![]() |
Mahasiswa Papua di Aceh berbaur dengan masyarakat dan mahasiswa lain tanpa diskriminasi. (Foto: Hendri/INI Network) |
Banda Aceh - Mahasiswa asal Papua yang sedang menuntut ilmu di Aceh mengirim pesan damai dari Bumi Serambi Makkah itu. Selama di Aceh, merasa aman dan nyaman.
Aceh merupakan daerah yang diikat dengan peraturan syariat Islam. Namun, bagi warga Papua, tidak ada masalah dengan aturan-aturan agama yang berlaku di sana. Sebab, syariat Islam memang hanya mengatur penganutnya.
Sebanyak 74 mahasiswa yang berasal dari Papua mengakui selama menimba ilmu di sejumlah universitas di Aceh belum pernah mengalami diskriminasi oleh masyarakat setempat. Bahkan kehadiran mereka di sambut baik oleh masyarakat di Bumi Rencong ini.
Hal tersebut disampaikan oleh Yuspani Asemki Ketua HIMAPA (Himpunan Mahasiswa Papua Aceh) di sela-sela kegiatannya di kampus Unsyiah, Banda Aceh, Rabu (21/8). Katanya, Aceh merupakan Provinsi yang patut untuk di contoh dalam hal toleransi.
“Walaupun kami memiliki latar belakang yang berbeda baik itu agama, budaya dan sosial tapi orang Aceh menerima kami dengan terbuka. Disini kami tak pernah rasakan rasisme dan lain-lain, sampai saat ini, kuliah kami berjalan lancar aman dan nyaman,” katanya.
Warga Papua di sana mengaku tidak pernah mengalami kekerasan verbal terkait etnis maupun agam. “Tidak ada yang mengusik kami bahkan juga yang melarang-larang kegiatan kami lakukan,” ujarnya.
Dari Aceh dia berpesan untuk seluruh masyarakat Indonesia agar terus menjaga keharmonisan, tetap menjaga persatuan dan kesatuan satu sama lain. Isu rasisme antarsesama tidak boleh terjadi lagi.
“Yang dilakukan berbagai tempat di Papua, masyarakat tidak terima karena telah menyakitkan hati kami sebagai warga Papua. Saya pikir itu wajar untuk membela indetitas. Oleh sebab itu kami harapkan untuk ke depan jangan ada lagi, karena kita Indonesia,” ujarnya.
Meski di Aceh mereka merasa aman, mahasiswa Papua tetap berusaha lebih memperat lagi silaturahmi. “Silaturahmi harus jalan terus, aman, damai, tidak ada rasisme dan tidak diharapkan tejadi yang tidak kita inginkan,” katanya. | indonesiainside.id
Aceh merupakan daerah yang diikat dengan peraturan syariat Islam. Namun, bagi warga Papua, tidak ada masalah dengan aturan-aturan agama yang berlaku di sana. Sebab, syariat Islam memang hanya mengatur penganutnya.
Sebanyak 74 mahasiswa yang berasal dari Papua mengakui selama menimba ilmu di sejumlah universitas di Aceh belum pernah mengalami diskriminasi oleh masyarakat setempat. Bahkan kehadiran mereka di sambut baik oleh masyarakat di Bumi Rencong ini.
Hal tersebut disampaikan oleh Yuspani Asemki Ketua HIMAPA (Himpunan Mahasiswa Papua Aceh) di sela-sela kegiatannya di kampus Unsyiah, Banda Aceh, Rabu (21/8). Katanya, Aceh merupakan Provinsi yang patut untuk di contoh dalam hal toleransi.
“Walaupun kami memiliki latar belakang yang berbeda baik itu agama, budaya dan sosial tapi orang Aceh menerima kami dengan terbuka. Disini kami tak pernah rasakan rasisme dan lain-lain, sampai saat ini, kuliah kami berjalan lancar aman dan nyaman,” katanya.
Warga Papua di sana mengaku tidak pernah mengalami kekerasan verbal terkait etnis maupun agam. “Tidak ada yang mengusik kami bahkan juga yang melarang-larang kegiatan kami lakukan,” ujarnya.
Dari Aceh dia berpesan untuk seluruh masyarakat Indonesia agar terus menjaga keharmonisan, tetap menjaga persatuan dan kesatuan satu sama lain. Isu rasisme antarsesama tidak boleh terjadi lagi.
“Yang dilakukan berbagai tempat di Papua, masyarakat tidak terima karena telah menyakitkan hati kami sebagai warga Papua. Saya pikir itu wajar untuk membela indetitas. Oleh sebab itu kami harapkan untuk ke depan jangan ada lagi, karena kita Indonesia,” ujarnya.
Meski di Aceh mereka merasa aman, mahasiswa Papua tetap berusaha lebih memperat lagi silaturahmi. “Silaturahmi harus jalan terus, aman, damai, tidak ada rasisme dan tidak diharapkan tejadi yang tidak kita inginkan,” katanya. | indonesiainside.id
loading...
Post a Comment