Banda Aceh - Kebijakan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh dalam menyeleksi calon pejabat di jajaran Pemerintah Aceh ke depan merupakan bagian dari janji politik, baik melalui visi dan misi maupun penyampaian melalui masa kampanye dulu, dimana dalam penempatan pejabat di organisasi pemerintahnya nanti melalui proses seleksi yang lebih dikenal dengan fit and proper test. Langkah tersebut juga bagian dari Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pengawai Negeri Sipil yang mengatur jabatan PNS mulai dari, Jabatan Administrasi (JA), Jabatan Fungsional (JF) dan Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT).
Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah menggadang-gadang akan menjalankan pemerintahan dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Untuk itu, publik menanti langkah nyata dari komitmen dan janji tersebut. Salah satu momentum penting dalam tata kelola pemerintahan adalah pemilihan pejabat daerah yang transparan dan akuntabel serta profesional. Langkah ini tentu banyak tantangan yang ditemui. Mampukah Irwandi memilih orang-orang yang terbaik dan dalam mewujudkan Aceh Hebat? Mampukah Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah memilih pejabat tanpa intervensi atau tanpa konflik kepentingan? Dua pertanyaan ini menjadi sangat penting, di tengah publik menanti langkah nyata Irwandi dalam memilih pejabat yang tepat, profesional dan mampu mewujudkan visi Aceh Hebat.
Oleh karena itu, MaTA sangat “berkepentingan” dan perlu didorong bersama dalam menentukan langkah-langkah rekrutmen pejabat di Aceh sehingga melahirkan orang-orang yang berintegritas dan memiliki mental antikorupsi, sebab proses seleksi kali ini juga terkurasnya dana APBA Perubahan 2017 sebesar Rp. 2 milyar. Menurut kami, ada 5 catatan penting untuk menjadi perhatian dan yang perlu dilakukan oleh Gubernur Aceh adalah sebagai berikut;
1. Tim yang terlibat dalam rekrutmen dan seleksi pejabat harus terdiri dari individu yang memiliki rekam jejak (track record) yang baik. Individu dimaksud selain harus punya kapasitas dan kapabilitas yang baik, juga mesti punya berintegritas yang tidak memiliki rekam jejak yang bermasalah baik secara hukum maupun sosial. Dengan demikian, menjadi sangat penting komposisi tim dimaksud diumumkan ke publik sebagai bagian dari akuntabilitas publik. Jika dari awal tim tersebut sudah “bermasalah” maka harapan lahirnya pejabat-pejabat baru yang mampu membangun iklim birokrasi yang baik dan bersih menjadi sulit dicapai.
2. Setiap tahapan yang dilakukan oleh tim seleksi harus disampaikan secara terbuka, dengan tujuan agar masyarakat dapat memberikan masukan dan informasi terkait track record calon yang sedang diseleksi oleh tim dan membuka tahapan ini juga lebih penting untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan dan bagian dari akses publik dalam pengawasan proses seleksi yang akan dilakukan.
3. Pemerintah Aceh harus melakukan pelembagaan terkait rekrutmen tersebut, pelembagaan ini penting untuk memastikan komitmen secara terus menerus dalam proses rekrutmen ke depannya. Tidak hanya kali ini saja proses seleksi dilakukan akan tetapi ketika terjadi pergantian atau kekosongan jabatan, rekrutmennya tetap melalui jalur seleksi (pelembagaan).
4. Bagi tim seleksi diwajibkan melakukan penelusuran atau rekam jejak terhadap calon yang akan diseleksi selain menerima input atau masukan dari publik, sehingga tim seleksi paham dan mengenal terhadap orang-orang yang mareka seleksi, sehingga orang-orang yang dihasilkan melalui seleksi tim benar-benar menjadi harapan publik.
5. Setiap orang yang telah terpilih dalam menempati posisi jabatannya, wajib menandatangani pakta integritas, minimal memuat komitmen pengunduran diri apabila terlibat masalah hukum, asusila, narkoba dan berkinerja buruk dalam menjabat.
