Tujuh fraksi di DPR Aceh menggelar konferensi pers menolak UU Pemilu Nomor 7/2017 dan melanjutkan gugatan di Mahkamah Konstitusi |
Banda Aceh - Sebanyak 7 fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menegaskan pihaknya menolak UU Pemilu hasil revisi yang disahkan oleh DPR-RI. Ketujuh fraksi ini sudah menyiapkan pengacara untuk melanjutkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.
Adapun ketujuh fraksi tersebut adalah Fraksi Partai Aceh, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Fraksi Golkar, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Nasdem, serta Fraksi Gerindra-PKS
Gugatan dan penolakan ini terkait dengan beberapa isi revisi undang-undang pemilu yang bertentangan dengan Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang berisikan tentang kekhususan Aceh termasuk lembaga penyelenggara Pemilu.
Juru bicara Fraksi Partai Aceh, Iskandar Usman, mengatakan gugatan ditujukan pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pasal 557. Aturan ini dinilai dapat menggerus kekhususan Aceh dalam hal pemilihan kepala daerah dan calon legislatif Aceh.
“Karena pada pasal itu disebut bahwa lembaga penyelenggara pemilu adalah KPU dan berlaku untuk seluruh Indonesia termasuk Aceh, padahal sebelumnya di Aceh lembaga penyelenggara pemilunya adalah Komisi Independen Pemilihan (KIP) dimana ada beberapa kerja KIP diatur sesuai dengan UUPA, yakni dengan kekhususan Aceh,” kata Iskandar Usman, Selasa (3/10/2017).
Kekhususan itu sebut dia, misalnya kepala daerah dan anggota legislatif di Aceh wajib bisa membaca Al Quran. Tidak cuma itu, Aceh juga memiliki aturan 125 persen calon anggota legislatif di tiap dapil, berbeda dengan daerah lainnya. Aturan ini tercantum dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA).
Dia mengaku pihak Panja maupun Kementerian Dalam Negeri tidak melakukan konsultasi dengan pihak DPR Aceh saat menyusun UU Nomor 7/2017. “Tidak ada konsultasi dengan kita secara lembaga. Saya sudah tanya kepada Ketua, Wakil Ketua dan seluruh anggota DPR Aceh tidak pernah bertemu melakukan konsultasi,” sebutnya.
Adapun bunyi pasal 557 dalam UU nomor 7 Tahun 2017 tersebut adalah:
1. Kelembagaan Penyelenggara Pemilu di Aceh terdiri atas:
a. Komisi Independen Pemilihan Provinsi Aceh dan Komisi Independen Pemilihan Kabupaten/Kota merupakan satu kesatuan kelembagaan yang hierarkis dengan KPU;
b. Panitia Pengawas Pemilihan Provinsi Aceh dan Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten/Kota merupakan satu kesatuan kelembagaan yang hierarkis dengan Bawaslu.
2. Kelembagaan Penyelenggara Pemilu di Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya berdasarkan Undang-Undang ini. | Kompas
Adapun ketujuh fraksi tersebut adalah Fraksi Partai Aceh, Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Fraksi Golkar, Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Fraksi Partai Demokrat, Fraksi Nasdem, serta Fraksi Gerindra-PKS
Gugatan dan penolakan ini terkait dengan beberapa isi revisi undang-undang pemilu yang bertentangan dengan Undang-undang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang berisikan tentang kekhususan Aceh termasuk lembaga penyelenggara Pemilu.
Juru bicara Fraksi Partai Aceh, Iskandar Usman, mengatakan gugatan ditujukan pada UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, pasal 557. Aturan ini dinilai dapat menggerus kekhususan Aceh dalam hal pemilihan kepala daerah dan calon legislatif Aceh.
“Karena pada pasal itu disebut bahwa lembaga penyelenggara pemilu adalah KPU dan berlaku untuk seluruh Indonesia termasuk Aceh, padahal sebelumnya di Aceh lembaga penyelenggara pemilunya adalah Komisi Independen Pemilihan (KIP) dimana ada beberapa kerja KIP diatur sesuai dengan UUPA, yakni dengan kekhususan Aceh,” kata Iskandar Usman, Selasa (3/10/2017).
Kekhususan itu sebut dia, misalnya kepala daerah dan anggota legislatif di Aceh wajib bisa membaca Al Quran. Tidak cuma itu, Aceh juga memiliki aturan 125 persen calon anggota legislatif di tiap dapil, berbeda dengan daerah lainnya. Aturan ini tercantum dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA).
Dia mengaku pihak Panja maupun Kementerian Dalam Negeri tidak melakukan konsultasi dengan pihak DPR Aceh saat menyusun UU Nomor 7/2017. “Tidak ada konsultasi dengan kita secara lembaga. Saya sudah tanya kepada Ketua, Wakil Ketua dan seluruh anggota DPR Aceh tidak pernah bertemu melakukan konsultasi,” sebutnya.
Adapun bunyi pasal 557 dalam UU nomor 7 Tahun 2017 tersebut adalah:
1. Kelembagaan Penyelenggara Pemilu di Aceh terdiri atas:
a. Komisi Independen Pemilihan Provinsi Aceh dan Komisi Independen Pemilihan Kabupaten/Kota merupakan satu kesatuan kelembagaan yang hierarkis dengan KPU;
b. Panitia Pengawas Pemilihan Provinsi Aceh dan Panitia Pengawas Pemilihan Kabupaten/Kota merupakan satu kesatuan kelembagaan yang hierarkis dengan Bawaslu.
2. Kelembagaan Penyelenggara Pemilu di Aceh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya berdasarkan Undang-Undang ini. | Kompas
loading...
Post a Comment