![]() |
Masyarakat yang tergabung dalam Gerakan Meusapat Anti Polusi Udara (GEMPUR) Aceh Tamiang, Aceh saat melakukan demo di PKS TS PTPN 1 Aceh di Kebun Tanjung Seumentoh. (MA) |
Langsa - Ratusan masyarakat Kabupaten Aceh Tamiang yang tergabung dalam Gerakan Meusapat Anti Polusi Udara (GEMPUR) mendatangi pabrik PKS PTPN 1 Aceh, Kebun Tanjung Seumentoh, Kecamatan Karang Baru, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh, pada hari ini Rabu (02/12).
Dari informasi yang diperoleh redaksi Beritaempat, ada sekitar 500-an warga yang melakukan unjuk rasa ke pabrik milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu, dan berasal dari tujuh desa, seperti Desa Opak dari Kecamatan Bendahara, Desa Seumentok, Paya Awe, Paya Bujok, Tanjung Seumentok, Alur Bamban dan Desa Simpang Empat Opak dari Kecamatan Karang Baru. Para pendemo juga mengeluarkan 12 butir petisi yang dibacakan dihadapan pimpinan PTPN 1.
Keduabelas petisi yang ditandatangani Koordinator Gempur Mustafa Kamal dan sekretarisnya Syahri P Nasir itu menuntut agar PTPN 1 Aceh menutup sementara operasional PKS TS PTPN 1 Kebun Tanjung Seumentoh, sebelum ada penyelesaian mengenai sistem pembuangan limbah yang disebabkan oleh pembakaran asap pabrik dan abu ketel, serta membayar uang kompensasi kepada masyarakat korban abu ketel dan limbah cair di sekitar lingkungan perusahaan yang telah berlangsung lama.
Para pendemo juga meminta pihak PTPN 1 untuk menutup saluran parit pembuangan limbah di sepanjang jalan lintas Sumatra (Medan – Banda Aceh) sesuai dengan keputusan Pemkab Aceh Tamiang. Para pendemo yang keluarga sebagian jadi buruh harian lepas juga menuntut PTPN 1 Aceh untuk memberikan kebebasan beribadah bagi karyawan yang beragama Islam.
Dalam petisi itu juga, para pendemo memberikan hak-hak normatif kepada buruh bongkar muat diantaranya penyesuaian upah bongkar muat buah yang masuk, baik yang berasal dari kebun maupun dari luar perusahaan, memberikan jaminan kesehatan kerja, menghilangkan atau jangan ada diskriminasi harga bagi supplier atau pihak ke tiga.
Para pendemo yang terdiri dari berbagai kalangan juga menuntut PTPN 1 Aceh, untuk menerima pemuda kampung sekitar lingkungan perusahaan untuk dapat bekerja sebagai karyawan PTPN 1.
Berikutnya, para buruh meminta pihak PTPN 1 Aceh untuk mengalokasikan dana CSR perusahaan kepada masyarakat sekitar lingkungan perusahaan, sesuain dengan Undang-undang sebagai tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan sekitar.
Tuntutan para pendemo juga meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPKP/RI) agar bekerja secara profesional dan turun langsung ke PTPN 1 Aceh di Langsa untuk melakukan audit keuangan perusahaan.
Massa juga menuntut Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) segera melepaskan lapangan bola kaki Meusapat, Desa Simpang Empat dan Lahan Menasah Dusun Sepakat, Desa Alur Bamban Kecamatan Karang Baru dari Hak Guna Usaha (HGU) PTPN 1 Aceh yang sebelumnya sudah pernah dijanjikan untuk dilepas dari Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan.
Aksi massa yang berlangsung sekitar 5 itu berjalan damai, di bawah pengawalan ratusan personel polisi dari Polres Aceh Tamiang. Turut ikut bergabung dalam aksi massa tersebut Afrizal Roji salah seorang aktifis paling berpengaruh di kabupaten itu.
Afrijal dalam orasinya menyebutkan PTPN 1 Aceh telah terlalu banyak mengangkangi Undang-undang, namun tidak pernah diproses huku. Adapun pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan di antaranya upah buruh masih ada yang di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP), Undang-undang CSR tentang tanggung jawab sosial perusahaan yang tidak tepat sasaran dan Undang-undang tentang lingkungan hidup.
Sementara pihak PTPN 1 Aceh yang diwakili Kepala Bagian Humas Saifullah berjanji akan memenuhi semua permintaan pendemo dan telah membuat surat pernyataan di atas materai, dan untuk menanggulagi limbah asap dan abu ketel, pihak perusahaan meminta waktu sampai dengan bulan Agustus 2016 akan selesai semua. Saat di wawancara wartawan di sela sela negosiasi dengan pendemo Saifullah menyebutkan, apa yang mereka tuntut sebagian dudah kita penuhi dengan tanpa merinci apa yang telah di penuhi.
