Sabang - Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh, Safaruddin meminta Presiden Jokowi untuk membuka keterpasungan pelabuhan dan perdagangan Bebas Kawasan Sabang dari berbagai permasalahan regulasi teknis yang membuat kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas menjadi tidak bebas.
Hal itu disampaikan Ketua YARA Safaruddin dalam rillis yang diterima StatusAceh.Net, Selasa, 6 Februari 2018.
Menurutnya, UU 37/2000 tentang Kawasan Perdagangam Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang sudah mengatur secara tegas bahwa Sabang tidak masuk dalam wilayah kepabeanan, bahkan dalam PP 83/2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah kepada Dewan Kawasan Sabang, pada pasal 3 ayat (1) di sebutkan "kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Sabang bebas tata niaga.
Yang di maksud dengan bebas tata niaga adalah pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Sabang tidak di perlukan perizinan seperti yang berlaku di wilayah Indonesia lainnya, karena kawasan Sabang adalah terpisah dari Kepabeanan Indonesia, dan jenis barang bebasnya niaga yang di masukkan dan di keluarkan ke dan dari Kawasan Sabang di tetapkan oleh Badan Pengelola Kawasan Sabang (BPKS).
Tetapi yang terjadi saat ini banyak pembatasan pembatasan tertentu yang di lakukan oleh kantor Bea Cukai di Sabang, bahkan dari inveatigasi kami ke Pelabuhan BPKS, ada beberapa barang yang masuk ke Sabang, telah di lengkapi perizinan dari BPKS tetapi di tahan oleh Kantor Bea Cukai di Sabang.
“kami berharap kepada Presiden agar menginstruksikan kepada Menteri Keuangan untuk menarik Kantor Bea Cukai dari Kawasan Sabang, karena kawasan sabang bukan wilayah kepabeanan,”harapnya.
Safaruddin menambahkan, UU 37/2000 telah melimpahkan kewenangan melakukan pengawasan lalu lintas barang, monitor database dan informasi keluar masuknya barang kepada BPKS.
“Dalam hal tersebut BPKS dapat berkerjasama dengan pejabat instansi yang berwenang untuk melancarkan pemeriksaan dan kerjasama lainnya,”tambahnya.(SA/TSA)
Hal itu disampaikan Ketua YARA Safaruddin dalam rillis yang diterima StatusAceh.Net, Selasa, 6 Februari 2018.
Menurutnya, UU 37/2000 tentang Kawasan Perdagangam Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang sudah mengatur secara tegas bahwa Sabang tidak masuk dalam wilayah kepabeanan, bahkan dalam PP 83/2010 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemerintah kepada Dewan Kawasan Sabang, pada pasal 3 ayat (1) di sebutkan "kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Sabang bebas tata niaga.
Yang di maksud dengan bebas tata niaga adalah pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Sabang tidak di perlukan perizinan seperti yang berlaku di wilayah Indonesia lainnya, karena kawasan Sabang adalah terpisah dari Kepabeanan Indonesia, dan jenis barang bebasnya niaga yang di masukkan dan di keluarkan ke dan dari Kawasan Sabang di tetapkan oleh Badan Pengelola Kawasan Sabang (BPKS).
Tetapi yang terjadi saat ini banyak pembatasan pembatasan tertentu yang di lakukan oleh kantor Bea Cukai di Sabang, bahkan dari inveatigasi kami ke Pelabuhan BPKS, ada beberapa barang yang masuk ke Sabang, telah di lengkapi perizinan dari BPKS tetapi di tahan oleh Kantor Bea Cukai di Sabang.
“kami berharap kepada Presiden agar menginstruksikan kepada Menteri Keuangan untuk menarik Kantor Bea Cukai dari Kawasan Sabang, karena kawasan sabang bukan wilayah kepabeanan,”harapnya.
Safaruddin menambahkan, UU 37/2000 telah melimpahkan kewenangan melakukan pengawasan lalu lintas barang, monitor database dan informasi keluar masuknya barang kepada BPKS.
“Dalam hal tersebut BPKS dapat berkerjasama dengan pejabat instansi yang berwenang untuk melancarkan pemeriksaan dan kerjasama lainnya,”tambahnya.(SA/TSA)
loading...
Post a Comment