![]() |
Konferensi Pers AJI. ©2018 Liputan6.com/Radityo |
Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menyatakan hak kebebasan pers di Indonesia masih jauh panggang dari api. Beberapa kasus di antaranya, seperti pengusiran jurnalis BBC di Papua, dan aksi massa yang melakukan demonstrasi di kantor redaksi Tempo.
"Jadi kita menyatakan regulasi Indonesia dianggap kurang mendukung kebebasan pers," kata Ketua AJI Abdul Manan dalam diskusi Hari Kebebasan Pers Sedunia di Kafe Tjikini, Jakarta Pusat, Kamis (3/5).
Padahal, lanjut Manan, Dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang mengatur prosedur penyelesaian sengketa pemberitaan, hal itu dapat dilakukan melalui permintaan hak jawab atau klarifikasi atau melaporkan kepada Dewan Pers. Bukan dengan cara mengerahkan massa.
"Nanti Dewan Pers yang akan menilai dan memberikan rekomendasi terkait laporan itu. Jadi pada dua kasus itu, hal tersebut (harusnya) tidak terjadi. Dengan aksi massa, media dipaksa meminta maaf untuk karya jurnalistik yang telah terpublikasi," kritik dia.
Data dimiliki AJI, sepanjang periode Mei 2017 sampai Mei 2018, kasus pengekangan terhadap kebebasan pers jumlahnya mencapai 75 kasus, dengan pelaku pengekang didominasi oleh polisi mencapai 24 kasus.
"Jadi Polisi sebagai musuh kebebasan pers Indonesia di tahun 2018 karena menjadi pelaku kekerasan terbanyak dalam kurun waktu Mei 2017 hingga Mei 2018," Manan menambahkan.
Berikut data dipaparkan AJI, Mei 2017-Mei 2018:
Mei 2017: 10 kasus
Juni 2017: 3 kasus
Juli 2017: 2 kasus
Agustus 2017: 3 kasus
September 2017: 5 kasus
Oktober 2017: 9 kasus
November 2017: 5 kasus
Desember 2017: 5 kasus
Januari 2018: 6 kasus
Februari 2018: 13 kasus
Maret 2018: 8 kasus
April 2018: 5 kasus
Mei 2018: 1 kasus
Data Oknum pengekang kebebasan pers, Mei 2017-Mei 2018:
Advokat: 1 kasus, akademisi 1 kasus, aparat pemerintah: 1 kasus, dprd: 1 kasus, ormas: 8 kasus, pejabat pemerintah: 16 kasus, pelajar: 1 kasus, polisi: 24 kasus, satpol PP: 5 kasus, tidak dikenal: 3 kasus, TNI: 6 kasus, warga: 8 kasus.
Sumber: Liputan6.com
"Jadi kita menyatakan regulasi Indonesia dianggap kurang mendukung kebebasan pers," kata Ketua AJI Abdul Manan dalam diskusi Hari Kebebasan Pers Sedunia di Kafe Tjikini, Jakarta Pusat, Kamis (3/5).
Padahal, lanjut Manan, Dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 yang mengatur prosedur penyelesaian sengketa pemberitaan, hal itu dapat dilakukan melalui permintaan hak jawab atau klarifikasi atau melaporkan kepada Dewan Pers. Bukan dengan cara mengerahkan massa.
"Nanti Dewan Pers yang akan menilai dan memberikan rekomendasi terkait laporan itu. Jadi pada dua kasus itu, hal tersebut (harusnya) tidak terjadi. Dengan aksi massa, media dipaksa meminta maaf untuk karya jurnalistik yang telah terpublikasi," kritik dia.
Data dimiliki AJI, sepanjang periode Mei 2017 sampai Mei 2018, kasus pengekangan terhadap kebebasan pers jumlahnya mencapai 75 kasus, dengan pelaku pengekang didominasi oleh polisi mencapai 24 kasus.
"Jadi Polisi sebagai musuh kebebasan pers Indonesia di tahun 2018 karena menjadi pelaku kekerasan terbanyak dalam kurun waktu Mei 2017 hingga Mei 2018," Manan menambahkan.
Berikut data dipaparkan AJI, Mei 2017-Mei 2018:
Mei 2017: 10 kasus
Juni 2017: 3 kasus
Juli 2017: 2 kasus
Agustus 2017: 3 kasus
September 2017: 5 kasus
Oktober 2017: 9 kasus
November 2017: 5 kasus
Desember 2017: 5 kasus
Januari 2018: 6 kasus
Februari 2018: 13 kasus
Maret 2018: 8 kasus
April 2018: 5 kasus
Mei 2018: 1 kasus
Data Oknum pengekang kebebasan pers, Mei 2017-Mei 2018:
Advokat: 1 kasus, akademisi 1 kasus, aparat pemerintah: 1 kasus, dprd: 1 kasus, ormas: 8 kasus, pejabat pemerintah: 16 kasus, pelajar: 1 kasus, polisi: 24 kasus, satpol PP: 5 kasus, tidak dikenal: 3 kasus, TNI: 6 kasus, warga: 8 kasus.
Sumber: Liputan6.com
loading...
Post a Comment