Lhoksukon - Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendesak
Pemerintah Aceh Utara segera menyusun Daftar Informasi Publik (DIP) sebagaimana
diwajibkan dalam UU No 14 Tahun 2008. Berdasarkan sidang pembacaan putusan
sengketa infomasi publik di Komisi
Informasi Aceh (KIA) pada 18 Oktober 2017 antara kelompok
perempuan dampingan MaTA dengan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Utama
Aceh Utara dan
PPID Pembantu serta Atasan PPID terungkap bahwa Pemerintah Aceh Utara belum memiliki DIP.
Menurut MaTA, DIP ini penting bagi Pemerintah Aceh Utara
sebagai basis awal tentang informasi apa saja yang dikuasai. Selain itu,
berdasarkan penelusuran MaTA, KIA juga akan melakukan penilaian terhadap implementasi
keterbukaan informasi publik di daerah, dimana salah satu penilaiannya adalah ketersediaan DIP.
Tanpa memiliki DIP dipastikan Aceh Utara akan mendapat peringkat paling bawah.
Selain DIP, Aceh Utara juga tidak memiliki
data/informasi Surat Keputusan Izin Usaha dan Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (Amdal) PT Mandum Payah Tamita. Padahal, PT MPT ini sudah “mengeruk”
hasil kekayaan Aceh Utara. Tanpa mengantongi informasi-informasi ini, bagaimana
mungkin Pemerintah Aceh Utara melalui dinas teknisnya melakukan pengawasan
terhadap keberadaan perusahaan yang
bersangkutan.
Bagi MaTA dan kelompok perempuan, informasi
Surat Keputusan Izin Usaha dan Amdal PT MPT akan digunakan sebagai basis data
untuk melakukan review izin. Terlebih Bupati Aceh Utara, Muhammad Thaib, pada
pemerintahan periode sebelumnya telah mendesak Gubernur Aceh untuk melakukan
evaluasi terhadap perusahaan ini. Pasalnya, menurut Bupati Aceh Utara,
perusahaan yang beroperasi di wilayah Cot Girek tersebut diduga kuat telah merusak hutan Aceh Utara
yang mengakibatkan banjir bandang.
Namun, hingga saat ini belum ada upaya yang
dilakukan oleh Pemerintah Aceh untuk melakukan evaluasi perusahaan tersebut
meskipun telah ada desakan dari banyak pihak. Untuk itu, MaTA berharap
Pemerintah Aceh Utara perlu mengumpulkan informasi mengenai perusahaan ini,
sehingga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi yang nantinya dapat dijadikan
sebagai dasar pengusulan apakah izin usaha perusahaan dapat diperpanjang atau
dihentikan.
Di sisi lain, MaTA juga merasa aneh bahwa Pemerintah Aceh Utara
tidak memiliki informasi mengenai hasil evaluasi atau review berkala
perusahaan-perusahaan perkebunan yang beroperasi di Aceh Utara. Dalam Permentan
No 98/Permentan/OT.140/9/2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan pada
pasal 44 ayat (1) mengamanatkan bahwa pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan perizinan usaha perkebunan
dilakukan oleh direktur jenderal, gubernur dan bupati/walikota sesuai kewenangan.
Dan ayat (3)-nya menyebutkan pembinaan dan pengawasan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh gubernur atau bupati/walikota
dalam bentuk evaluasi kinerja perusahaan perkebunan dan penilaian usaha
perkebunan. Tanpa adanya hasil evaluasi atau review ini, patut diduga
Pemerintah Aceh Utara melalui dinas teknisnya tidak melakukan apapun untuk mengevaluasi
perusahaan-perusahaan tersebut.[Rill]
loading...
Post a Comment