok Teungoh. Bahkan Irsyadi tidak mengetahui sama sekali adanya kejadian penganiayaan anak dibawah umur oleh para pelaku yang merupakan orang dewasa.
Akan tetapi, Irsyadi membenarkan kalau si Ag alias Bt merupakan petugas Satpol-PP dan setiap harinya sebanyak enam petugas ditempatkan di pos keamanan rumah walkot di Jalan Angsana.
“ Saya sama sekali tidak mengetahui adanya kejadian itu. Setiap harinya enam petugas ditempatkan berjaga dirumah walkot, selain itu ada juga Piket Keamanan Dalam (PKD) yang mangkal setiap harinya,” paparnya. (SA/ZA)
Sikap loyalitas petugas Satpol-PP kepada anak walikota itu dinilai sudah diluar batas kewajaran dan sarat dengan aksi premanisme hingga membuat masyarakat merasa cemas dan khawatir akan terjadinya tawuran.
Salah seorang ibu rumah tangga Desa Teumpok Teungoh Lina mengatakan dirinya bersama para ibu rumah tangga lainnya terkejut ketika melihat sejumlah pria mengenderai tiga unit sepmor datang ke Jalan Angsana sambil membawa pedang dan parang.
Sekelompok pria ini pun berkeliling sebanyak empat kali di Jalan Angsana pada saat menjelang sore hari dan malam harinya, Senin (19/9) kemarin, atau tepat pada saat para pemuda desa sedang tidak berada ditempat.
Namun masyarakat lingkungan sekitar khususnya para ibu rumah tangga justru merasa cemas dan khawatir akan terjadi pertumpahan darah antara warga dengan penjaga rumah walikota.
Hal serupa juga diungkapkan warga Jalan Angsana Ibrahim kepada Wartawan mengaku sempat melihat delapan orang pria berboncengan dengan satu sepmor bertiga dan membawa pedang dengan wajah bengis.
Ibrahim mengaku dirinya dan sejumlah warga setempat ada yang mengenali salah satu dari mereka yakni Ag alias Bt yang merupakan petugas Satpol-PP yang menjaga rumah walkot di Jalan Angsana.
“ Saya kenali wajah mereka yang bawa pedang dan mengancam warga sini. Apalagi mereka pakai celana dinas Satpol-PP dengan baju biasa. Salah satunya adalah si BT dia jelas adalah Satpol-PP dirumah walikota,” tuturnya.
Terkait situasi dan kondisi keamanan yang tidak kondusif antara warga dengan Satpol-PP dikediaman walkot, pihak aparat keamanan langsung menurunkan personil polisi untuk berpatroli dan menjaga keamanan di Jalan Angsana.
Kapolres mengatakan untuk mencegah insiden berkelanjutan atau terjadi hal tidak diinginkan terjadi, dirinya langsung menurunkan polisi di Jalan Angsana untuk menjaga keamanan agar masyarakat tidak cemas.
Sementara itu, Kapolres Lhokseumawe AKBP Hendri Budiman melalui Kapolsek Banda Sakti Iptu Ramli mengatakan secara bergantian, pihaknya telah menerima laporan resmi dari para korban yang merupakan anak dibawah umur yang menjadi korban penganiayaan.
Saat ini polisi masih mengumpulkan data dan fakta dengan memintai keterangan dari saksi korban khususnya korban yang telah mendapatan hasil visum dari rumah sakit.
Disisi lain, ketika menempuh jalur hukum yang berlaku, justru para korban penganiayaan sebanyak 11 anak dibawah umur itu mengalami kendala ekonomi.
Lantaran mereka yang berasal dari keluarga miskin hampir semuanya tidak punya uang untuk membayar hasil visum rumah sakit sakit sekitar Rp150 ribu. Diantara mereka hanya Rahmad, 17 yang mengalami luka berat telah mengambil hasil visul setelah mendapatkan uang yang dikumpulkan bersama para keluarga dan saudaranya.
Rahmad mengaku saat kejadian pengeroyokan, Minggu (18/9) kemarin, dia dan teman-temannya sempat melihat M yang awalnya sempat cekcok dan saling mengejek, terkesan bagai bertepuk dada karena didukung puluhan orang dewasa yang menjadi tukang pukul.
Para korban mengaku tidak ada yang melihat langsung kalau M ikut memukul. Akan tetapi sempat melihat M menyaksikan adegan penganiayaan dengan rasa senang dan puas.
“ Saya sendiri memang tidak lihat jelas, si M ikut memukul atau tidak. Padahal cuma gara-gara saling mengejek, tapi malah main pukul. Saya juga lihat M yang menggiring banyak orang dewasa untuk menghajar kami habis-habisan,” terangnya.
Kepala Satpol-PP dan Wilayatul Hisbah Kota Lhokseumawe Irsyadi mengaku dirinya sangat terkejut mendapatkan informasi kejadian penganiayaan di Desa Teumpok Teungoh. Bahkan Irsyadi tidak mengetahui sama sekali adanya kejadian penganiayaan anak dibawah umur oleh para pelaku yang merupakan orang dewasa.
Akan tetapi, Irsyadi membenarkan kalau si Ag alias Bt merupakan petugas Satpol-PP dan setiap harinya sebanyak enam petugas ditempatkan di pos keamanan rumah walkot di Jalan Angsana.
“ Saya sama sekali tidak mengetahui adanya kejadian itu. Setiap harinya enam petugas ditempatkan berjaga dirumah walkot, selain itu ada juga Piket Keamanan Dalam (PKD) yang mangkal setiap harinya,” paparnya. (SA/ZA)
loading...
Post a Comment