Banda Aceh - Review atau peninjauan ulang terhadap perusahaan-perusahaan perkebunan yang sedang beroperasi di Aceh wajib dilakukan oleh pemerintah. Hal ini untuk memastikan perusahaan-perusahaan tersebut menjalankan kewajiban dan mematuhi seluruh prosedur yang berlaku. Demikian salah satu poin yang berkembang dalam seminar dengan tema Urgensi Review Izin Perusahaan Perkebunan di Aceh yang digelar oleh Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) di sebuah hotel di Banda Aceh, Rabu (13/12).
Seminar untuk memaparkan hasil review terhadap empat perusahaan perkebunan yang dilakukan oleh MaTA menghadirkan dua orang narasumber; Agung Dwinurcahya dari Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) dan Riki Yuniagara dari LBH Banda Aceh. Dalam seminar yang dipandu oleh Taufik Abda dihadiri peserta dari unsur pemerintah daerah, masyarakat sipil dan juga akademisi serta praktisi yang ada di Banda Aceh.
Dalam pembukaan yang disampaikan oleh Koordinator MaTA, Alfian, untuk saat ini MaTA sedang fokus mendorong perbaikan tata kelola hutan dan lahan di Aceh. “Salah satu kegiatan yang kami lakukan adalah dengan melakukan review terhadap empat perusahaan perkebunan sawit yang berlokasi di Aceh Tamiang dan Aceh Timur,” ujarnya. Nantinya, MaTA juga akan menyampaikan hasil review ini kepada pemerintah agar dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan review izin secara menyeluruh keberadaan perusahaan-perusahaan perkebunan di Aceh.
Selanjutnya, Agung Dwinurcahya dan Riki Yuniagara dalam paparan menyampaikan bahwa review izin yang dilakukan bersama MaTA bertujuan untuk memastikan apakah keempat perusahaan yang dijadikan sample telah mematuhi seluruh ketentuan yang berlaku. Keempat perusahaan yang dimaksud terdiri dari PT Mestika Prima Lestari Indah, PT Teunggulon Raya, PT Sinar Kaloy Perkasa Indo dan PT Tegas Nusantara. Proses review yang dilakukan melalui uji prosedur dan juga peninjauan langsung lapangan ke lokasi dimana keberadaan perusahaan.
Dari proses review ini, sebut Riki, kami menemukan beberapa temuan antara lain HGU keempat perusahaan sebagian berada dalam Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), pemberian izin-izin tidak sesuai dengan prosedur dan cacat hukum dan juga melalukan perambahan kawasan hutan lindung untuk budidaya perkebunan sawit.
Di sisi lain, disampaikan sedikit kesulitan melakukan review terhadap keempat perusahaan tersebut karena keterbatasan data dan informasi yang dimiliki, meskipun MaTA sendiri sudah melakukan sengketa informasi di Komisi Informasi Aceh (KIA) untuk mendapatkan informasi yang utuh terkait dokumen keempat perusahaan tersebut.
Sementara itu, beberapa peserta yang hadir dari kegiatan seminar ini menyampaikan bahwa review izin terhadap seluruh perusahaan perkebunan penting untuk segera dilakukan. Ilyas Isti dari Ombudsman RI Perwakilan Aceh, “review secara menyeluruh perusahaan perkebunan harus segera dilakukan karena beberapa ditemukan adanya tumpang tindih”.
Sedangkan Yarmen Dinamika, Praktisi Media menyampaikan bahwa review terhadap perusahaan perkebunan seperti yang dilakukan oleh MaTA harus dilakukan secara berkala dan terus menerus oleh pemerintah. “Dari empat perusahaan yang direview oleh MaTA ditemukan beberapa potensi penyimpangan, bagaimana kalau direview secara menyeluruh pasti ditemukan potensi penyimpangan yang lain.” Review izin menurutnya juga untuk mengukur tingkat kepatuhan perusahaan yang selama ini kehadirannya justru terkadang berdampak negatif bagi masyarakat.
