Banda Aceh - Gubernur Aceh menyebutkan, perempuan Aceh punya tanggungjawab dalam mewujudkan perdamaian dan kesejahteraan masyarakat. Sejak dahulu, perempuan telah memainkan peran penting dalam berbagai sektor kesejahteraan masyarakat. Karena itu, perempuan Aceh harus bangkit seperti perempuan Aceh tempo dulu.
"Bukti sejarah menunjukkan kerajaan Aceh pernah dipimpin tokoh perempuan secara berturut-turut, yaitu Sultanah Safiyatuddin Syah, Sultanah Zakiyatuddin Syah, Sultanah Kamalatsyah, dan Sultanah Inayat Syah," kata Gubernur Aceh, dr H Zaini Abdullah pada peringatan Hari Perempuan Sedunia, di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Minggu (6/3).
Kata Zaini, dalam catatan sejarah juga disebutkan bahwa banyak perempuan Aceh yang terlibat dalam perjuangan kemerdekaan NKRI yang terkenal, semisal Laksamana Malahayati, Cut Nyak Dhien, Cut Meutia hingga Pocut Meurah. Kenyataan tersebut, lanjut Zaini, menggambarkan bahwa perempuan Aceh memiliki kualitas dan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam rangka memperjuangkan dan mengatur tatanan kehidupan sosial masyarakat Aceh.
“Peran perempuan sebagai pemimpin di ruang publik semakin berkurang. Kurangnya peran perempuan bisa dilihat dari sedikitnya perempuan yang tampil sebagai pemimpin di ruang publik. Di parlemen Aceh misalnya, hanya 12 orang perempuan dari 81 anggota dewan di tingkat provinsi. Sementara untuk tingkat kabupaten/kota, keterlibatan perempuan hanya 8, 8 persen. Dari 650 kursi tersedia, hanya diisi oleh 57 politisi perempuan,” sebut Zaini Abdullah.
Kata Zaini, realita banyak menunjukkan kasus kekerasan yang meningkat terhadap perempuan dan anak-anak. Karena itu, sebut Zaini, pemerintah akan lebih peduli pada peningkatan kapasitas perempuan dan akan memberikan perlindungan khusus kepada perempuan dan anak.
“Para ulama, tokoh adat dan tokoh masyarakat harus turut aktif mensosialisasikan gerakan kebangkitan perempuan Aceh, dan pembinaan keluarga. Secara bersama-sama kita perlu membangun kesadaran agar tidak terjadi diskriminasi dalam berbagai hal. Upaya perlindungan juga harus ditingkatkan agar kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak tidak lagi terjadi di Aceh,” kata Zaini.
Sementara Ketua Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh, Dahlia menyebutkan, momentum hari perempuan sedunia seyogyanya jatuh pada tanggal 8 Maret pada tiap tahunnya, hal itu dilaksanakan untuk mengenang kegigihan perempuan di berbagai dunia.
"Bagi perempuan Aceh, mengingatkan kita peran perempuan dalam sejarah bangsa dan penyebaran agama Islam,” sebut Dahlia.
Islam, kata Dahlia meninggikan derajat perempuan. penyebaran ajaran Islam oleh Nabi Muhammad SAW membawa misi perempuan menjadi mitra lelaki.
"Perempuan itu pendidik budiman. Islam menuntun perempuan. Jika perempuan baiklah, maka baiklan anak-anak dan laki laki di dunia,” ujar Dahlia.
Karena itu, kata Dahlia, kepemimpinan perempuan mutlak dan dan perlu digerakkan serta juga menjadi pihak yang turut serta menjaga dan merawat perdamaian yang telah terjadi di provinsi Aceh.
“Realita banyaknya kejahatan yang terjadi terhadap perempuan di Aceh harus diberantas dan perempuan harus dilindungi,” ucap Dahlia.
Hal senada disampaikan Ketua Penggerak PPK provinsi Aceh, Niazah A Hamid dalam pernyataan sikap, Niazah meminta pemerintah Aceh melindungi perempuan dan anak-anak dari tindakan kekerasan seksual dan kriminal lainnya yang sering dilakukan laki-laki.
“Pemerintah juga harus melindungi anak dan perempuan dari dampak perkembangan informasi teknologi negatif,” pinta Niazah, isteri Gubernur Aceh.
Kata Niazah, dirinya juga meminta pemerintah Aceh memberikan perhatian secara menyeluruh kepada perempuan terkait masalah kesehatan dan kebutuhan dasar bagi perempuan Aceh.