Sementara itu, saat disinggung terkait tidak dibenarkan salat Jumat bagi masyarakat Muslim, Saifullah membantahnya.
“Tidak benar itu, kita bahkan mendorong karyawan untuk beribadah,” pungkas Saifullah.(Rill)
Dari informasi yang diperoleh redaksi Beritaempat, ada sekitar 500-an warga yang melakukan unjuk rasa ke pabrik milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu, dan berasal dari tujuh desa, seperti Desa Opak dari Kecamatan Bendahara, Desa Seumentok, Paya Awe, Paya Bujok, Tanjung Seumentok, Alur Bamban dan Desa Simpang Empat Opak dari Kecamatan Karang Baru. Para pendemo juga mengeluarkan 12 butir petisi yang dibacakan dihadapan pimpinan PTPN 1.
Keduabelas petisi yang ditandatangani Koordinator Gempur Mustafa Kamal dan sekretarisnya Syahri P Nasir itu menuntut agar PTPN 1 Aceh menutup sementara operasional PKS TS PTPN 1 Kebun Tanjung Seumentoh, sebelum ada penyelesaian mengenai sistem pembuangan limbah yang disebabkan oleh pembakaran asap pabrik dan abu ketel, serta membayar uang kompensasi kepada masyarakat korban abu ketel dan limbah cair di sekitar lingkungan perusahaan yang telah berlangsung lama.
Para pendemo juga meminta pihak PTPN 1 untuk menutup saluran parit pembuangan limbah di sepanjang jalan lintas Sumatra (Medan – Banda Aceh) sesuai dengan keputusan Pemkab Aceh Tamiang. Para pendemo yang keluarga sebagian jadi buruh harian lepas juga menuntut PTPN 1 Aceh untuk memberikan kebebasan beribadah bagi karyawan yang beragama Islam.
Dalam petisi itu juga, para pendemo memberikan hak-hak normatif kepada buruh bongkar muat diantaranya penyesuaian upah bongkar muat buah yang masuk, baik yang berasal dari kebun maupun dari luar perusahaan, memberikan jaminan kesehatan kerja, menghilangkan atau jangan ada diskriminasi harga bagi supplier atau pihak ke tiga.
Para pendemo yang terdiri dari berbagai kalangan juga menuntut PTPN 1 Aceh, untuk menerima pemuda kampung sekitar lingkungan perusahaan untuk dapat bekerja sebagai karyawan PTPN 1.
Berikutnya, para buruh meminta pihak PTPN 1 Aceh untuk mengalokasikan dana CSR perusahaan kepada masyarakat sekitar lingkungan perusahaan, sesuain dengan Undang-undang sebagai tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan sekitar.
Tuntutan para pendemo juga meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPKP/RI) agar bekerja secara profesional dan turun langsung ke PTPN 1 Aceh di Langsa untuk melakukan audit keuangan perusahaan.
Massa juga menuntut Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) segera melepaskan lapangan bola kaki Meusapat, Desa Simpang Empat dan Lahan Menasah Dusun Sepakat, Desa Alur Bamban Kecamatan Karang Baru dari Hak Guna Usaha (HGU) PTPN 1 Aceh yang sebelumnya sudah pernah dijanjikan untuk dilepas dari Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan.
Aksi massa yang berlangsung sekitar 5 itu berjalan damai, di bawah pengawalan ratusan personel polisi dari Polres Aceh Tamiang. Turut ikut bergabung dalam aksi massa tersebut Afrizal Roji salah seorang aktifis paling berpengaruh di kabupaten itu.
Afrijal dalam orasinya menyebutkan PTPN 1 Aceh telah terlalu banyak mengangkangi Undang-undang, namun tidak pernah diproses huku. Adapun pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan di antaranya upah buruh masih ada yang di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP), Undang-undang CSR tentang tanggung jawab sosial perusahaan yang tidak tepat sasaran dan Undang-undang tentang lingkungan hidup.
Sementara pihak PTPN 1 Aceh yang diwakili Kepala Bagian Humas Saifullah berjanji akan memenuhi semua permintaan pendemo dan telah membuat surat pernyataan di atas materai, dan untuk menanggulagi limbah asap dan abu ketel, pihak perusahaan meminta waktu sampai dengan bulan Agustus 2016 akan selesai semua. Saat di wawancara wartawan di sela sela negosiasi dengan pendemo Saifullah menyebutkan, apa yang mereka tuntut sebagian dudah kita penuhi dengan tanpa merinci apa yang telah di penuhi.
Sementara itu, saat disinggung terkait tidak dibenarkan salat Jumat bagi masyarakat Muslim, Saifullah membantahnya.
“Tidak benar itu, kita bahkan mendorong karyawan untuk beribadah,” pungkas Saifullah.(Rill)
loading...
Post a Comment