Abdiya aceh Aceh Tamiang Aceh Timur Aceh Utara Agam Inong Aceh Agama Aksi 112 Aksi 313 Aleppo Artikel Artis Auto Babel Baksos Bambang Tri Banda Aceh Banjir Batu Akik Bencana Alam Bendera Aceh Bergek Bimtek Dana Desa Bireuen Bisnis Blue Beetle BNN BNPB Bom Kampung Melayu Budaya BUMN Carona corona Covid-19 Cuaca Cut Meutia Daerah Dana Bos dayah Deklarasi Akbar PA Deplomatik Depok Dewan Pers DPR RI DPRK Lhokseumawe Editorial Ekomomi Ekonomi Energi Feature Film Fito FORMATPAS Foto FPI Gampong Gaya Hidup Gempa Aceh Gempa Palu Gunung Sinabung Haji HAM Hathar Headlines Hiburan Hindia History Hotel Hukum Humor HUT RI i ikapas nisam Indonesia Industri Info Dana Desa Informasi Publik Inspirasi Internasional Internet Iran Irwandi-Nova Irwndi Yusuf Israel IWO Jaksa JARI Jawa Timur Jejak JKMA Kemanusiaan Kemenperin Kemenprin Kesehatan Khalwat KIP Kisah Inspiratif Korupsi Koruptor KPK Kriminal Kriminalisasi Kubu Kuliner Langsa Lapas Lapas Klas I Medan Lapas Tanjungbalai lgbt Lhiokseumawe Lhokseumawe Lingkungan Listrik Lombok Lowongan Kerja Maisir Makar Makassar Malaysia Malware WannaCry Masjid Migas Milad GAM Mitra Berita Modal Sosial Motivasi Motogp MPU Aceh Mudik Mudik Lebaran MUI Musik Muslim Uighur Nanang Haryono Narapidana Narkotika Nasional News Info Aceh Nisam Nuansa Nusantara Obligasi Olahraga Ombudsman Opini Otomotif OTT Pajak Palu Papua Parpol PAS Patani Patroli Pekalongan Pekanbaru Pelabuhan Pemekaran Aceh Malaka Pemekaran ALA Pemerintah Pemilu Pendidikan Penelitian Pengadilan Peristiwa Pers Persekusi Pertanian Piala Dunia 2018 Pidie Pidie Jaya Pilkada Pilkada Aceh Pilkades Pj Gubernur PKI PLN PNL Polisi Politik Pomda Aceh PON Aceh-Sumut XXI Poso PPWI Presiden Projo PT PIM Pungli PUSPA Ramadhan Ramuan Raskin Riau ril Rilis Rillis rls Rohingya Rohul Saladin Satwa Save Palestina Sawang Sejarah Selebgram Selebriti Senator Sinovac SMMPTN sosial Sosok Sport Status-Papua Stunting Sumatera Sunda Empire Suriah Syariat Islam T. Saladin Tekno Telekomunikasi Teror Mesir Terorisme TGB Thailand TMMD TMMD reguler ke-106 TNI Tokoh Tol Aceh Tsunami Aceh Turki Ulama Universitas Malikussaleh USA Vaksin MR Vaksinasi Vaksinasi Covid-19 vid Video vidio Viral Waqaf Habib Bugak Warung Kopi Wisata YantoTarah YARA

JAKARTA – 3 November 2016: Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan memberi putusan atas gugatan Warga Negara  terhadap Menteri Dalam Negeri, Pemerintah Aceh, dan DPR Aceh, terkait tidak masuknya nomenklatur Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) dalam Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Aceh. Keputusan gugatan tersebut akan diumumkan dalam persidangan yang rencananya dilangsungkan pada hari Selasa, 8 November 2016.

Gugatan ini diajukan kepada Mendagri, Gubernur Aceh, dan Ketua DPR Aceh oleh  sejumlah warga Aceh yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (GeRAM) dan didaftarkan pada tanggal 21 Januari 2016 lalu di PN Jakarta Pusat dengan nomor register perkara 33/Pdt.G/2016/PN.JKT.PST.

Nurul Ikhsan selaku Koordinator Kuasa Hukum GeRAM menyatakan bahwa "Gugatan perbuatan melawan hukum diajukan terhadap Mendagri, Gubernur Aceh dan DPR Aceh sebagai penyelenggara negara yang dengan sengaja melanggar UU dan lalai menjalankan tugasnya dan akibat perbuatannya itu merugikan kepentingan para penggugat”.

“Mendagri dianggap lalai mengawasi Pemerintah Aceh dalam penetapan Qanuan RTWA Aceh. Seharusnya Mendagri membatalkan Qanun RTRW Aceh karena ditetapkan mengabaikan kawasan strategis nasional KEL, dengan demikian Mendagri terkesan melakukan pembiaran. Padahal Mendagri memiliki fungsi pengawasan terhadap pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Sementara itu, Gubernur Aceh dan Ketua DPR Aceh digugat karena mengesahkan Qanun Aceh Nomor 19 Tahun 2013 tentang RTRW Aceh dengan tidak memasukan beberapa substansi penting yang diamanahkan dalam RTRW Nasional, seperti Kawasan Strategis Nasional Ekosistem Leuser,” Nurul Ikhsan menambahkan.

