![]() |
Ilustrasi |
Banda Aceh - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Banda Aceh menuntut tiga petinggi Politeknik Aceh masing-masing 5,5 tahun penjara. Mereka adalah Ketua Yayasan, Ramli Rasyid, Direktur kampus itu, Zainal Hanafi, dan Ketua Unit Pelaksana Penguatan kampus tersebut, Sibran.
Sedangkan mantan bendahara Yayasan Politeknik Aceh, Elfina dituntut lebih berat, yaitu tujuh tahun penjara. Keempat terdakwa dinyatakan terbukti melakukan korupsi dana yayasan tersebut tahun 2011-2012 sebesar Rp 2,3 miliar dari total dana Rp 11.062.938.000.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Banda Aceh, Lena Rosdiana Aji SH, Mairia Efita Ayu SH, dan Cut Henny Usmayanti SH membacakan tuntutan ini dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, Senin (21/3). Selain itu, keempat terdakwa juga dibebankan membayar denda masing-masing Rp 200 juta atau bisa diganti kurungan tambahan (subsider) enam bulan kurungan. “Khusus untuk Elfina dibebankan membayar uang penganti (UP) sebesar Rp 1,1 miliar lebih,” baca JPU Lena Rosdiana Aji.
Apabila terdakwa tidak dapat membayar UP dalam waktu sebulan setelah putusan hakim mempunyai kekuatan tetap, maka jaksa dapat menyita harta bendanya untuk menutupi UP tersebut. “Apabila tidak mencukupi juga, maka diganti dengan pidana penjara selama 3,5 tahun kurungan,” ujar jaksa lagi.
Menanggapi dakwaan tersebut, masing-masing terdakwa melalui kuasa hukumnya menyatakan akan menanggapi secara tertulis dalam pembelaan (pleidoi). Sidang yang diketuai Sulthoni SH MH dibantu hakim anggota Muhifuddin SH MH dan Zulfan Efendi SH serta Panitera Penganti (PP), Harperiyani Efendi SH menuda sidang hingga Senin (28/3).
Seperti diketahui, saat ini Elfina juga sedang menjalani sisa masa hukuman dalam kasus korupsi dana milik PT Pegadaian senilai Rp 1,8 miliar, dengan cara memberi agunan mobil fiktif. Dia selama ini mendekam di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Perempuan di Lhoknga, Aceh Besar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam tuntutan yang mereka bacakan secara terpisah mengungkapkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, sehingga diketahui peran masing-masing terdakwa, yaitu pada 2011-2012 Politeknik Aceh mendapat dana hibah dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional/Kebudayaan dan Pemko Banda Aceh Rp 11.062.938.000. Namun, dana hibah yang digunakan Bendahara Politeknik Aceh saat itu, Elfina, tidak sesuai Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) tahun 2012 sebesar Rp 4.095.137.436.
Menurut JPU, saat itu terdakwa Sibran selaku Ketua Unit Pelaksana Penguatan Politeknik Aceh pernah memberikan usulan untuk perubahan specimen tandatangan pada rekening BNI atas nama UPHP Politeknik Aceh kepada Ramli Rasyid selaku Ketua Yayasan Politeknik Aceh. Tapi, Elfina tidak menyetujuinya. “Atas ketidaksetujuan tersebut Sibran dan Zainal Hanafi tetap membiarkannya, sehingga proses pencairan uang dana hibah tahun 2011 dan tahun 2012 yang dilakukan oleh Elfina selaku bendahara hanya disetujui oleh Ramli Rasyid selaku Ketua Yayasan Politeknik Aceh tanpa melalui verifikasi,” kata JPU.
Akibatnya, Elfina menjadi leluasa menandatangani cek giro bersama dan menggunakan dana hibah tersebut tidak sesuai ketentuan dan peruntukan. Berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan Aceh, perbuatan mereka telah merugikan negara Rp 2,3 miliar lebih. Keempatnya dinyatakan melanggar Pasal 2 Undang-Undang Tipikor.(Sumber | Serambinews.com)
Sedangkan mantan bendahara Yayasan Politeknik Aceh, Elfina dituntut lebih berat, yaitu tujuh tahun penjara. Keempat terdakwa dinyatakan terbukti melakukan korupsi dana yayasan tersebut tahun 2011-2012 sebesar Rp 2,3 miliar dari total dana Rp 11.062.938.000.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Banda Aceh, Lena Rosdiana Aji SH, Mairia Efita Ayu SH, dan Cut Henny Usmayanti SH membacakan tuntutan ini dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, Senin (21/3). Selain itu, keempat terdakwa juga dibebankan membayar denda masing-masing Rp 200 juta atau bisa diganti kurungan tambahan (subsider) enam bulan kurungan. “Khusus untuk Elfina dibebankan membayar uang penganti (UP) sebesar Rp 1,1 miliar lebih,” baca JPU Lena Rosdiana Aji.
Apabila terdakwa tidak dapat membayar UP dalam waktu sebulan setelah putusan hakim mempunyai kekuatan tetap, maka jaksa dapat menyita harta bendanya untuk menutupi UP tersebut. “Apabila tidak mencukupi juga, maka diganti dengan pidana penjara selama 3,5 tahun kurungan,” ujar jaksa lagi.
Menanggapi dakwaan tersebut, masing-masing terdakwa melalui kuasa hukumnya menyatakan akan menanggapi secara tertulis dalam pembelaan (pleidoi). Sidang yang diketuai Sulthoni SH MH dibantu hakim anggota Muhifuddin SH MH dan Zulfan Efendi SH serta Panitera Penganti (PP), Harperiyani Efendi SH menuda sidang hingga Senin (28/3).
Seperti diketahui, saat ini Elfina juga sedang menjalani sisa masa hukuman dalam kasus korupsi dana milik PT Pegadaian senilai Rp 1,8 miliar, dengan cara memberi agunan mobil fiktif. Dia selama ini mendekam di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Perempuan di Lhoknga, Aceh Besar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam tuntutan yang mereka bacakan secara terpisah mengungkapkan fakta hukum yang terungkap dalam persidangan, sehingga diketahui peran masing-masing terdakwa, yaitu pada 2011-2012 Politeknik Aceh mendapat dana hibah dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional/Kebudayaan dan Pemko Banda Aceh Rp 11.062.938.000. Namun, dana hibah yang digunakan Bendahara Politeknik Aceh saat itu, Elfina, tidak sesuai Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) tahun 2012 sebesar Rp 4.095.137.436.
Menurut JPU, saat itu terdakwa Sibran selaku Ketua Unit Pelaksana Penguatan Politeknik Aceh pernah memberikan usulan untuk perubahan specimen tandatangan pada rekening BNI atas nama UPHP Politeknik Aceh kepada Ramli Rasyid selaku Ketua Yayasan Politeknik Aceh. Tapi, Elfina tidak menyetujuinya. “Atas ketidaksetujuan tersebut Sibran dan Zainal Hanafi tetap membiarkannya, sehingga proses pencairan uang dana hibah tahun 2011 dan tahun 2012 yang dilakukan oleh Elfina selaku bendahara hanya disetujui oleh Ramli Rasyid selaku Ketua Yayasan Politeknik Aceh tanpa melalui verifikasi,” kata JPU.
Akibatnya, Elfina menjadi leluasa menandatangani cek giro bersama dan menggunakan dana hibah tersebut tidak sesuai ketentuan dan peruntukan. Berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan Aceh, perbuatan mereka telah merugikan negara Rp 2,3 miliar lebih. Keempatnya dinyatakan melanggar Pasal 2 Undang-Undang Tipikor.(Sumber | Serambinews.com)
loading...
Post a Comment