Kami memandang bahwa salah satu upaya perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik di Aceh harus dimulai dari proses rekrutmen pejabat secara terbuka. Oleh karena itu, perlu komitmen yang kuat dari Gubernur dan Wakil Gubernur agar proses ini dapat berjalan dengan baik. Komitmen ini harus dipandang sebagai upaya yang dilakukan secara sistematis dengan lahirnya kebijakan daerah, sehingga proses seperti ini akan menjadi kebijakan yang baik bagi proses rekrutmen selanjutnya.[]
Banda Aceh, Ahad 19 November 2017,
Alfian, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA)
Pemerintah Aceh di bawah kepemimpinan Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah menggadang-gadang akan menjalankan pemerintahan dengan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Untuk itu, publik menanti langkah nyata dari komitmen dan janji tersebut. Salah satu momentum penting dalam tata kelola pemerintahan adalah pemilihan pejabat daerah yang transparan dan akuntabel serta profesional. Langkah ini tentu banyak tantangan yang ditemui. Mampukah Irwandi memilih orang-orang yang terbaik dan dalam mewujudkan Aceh Hebat? Mampukah Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah memilih pejabat tanpa intervensi atau tanpa konflik kepentingan? Dua pertanyaan ini menjadi sangat penting, di tengah publik menanti langkah nyata Irwandi dalam memilih pejabat yang tepat, profesional dan mampu mewujudkan visi Aceh Hebat.
Oleh karena itu, MaTA sangat “berkepentingan” dan perlu didorong bersama dalam menentukan langkah-langkah rekrutmen pejabat di Aceh sehingga melahirkan orang-orang yang berintegritas dan memiliki mental antikorupsi, sebab proses seleksi kali ini juga terkurasnya dana APBA Perubahan 2017 sebesar Rp. 2 milyar. Menurut kami, ada 5 catatan penting untuk menjadi perhatian dan yang perlu dilakukan oleh Gubernur Aceh adalah sebagai berikut;
1. Tim yang terlibat dalam rekrutmen dan seleksi pejabat harus terdiri dari individu yang memiliki rekam jejak (track record) yang baik. Individu dimaksud selain harus punya kapasitas dan kapabilitas yang baik, juga mesti punya berintegritas yang tidak memiliki rekam jejak yang bermasalah baik secara hukum maupun sosial. Dengan demikian, menjadi sangat penting komposisi tim dimaksud diumumkan ke publik sebagai bagian dari akuntabilitas publik. Jika dari awal tim tersebut sudah “bermasalah” maka harapan lahirnya pejabat-pejabat baru yang mampu membangun iklim birokrasi yang baik dan bersih menjadi sulit dicapai.
2. Setiap tahapan yang dilakukan oleh tim seleksi harus disampaikan secara terbuka, dengan tujuan agar masyarakat dapat memberikan masukan dan informasi terkait track record calon yang sedang diseleksi oleh tim dan membuka tahapan ini juga lebih penting untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan dan bagian dari akses publik dalam pengawasan proses seleksi yang akan dilakukan.
3. Pemerintah Aceh harus melakukan pelembagaan terkait rekrutmen tersebut, pelembagaan ini penting untuk memastikan komitmen secara terus menerus dalam proses rekrutmen ke depannya. Tidak hanya kali ini saja proses seleksi dilakukan akan tetapi ketika terjadi pergantian atau kekosongan jabatan, rekrutmennya tetap melalui jalur seleksi (pelembagaan).
4. Bagi tim seleksi diwajibkan melakukan penelusuran atau rekam jejak terhadap calon yang akan diseleksi selain menerima input atau masukan dari publik, sehingga tim seleksi paham dan mengenal terhadap orang-orang yang mareka seleksi, sehingga orang-orang yang dihasilkan melalui seleksi tim benar-benar menjadi harapan publik.
5. Setiap orang yang telah terpilih dalam menempati posisi jabatannya, wajib menandatangani pakta integritas, minimal memuat komitmen pengunduran diri apabila terlibat masalah hukum, asusila, narkoba dan berkinerja buruk dalam menjabat.
Kami memandang bahwa salah satu upaya perbaikan tata kelola pemerintahan yang baik di Aceh harus dimulai dari proses rekrutmen pejabat secara terbuka. Oleh karena itu, perlu komitmen yang kuat dari Gubernur dan Wakil Gubernur agar proses ini dapat berjalan dengan baik. Komitmen ini harus dipandang sebagai upaya yang dilakukan secara sistematis dengan lahirnya kebijakan daerah, sehingga proses seperti ini akan menjadi kebijakan yang baik bagi proses rekrutmen selanjutnya.[]
Banda Aceh, Ahad 19 November 2017,
Alfian, Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA)
loading...
Post a Comment