![]() |
Alm Teungku Muhammad Hasan di Tiro |
“Bendera itu tidak ada beda dengan yang digunakan oleh Paduka Yang Mulia Wali Neugara Hasan Tiro saat bergerak melawan penjajah Indonesia. Bendera itu tidak sedikitpun berlainan dengan kain yang kami ikat dikepala dan kami rela mati deminya,”
Statusaceh.net - Akhirnya, setelah sekian lama luntang
lantung, polemik boleh atau tidaknya Bendera Bintang Bulan (BB) berkibar
sebagai bendera Propinsi Aceh terjawab sudah. finalnya, bendera
tersebut dilarang berkibar. sebab serupa dengan bendera perlawanan yang
digunakan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang dulu merongrong
kewibawaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Ekses dari itu, aparat kepolisian bergerak untuk menurunkan bendera BB dimanapun kain merah ber les hitam dan putih itu berkibar. Entah ini akhir dari perjalanan, namun yang pasti setelah sekina lama “naik malam”, akhirnya harus diturunkan. Suka atau tidak suka bukanlah pilihan, sebab perintahnya jelas. Turunkan…..!!!.
Saya tidak tahu, apakah Adnan Beuransyah, politisi DPRA dari salahs atu partai lokal akan siap berhadapan dengan para pelaku penurunan bendera BB. Sebab sebelumnya politisi yang punya tatapan tajam ini pernah mengatakan bahwa dia siap dicincang untuk mempertahankan agar BB tetap berkibar di Aceh. Berikut ini saya kutip sedikit pernyataan itu yang dimuat oleh Aceh Online Community:
Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh (DPRA), Tengku Adnan Beuransyah, meminta Pemerintah Pusat tidak melarang pengesahan Bendera Bulan Bintang. Dia menegaskan bendera itu tetap akan menjadi Bendera Aceh meski ditentang oleh Kementerian Dalam Negeri.
"Kami sebagai wakil (rakyat), bertanggungjawab terhadap pengesahan itu. Meskipun kami dicincang, tidak akan mengubahnya," kata Beuransyah usai mengikuti Rapat Dengar Pendapat DPR dengan 22 Pemerintah Provinsi soal Daerah Otonom di Komisi II, Jakarta, Kamis (28/3/2013).
Terlepas dari pernyataan beberapa anggota DPRA terkait heroiknya pendapat mereka demi terwujudnya BB sebagai bendera Propinsi Aceh, namun yang pasti kartu terakhir dipegang oleh Jakarta. Saya tidak tahu siapa yang lemah dalam membangun bergaining dan lobi politik. Namun yang jelas proses itu sudah selesai.
Dulu, pihak yang menginginkan BB menjadi bendera propinsi dan bermarwah setingkat dengan bendera propinsi lain itu, berdalih bahwa BB versi DPRA bukanlah perwujudan BB yang dijadikan identitas GAM saat berjuang dulu. Namun kebetulan saja serupa.
Pernyataan tersebut tentu saja tidak diterima mentah-mentah oleh siapapun. Walau protes hanya berani dilakukan oleh masyarakat di wilayah tengah dan barat (sebagian masyarakat diwilayah ini memang anti sekali dengan BB) bukan berarti yang di pantai timur dan sangat mencintai bendera itu tidak berkomentar. Mereka tetap bicara, walau hanya sebatas bisikan.
Seorang eks kombatan yang kebetulan tidak terlibat dalam hiruk pikuk politik gangster ala Aceh, kepada penulis pernah menuturkan, bahwa orang silap dan jawai saja bisa mengetahui bahwa bendera yang “naik malam” selama ini tidak beda sedikitpun dengan BB yang digunakan oleh Hasan Tiro untuk bergerak melawan “imperialis” Indonesia.

“Bendera itu tidak ada beda dengan saat digunakan oleh Hasan Tiro saat bergerak melawan penjajah Indonesia. Bendera itu tidak sedikitpun berlainan dengan kain yang kami ikat dikepala dan kami rela mati deminya,” ujar eks kombatan yang namanya tidak saya tuliskan disini.
Menurut lelaki yang telah kehilangan segalanya dalam perang itu mengatakan bahwa mau tidak mau, suka tidak suka, bila benar BB dijadikan sebagai bendera propinsi, itu bentuk pengkhianatan nyata terhadap perjuangan Hasan Tiro.
Nah, eks kombatan ini mengatakan demikian, namun mengapa pihak legislatif Aceh dulunya begitu ngotot menjadikan BB sebagai bendera daerah, yang tentu saja marwahnya tidak lebih hebat dari bendera klub sepakbola?. Bila dikatakan tidak sama, dimana letak perbedaannya?
Sebagai pribadi yang ikut mendukung perjuangan GAM dimasa lalu, saya juga punya pandangan demikian. Bahwa pemaksaan BB menjadi bendera daerah merupakan bentuk penghinaan terhadap Bintang Bulan itu sendiri. Walau saya tidak menyebutkan yang mencoba mengganti makna bendera sebagai pengkhianat, namun sejatinya simpati saya hilang terhadap mereka.
***
Tadi siang teman saya yang eks kombatan itu menelpon. Dia mengatakan bahwa marwah BB tidak jadi rusak. Terkait sikap polisi yang menurunkan BB dengan tindakan tidak hormat, dia menyebutkan itu bukan persoalan. Sebab penjajah tetap akan berlaku demikian terhadap identitas politik daerah jajahan.
Namun yang sangat penting bagi teman saya itu, BB tidak jadi turun kelas menjadi bendera pengawal Merah Putih.
“Bagi saya tidak soal polisi menurunkan BB dengan tidak hormat. Bukankah perilaku penjajah selalu demikian?. Yang penting BB tidak berubah fungsi, dan tidak ada yang benar-benar mengkhianati Hasan Tiro,".
Diakhir percakapan dia mengatakan, biarklah BB dijadikan identitas bagi orang Aceh yang masih berjuang memerdekakan negeri ini dari cengkeraman Indonesia. Jangan lagi kita kotori demi kepentingan sesaat. kepada Yang Mulia Wali Neugara Acheh, Teungku Muhammad Hasan di Tiro, rest in peace.(JM)
loading...
Post a Comment