Selain itu, Yarmen juga menyoroti agar setiap penyelesaian konflik lahan jangan sampai merugikan masyarakat. Dia juga sebutkan publik dapat memanfaatkan Komisi Informasi Aceh untuk meminta data yang selama ini terkesan dipersulit. [Rillis]
Seminar untuk memaparkan hasil review terhadap empat perusahaan perkebunan yang dilakukan oleh MaTA menghadirkan dua orang narasumber; Agung Dwinurcahya dari Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) dan Riki Yuniagara dari LBH Banda Aceh. Dalam seminar yang dipandu oleh Taufik Abda dihadiri peserta dari unsur pemerintah daerah, masyarakat sipil dan juga akademisi serta praktisi yang ada di Banda Aceh.
Dalam pembukaan yang disampaikan oleh Koordinator MaTA, Alfian, untuk saat ini MaTA sedang fokus mendorong perbaikan tata kelola hutan dan lahan di Aceh. “Salah satu kegiatan yang kami lakukan adalah dengan melakukan review terhadap empat perusahaan perkebunan sawit yang berlokasi di Aceh Tamiang dan Aceh Timur,” ujarnya. Nantinya, MaTA juga akan menyampaikan hasil review ini kepada pemerintah agar dapat dijadikan sebagai dasar untuk melakukan review izin secara menyeluruh keberadaan perusahaan-perusahaan perkebunan di Aceh.
Selanjutnya, Agung Dwinurcahya dan Riki Yuniagara dalam paparan menyampaikan bahwa review izin yang dilakukan bersama MaTA bertujuan untuk memastikan apakah keempat perusahaan yang dijadikan sample telah mematuhi seluruh ketentuan yang berlaku. Keempat perusahaan yang dimaksud terdiri dari PT Mestika Prima Lestari Indah, PT Teunggulon Raya, PT Sinar Kaloy Perkasa Indo dan PT Tegas Nusantara. Proses review yang dilakukan melalui uji prosedur dan juga peninjauan langsung lapangan ke lokasi dimana keberadaan perusahaan.
Dari proses review ini, sebut Riki, kami menemukan beberapa temuan antara lain HGU keempat perusahaan sebagian berada dalam Kawasan Hutan Lindung dan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL), pemberian izin-izin tidak sesuai dengan prosedur dan cacat hukum dan juga melalukan perambahan kawasan hutan lindung untuk budidaya perkebunan sawit.
Di sisi lain, disampaikan sedikit kesulitan melakukan review terhadap keempat perusahaan tersebut karena keterbatasan data dan informasi yang dimiliki, meskipun MaTA sendiri sudah melakukan sengketa informasi di Komisi Informasi Aceh (KIA) untuk mendapatkan informasi yang utuh terkait dokumen keempat perusahaan tersebut.
Sementara itu, beberapa peserta yang hadir dari kegiatan seminar ini menyampaikan bahwa review izin terhadap seluruh perusahaan perkebunan penting untuk segera dilakukan. Ilyas Isti dari Ombudsman RI Perwakilan Aceh, “review secara menyeluruh perusahaan perkebunan harus segera dilakukan karena beberapa ditemukan adanya tumpang tindih”.
Sedangkan Yarmen Dinamika, Praktisi Media menyampaikan bahwa review terhadap perusahaan perkebunan seperti yang dilakukan oleh MaTA harus dilakukan secara berkala dan terus menerus oleh pemerintah. “Dari empat perusahaan yang direview oleh MaTA ditemukan beberapa potensi penyimpangan, bagaimana kalau direview secara menyeluruh pasti ditemukan potensi penyimpangan yang lain.” Review izin menurutnya juga untuk mengukur tingkat kepatuhan perusahaan yang selama ini kehadirannya justru terkadang berdampak negatif bagi masyarakat.
Selain itu, Yarmen juga menyoroti agar setiap penyelesaian konflik lahan jangan sampai merugikan masyarakat. Dia juga sebutkan publik dapat memanfaatkan Komisi Informasi Aceh untuk meminta data yang selama ini terkesan dipersulit. [Rillis]
loading...
Post a Comment