![]() |
Gubernur Aceh Doto Zaini Abdullah |
statusaceh.net - Dokter Zaini Abdullah mengatakan, masyarakat Aceh perlu menimbang-nimbang kembali figur calon gubernur (cagub) yang telah diusung Partai Aceh (PA) pada Pilkada 2017. Sebab, jika salah memilih figur, maka akan berdampak pada pembangunan Aceh untuk lima tahun ke depan.
“Tahun 2017 akan dilaksanakan pesta demokrasi, yakni pemilihan cagub dan cawagub Aceh. Waktu berpikir tinggal sedikit bagi masyarakat untuk menilai figur kepala daerah. Apakah cagub yang diusung hari ini telah cocok? Masyarakat bisa menimbang-nimbang kembali figur tersebut. Jangan sampai masyarakat salah memilih pada tahun 2017,” kata Zaini Abdullah selaku Tuha Peuet Partai Aceh (PA) yang juga Gubernur Aceh, Jumat (4/12), dalam pidatonya saat menghadiri Milad Ke-39 GAM di Masjid Raya Labui, Kecamatan Pidie.
Zaini menyatakan, cagub yang diusung PA untuk Pilkada 2017 seharusnya berdasarkan musyarawarah besar (mubes).
Di sisi lain ia nyatakan, PA merupakan partai besar yang lahir sesuai dengan amanah MoU Helsinki. Tak hanya itu, PA juga merupakan partai hidup mati. “Untuk itu, warga harus bahu-membahu membangun kebersamaan,” ucapnya.
Tuha Peuet PA ini mengaku sangat menyayangkan karena kini perpecahan terjadi di kubu PA. “Rekan-rekan yang telah berseberangan sedianya kembali ke asal dengan tidak berpecah-belah. Melalui momentum peringatan milad GAM kali ini, mari kita berdoa kepada Allah agar dengan rida-Nya kita akan bersatu kembali untuk menyejahterakan Aceh yang kita cintai ini,” ujarnya.
Diakuinya, pembangunan Aceh belum banyak membuahkan hasil, masih banyak butir di dalam UUPA maupun MoU Helsinji yang belum terealisasi, meski damai Aceh sudah berusia sepuluh tahun.
Pertegas
Gubernur Aceh itu juga mempertegas bahwa memperingati milad GAM dengan melakukan doa bersama, bukanlah untuk tujuan kemerdekaan Aceh, melainkan wujud rasa syukur kepada Allah karena Aceh yang dulunya berkonflik, kini sudah dalam keadaan damai.
“Konflik peperangan yang begitu panjang terjadi di Aceh harusnya tidak membuat masyarakat harus hidup trauma. Masyarakat harus bangkit untuk membangun Aceh yang lebih baik lagi. Makanya kita perlu mendoakan rekan-rekan kita yang telah berseberangan supaya kembali ke asal. Mari kita duduk bersama lagi, kompak seperti ketika Aceh masih konflik. Hanya dengan kebersamaanlah kita bisa membangun masyarakat yang lebih sejahtera,” kata Zaini di depan jamaah Masjid Raya Labui.
WN tak berpolitik
Dalam kesempatan itu, mantan menteri Luar Negeri Aceh Merdeka ini juga menegaskan peran Lembaga Wali Nanggroe (WN) sebagai alat pemersatu masyarakat Aceh, sesuai ketentuan undang-undang (qanun). Oleh karenanya, semua aspirasi masyarakat harus ditampung oleh WN, tidak boleh berdiri hanya pada kelompok tertentu saja.
Ia tambahkan, WN tak boleh berpolitik karena lembaga itu sebagai simbol pemersatu rakya Aceh. “Politik tersebut biarlah urusan saya sebagai gubenur dan jajaran. Harapan saya, Wali Nanggroe menjadi pemersatu rakyat Aceh benar-benar nyata,” pungkas Zaini Abdullah.
“Tahun 2017 akan dilaksanakan pesta demokrasi, yakni pemilihan cagub dan cawagub Aceh. Waktu berpikir tinggal sedikit bagi masyarakat untuk menilai figur kepala daerah. Apakah cagub yang diusung hari ini telah cocok? Masyarakat bisa menimbang-nimbang kembali figur tersebut. Jangan sampai masyarakat salah memilih pada tahun 2017,” kata Zaini Abdullah selaku Tuha Peuet Partai Aceh (PA) yang juga Gubernur Aceh, Jumat (4/12), dalam pidatonya saat menghadiri Milad Ke-39 GAM di Masjid Raya Labui, Kecamatan Pidie.
Zaini menyatakan, cagub yang diusung PA untuk Pilkada 2017 seharusnya berdasarkan musyarawarah besar (mubes).
Di sisi lain ia nyatakan, PA merupakan partai besar yang lahir sesuai dengan amanah MoU Helsinki. Tak hanya itu, PA juga merupakan partai hidup mati. “Untuk itu, warga harus bahu-membahu membangun kebersamaan,” ucapnya.
Tuha Peuet PA ini mengaku sangat menyayangkan karena kini perpecahan terjadi di kubu PA. “Rekan-rekan yang telah berseberangan sedianya kembali ke asal dengan tidak berpecah-belah. Melalui momentum peringatan milad GAM kali ini, mari kita berdoa kepada Allah agar dengan rida-Nya kita akan bersatu kembali untuk menyejahterakan Aceh yang kita cintai ini,” ujarnya.
Diakuinya, pembangunan Aceh belum banyak membuahkan hasil, masih banyak butir di dalam UUPA maupun MoU Helsinji yang belum terealisasi, meski damai Aceh sudah berusia sepuluh tahun.
Pertegas
Gubernur Aceh itu juga mempertegas bahwa memperingati milad GAM dengan melakukan doa bersama, bukanlah untuk tujuan kemerdekaan Aceh, melainkan wujud rasa syukur kepada Allah karena Aceh yang dulunya berkonflik, kini sudah dalam keadaan damai.
“Konflik peperangan yang begitu panjang terjadi di Aceh harusnya tidak membuat masyarakat harus hidup trauma. Masyarakat harus bangkit untuk membangun Aceh yang lebih baik lagi. Makanya kita perlu mendoakan rekan-rekan kita yang telah berseberangan supaya kembali ke asal. Mari kita duduk bersama lagi, kompak seperti ketika Aceh masih konflik. Hanya dengan kebersamaanlah kita bisa membangun masyarakat yang lebih sejahtera,” kata Zaini di depan jamaah Masjid Raya Labui.
WN tak berpolitik
Dalam kesempatan itu, mantan menteri Luar Negeri Aceh Merdeka ini juga menegaskan peran Lembaga Wali Nanggroe (WN) sebagai alat pemersatu masyarakat Aceh, sesuai ketentuan undang-undang (qanun). Oleh karenanya, semua aspirasi masyarakat harus ditampung oleh WN, tidak boleh berdiri hanya pada kelompok tertentu saja.
Ia tambahkan, WN tak boleh berpolitik karena lembaga itu sebagai simbol pemersatu rakya Aceh. “Politik tersebut biarlah urusan saya sebagai gubenur dan jajaran. Harapan saya, Wali Nanggroe menjadi pemersatu rakyat Aceh benar-benar nyata,” pungkas Zaini Abdullah.
Serambines.com
loading...
Post a Comment