Banda Aceh - Proses pembahasan revisi Qanun nomor 5 tahun 2012 yang mengatur
tentang Pilkada perlu secepatnya dibahas oleh DPR Aceh bagi mengelakkan
permasalahan hukum di kemudian hari terkait pelaksanaan pilkada pada
2017 mendatang.
Hal
tersebut disampaikan oleh Staf Ahli Gubernur Aceh bidang Hukum dan
Pemerintahan, M Jafar SH dalam diskusi Focus Group Discussion yang
berjudul “Refleksi Pilkada 2015 menuju Pilkada Aceh 2017” di Hotel
Grand Nanggroe, Banda Aceh, Rabu 23 Maret 2016.
“Saat
ini antara UUPA, Qanun no. 5 Tahun 2012, UU no. 8 Tahun 2015 dan
Putusan MK tentang pilkada masih banyak perbedaan dan pendapat. Hal ini
harus segera dibahas oleh para legislatif, karena jika tidak pilkada
akan kacau karena tidak adanya kepastian hukum dalam pelaksanaan pilkada
nanti,” kata M. Jafar.
Antara
hal yang menurutnya perlu dibahas segera adalah terkait dukungan calon
perseorangan di Aceh harus mengajukan 3 persen dari jumlah penduduk
menurut Qanun, sedangkan menurut UU No. 8, Tahun 2015 menyebutkan antara
6.5% hingga 10% dari total jumlah penduduk.
“Hal ini harus segera dibahas dan ditetapkan oleh DPR Aceh agar tidak terjadi permasalahan hukum nantinya,” katanya.
Selanjutnya,
M. Jafar berharap qanun pilkada untuk turut memasukkan poin terkait tes
bebas narkoba kepada para calon. “Hal ini penting bagi memastikan
orang-orang yang berada di puncak pemerintahan tidak terlibat dalam
penggunaan benda terlarang tersebut,” katanya.
“Hal
lainnya yang perlu dibahas termasuk syarat pengunduran diri dari partai
bagi calon perorangan yang dalam qanun pilkada diatur tetapi tidak pada
UU No. 8, 2015 tentang pilkada,” katanya.
Kemudian,
terkait dengan rekomendasi dari DPP partai bagi calon jalur harus
mendapat persetujuan DPP, sedangkan dalam qanun pilkada tidak diatur.
“Ini semua permasalahan hukum yang harus segera dibahas supaya proses
pilkada nantinya berjalan lancar dan mempunyai kekuatan hukum yang
jelas,” ujarnya.
“Ada
banyak hal lain lagi seperti penetapan calon bagi mantan narapidana,
persentase kemenangan suara dan lain-lain yang masih berbeda antara
Qanun nomor 5 tahun 2012 terkait pilkada, UU No. 8 Tahun 2015 tentang
pilkada dan putusan MK terkait UU pilkada,” kata M. Jafar.
Terkait
dengan anggaran untuk penyelenggaraan pilkada, M. Jafar mengatakan para
kabupaten/kota dan Pemerintah Aceh perlu mempunyai ketepatan anggaran
untuk mendukung kelancaran proses pilkada mendatang.
FGD
yang diselenggarakan oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh
tersebut dihadiri oleh ratusan peserta yang mewakili para aparatur
pemerintahan, partai politil, Lembaga Swadaya Masyarakat serta beberapa
tokoh politik membahas berbagai topik dan isu permasalahan menjelang
pilkada di Aceh.(Rill)
loading...
Post a Comment