Aceh Besar - Pengamanan lokasi penampungan warga Sri Lanka yang tertahan di Pantai lhoknga, mulai di perketat, warga, termasuk wartawan sudah tidak diizinkan masuk ke lokasi.
Belasan polisi berjaga-jaga dan melakukan pemeriksaan pada setiap orang atau kendaraan yang ingin masuk ke lokasi penampungan.
Kapal para pengungsi Srilanka yang terdampar di Aceh, masih teronggok di tepi Pantai Lhoknga. Para teknisi yang dikerahkan pemerintah masih bekrja keras memperbaiki kapal itu -mesinnya dan beberapa bagian lain kapal itu.
Para penumpangnya, 44 warga etnis Tamil, ditampung di sebuah tenda yang jaraknya sekitar 50 meter dari kapal mereka.
Gubernur Aceh Zaini Abdullah saat berkunjung ke Lhoknga bersama Kapolda Aceh Irjen Husen Hamidi Sabtu (18/6) mengatakan, pemerintah Aceh telah memastok kebutuhan logistik yang diperlukan kapal dan para penumpangnya. Bahan bakar minyak (BBM) untuk melanjutkan perjalanan kapal itu, 7000 liter sebagaimana permintaan, juga sudah dipenuhi.
Kapolda Aceh Irjen Pol Huseun Hamidi mengatakan, para pengungsi bisa berada di tenda tepi pantai itu, sampai kapal selesai diperbaiki.
"Kalau sudah baik kapalnya, mereka harus naik kapal lagi, nanti kapal akan diantar ke perairan internasional, dengan menggunakan kapal TNI-AL dan polisi air. Mereka dipersilakan melanjutkan perjalanan,"katanya kepada wartawan, seperti dilaporkan wartawan Aceh, Junaidi Hanafiah.
Larangan untuk masuk ke daratan Aceh, menurut Kapolda, sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Selain tak ada alasan yang jelas masuk di Aceh, mereka tidak memiliki data yang lengkap untuk bisa mendarat di Indonesia."
Artika, salah seorang perempuan imigran asal Sri Lanka mengatakan, mereka mengarungi Samudera Hindia untuk mencari kehidupan yang layak di Pulau Natal, Australia.
Wanita berumur 23 tahun itu mengaku, warga Tamil di Sri Lanka telah mengungsi ke Tamil Nadu, India sejak 26 tahun yang lalu, bahkan dirinya lahir di Tamil Nadu, India.
"Kami ingin keluar dari India dan Sri Lanka karena kami tidak bisa mendapatkan apapun di sana, kami tidak dibolehkan bekerja dan memiliki rumah," kata Artika.
Artika juga mengaku, mereka tidak ingin tinggal di Indonesia, karena tujuan mereka ke Pulau Natal, mereka terdampar ke Aceh hanya karena kecelakaan setelah kapal mereka rusak.
"Kami kesini karena ada masalah, mesin kapal kami rusak, kami tidak melanjutkan perjalanan ke Australia," sebut Artika.
Artika juga mengatakan, mereka minta dipertemukan dengan UNHCR.
Sudha, perempuan Sri Lanka lainnya menyebutkan, mereka telah mengarungi samudera Hindia sejak sebulan yang lalu. Mereka juga mengeluarkan uang yang banyak untuk sewa kapal.
"Sangat mahal, satu orang harus bayar seribu rupee. Itu untuk setiap orang, tapi, saat di tengah laut, agen itu meninggalkan kami," ungkap Sudha.
Sudha mengaku sudah tidak ingin pulang ke Sri Lanka atau ke India, dia hanya ingin ke Australia. "Kami akan mati kalau pulang ke Sri Lanka atau India," ujar Sudha. (*) Sumber: BBC
Kapal para pengungsi Srilanka yang terdampar di Aceh, masih teronggok di tepi Pantai Lhoknga. Para teknisi yang dikerahkan pemerintah masih bekrja keras memperbaiki kapal itu -mesinnya dan beberapa bagian lain kapal itu.
Para penumpangnya, 44 warga etnis Tamil, ditampung di sebuah tenda yang jaraknya sekitar 50 meter dari kapal mereka.
Gubernur Aceh Zaini Abdullah saat berkunjung ke Lhoknga bersama Kapolda Aceh Irjen Husen Hamidi Sabtu (18/6) mengatakan, pemerintah Aceh telah memastok kebutuhan logistik yang diperlukan kapal dan para penumpangnya. Bahan bakar minyak (BBM) untuk melanjutkan perjalanan kapal itu, 7000 liter sebagaimana permintaan, juga sudah dipenuhi.
Kapolda Aceh Irjen Pol Huseun Hamidi mengatakan, para pengungsi bisa berada di tenda tepi pantai itu, sampai kapal selesai diperbaiki.
"Kalau sudah baik kapalnya, mereka harus naik kapal lagi, nanti kapal akan diantar ke perairan internasional, dengan menggunakan kapal TNI-AL dan polisi air. Mereka dipersilakan melanjutkan perjalanan,"katanya kepada wartawan, seperti dilaporkan wartawan Aceh, Junaidi Hanafiah.
Larangan untuk masuk ke daratan Aceh, menurut Kapolda, sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Selain tak ada alasan yang jelas masuk di Aceh, mereka tidak memiliki data yang lengkap untuk bisa mendarat di Indonesia."
Artika, salah seorang perempuan imigran asal Sri Lanka mengatakan, mereka mengarungi Samudera Hindia untuk mencari kehidupan yang layak di Pulau Natal, Australia.
Wanita berumur 23 tahun itu mengaku, warga Tamil di Sri Lanka telah mengungsi ke Tamil Nadu, India sejak 26 tahun yang lalu, bahkan dirinya lahir di Tamil Nadu, India.
"Kami ingin keluar dari India dan Sri Lanka karena kami tidak bisa mendapatkan apapun di sana, kami tidak dibolehkan bekerja dan memiliki rumah," kata Artika.
Artika juga mengaku, mereka tidak ingin tinggal di Indonesia, karena tujuan mereka ke Pulau Natal, mereka terdampar ke Aceh hanya karena kecelakaan setelah kapal mereka rusak.
"Kami kesini karena ada masalah, mesin kapal kami rusak, kami tidak melanjutkan perjalanan ke Australia," sebut Artika.
Artika juga mengatakan, mereka minta dipertemukan dengan UNHCR.
Sudha, perempuan Sri Lanka lainnya menyebutkan, mereka telah mengarungi samudera Hindia sejak sebulan yang lalu. Mereka juga mengeluarkan uang yang banyak untuk sewa kapal.
"Sangat mahal, satu orang harus bayar seribu rupee. Itu untuk setiap orang, tapi, saat di tengah laut, agen itu meninggalkan kami," ungkap Sudha.
Sudha mengaku sudah tidak ingin pulang ke Sri Lanka atau ke India, dia hanya ingin ke Australia. "Kami akan mati kalau pulang ke Sri Lanka atau India," ujar Sudha. (*) Sumber: BBC
loading...
Post a Comment