“Pemerintah harus memberikan perlindungan bagi perempuan,” ucap Niazah. (Rill)
"Bukti sejarah menunjukkan kerajaan Aceh pernah dipimpin tokoh perempuan secara berturut-turut, yaitu Sultanah Safiyatuddin Syah, Sultanah Zakiyatuddin Syah, Sultanah Kamalatsyah, dan Sultanah Inayat Syah," kata Gubernur Aceh, dr H Zaini Abdullah pada peringatan Hari Perempuan Sedunia, di Anjong Mon Mata, Banda Aceh, Minggu (6/3).
Kata Zaini, dalam catatan sejarah juga disebutkan bahwa banyak perempuan Aceh yang terlibat dalam perjuangan kemerdekaan NKRI yang terkenal, semisal Laksamana Malahayati, Cut Nyak Dhien, Cut Meutia hingga Pocut Meurah. Kenyataan tersebut, lanjut Zaini, menggambarkan bahwa perempuan Aceh memiliki kualitas dan kesempatan yang sama dengan laki-laki dalam rangka memperjuangkan dan mengatur tatanan kehidupan sosial masyarakat Aceh.
“Peran perempuan sebagai pemimpin di ruang publik semakin berkurang. Kurangnya peran perempuan bisa dilihat dari sedikitnya perempuan yang tampil sebagai pemimpin di ruang publik. Di parlemen Aceh misalnya, hanya 12 orang perempuan dari 81 anggota dewan di tingkat provinsi. Sementara untuk tingkat kabupaten/kota, keterlibatan perempuan hanya 8, 8 persen. Dari 650 kursi tersedia, hanya diisi oleh 57 politisi perempuan,” sebut Zaini Abdullah.
Kata Zaini, realita banyak menunjukkan kasus kekerasan yang meningkat terhadap perempuan dan anak-anak. Karena itu, sebut Zaini, pemerintah akan lebih peduli pada peningkatan kapasitas perempuan dan akan memberikan perlindungan khusus kepada perempuan dan anak.
“Para ulama, tokoh adat dan tokoh masyarakat harus turut aktif mensosialisasikan gerakan kebangkitan perempuan Aceh, dan pembinaan keluarga. Secara bersama-sama kita perlu membangun kesadaran agar tidak terjadi diskriminasi dalam berbagai hal. Upaya perlindungan juga harus ditingkatkan agar kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak tidak lagi terjadi di Aceh,” kata Zaini.
Sementara Ketua Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh, Dahlia menyebutkan, momentum hari perempuan sedunia seyogyanya jatuh pada tanggal 8 Maret pada tiap tahunnya, hal itu dilaksanakan untuk mengenang kegigihan perempuan di berbagai dunia.
"Bagi perempuan Aceh, mengingatkan kita peran perempuan dalam sejarah bangsa dan penyebaran agama Islam,” sebut Dahlia.
Islam, kata Dahlia meninggikan derajat perempuan. penyebaran ajaran Islam oleh Nabi Muhammad SAW membawa misi perempuan menjadi mitra lelaki.
"Perempuan itu pendidik budiman. Islam menuntun perempuan. Jika perempuan baiklah, maka baiklan anak-anak dan laki laki di dunia,” ujar Dahlia.
Karena itu, kata Dahlia, kepemimpinan perempuan mutlak dan dan perlu digerakkan serta juga menjadi pihak yang turut serta menjaga dan merawat perdamaian yang telah terjadi di provinsi Aceh.
“Realita banyaknya kejahatan yang terjadi terhadap perempuan di Aceh harus diberantas dan perempuan harus dilindungi,” ucap Dahlia.
Hal senada disampaikan Ketua Penggerak PPK provinsi Aceh, Niazah A Hamid dalam pernyataan sikap, Niazah meminta pemerintah Aceh melindungi perempuan dan anak-anak dari tindakan kekerasan seksual dan kriminal lainnya yang sering dilakukan laki-laki.
“Pemerintah juga harus melindungi anak dan perempuan dari dampak perkembangan informasi teknologi negatif,” pinta Niazah, isteri Gubernur Aceh.
Kata Niazah, dirinya juga meminta pemerintah Aceh memberikan perhatian secara menyeluruh kepada perempuan terkait masalah kesehatan dan kebutuhan dasar bagi perempuan Aceh.
“Pemerintah harus memberikan perlindungan bagi perempuan,” ucap Niazah. (Rill)
loading...
Post a Comment