Prof. Dr. Emil Salim, selaku tokoh lingkungan hidup internasional dan mantan Menteri Lingkungan Hidup turut memberikan keterangan sebagai saksi ahli di Pengadilan Negeri Jakarta pusat. Beliau memaparkan pembentukan KEL didasarkan atas usulan para pemerintah adat pada masa  tahun 1925 yang menghadang invansi perkebunan dan pertambangan kolonial Belanda di kawasan hutan mereka. Usulan tersebut kemudian mendorong dibuatnya perjanjian yang dikenal dengan “Kesepakatan Tapak Tuan” pada 6 Februari 1934 dan disahkan melalui keputusan Gubernur Aceh No.317/35 pada 3 Juli 1935.
Karena pentingnya Leuser, para tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat dan intelektual bersepakat dan meminta pemerintah melindungi KEL. Kesepakatan tersebut dinyatakan dalam deklarasi di berbagai tempat di Aceh dan Sumatra Utara. Presiden Indonesia kemudian menetapkan Peraturan Presiden Nomor 33 Tahun 1998, yang memuat ketentuan KEL.

Perwakilan dari penggugat, Farwiza mengatakan, “Nilai dari fungsi lingkungan Kawasan Ekosistem Leuser lebih besar daripada kalau ekosistem ini hancur. Tanpa perencanaan kebijakan lingkungan dengan partisipasi publik, jalan menuju pembangunan berkepanjangan akan terus tertutup untuk Aceh. Banjir dan longsor akan bertambah parah, dan air yang semula bersih akan penuh polusi. Gugatan warga negara kami adalah yang pertama kalinya di Aceh. Kami mewakili masyarakat yang meminta agar hukum ditegakkan dan Kawasan Ekosistem Leuser dilindungi.”

Zenzi Suhadi dari Departemen Kajian Pembelaan dan Hukum Lingkungan, Badan Eksekutif Nasional WALHI menemukan bukti motivasi Pemerintah Aceh dibalik penghapusan KEL dari tata ruang Aceh. Zenzi mengungkapkan bahwa, “Sebenarnya dalam pasal 150 UU No.11/2006, secara tegas disebutkan, baik Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten di Aceh dilarang mengeluarkan izin di KEL. Tapi hingga saat ini ada 93 perusahaan di wilayah KEL yang menguasai 351,000 hektar lahan. Jelas Pemerintah Aceh hendak mencari kesejahteraan ekonomi dibalik itu. Tidak dimasukannya KEL ke dalam target perlindungan merupakan bentuk pelanggaran yang berdampak pada pengrusakan.”

“Selain berkonsekuensi langsung terhadap kekayaan keanekaragaman hayati di dalam dan sekitar kawasan, hal tersebut juga akan berpengaruh signifikan terhadap kualitas lingkungan di Aceh, setidaknya akan berakibat pada degradasi kualitas 24 sungai yang menjadi sumber air bersih, irigasi dan tatanan kehidupan rakyat Aceh," Zenzi menambahkan.

Sementara itu, Aman Jarum tokoh adat Gayo Lues yang juga bertindak sebagai penggugat, meminta majelis hakim yang memeriksa dan mengadili gugatan tersebut bersikap bijak dalam  menilai dan mengambil putusan terhadap perkara ini. “Karena ini menyangkut hajat hidup orang banyak dan penting bagi masyarakat di Aceh, khususnya bagi yang tinggal di Kawasan Ekosistem Leuser,” ungkap Aman. Namun menurut Aman Qanun ini secara nyata mengabaikan wilayah kelola masyarakat adat di dalamnya. Aman menyatakan bahwa “Aspirasi Mukim sebagai pemerintahan adat tidak pernah di dengar, apa lagi diundang dalam pembahasan Rancangan Ruang RTRWA Aceh tahun 2013-2033”.

Lebih dari 68,000 orang dari Aceh, Indonesia dan seluruh dunia menandatangani petisi yang sedang berjalan ini melalui change.org/lindungileuser.  Setelah konferensi pers GeRAM menyerahkan petisi mereka ke Kantor Staf Presiden Jokowi sore hari ini. Yanuar Nugroho, Deputi Bidang Sosial, Budaya, dan Ekologi menerima petisi tersebut. GeRAM berharap akan mendapatkan lebih banyak tanda tangan lagi sebelum putusan pengadilan.
“Keputusan akhir gugatan yang dikeluarkan akan menjadi sebuah momen besar, dan kami sangat berterima kasih kepada teman-teman yang telah mendukung dan membantu menyebarkan berita gugatan ini ke seluruh Indonesia dan dunia,” ujar Farwiza.(Rill)
loading...

Post a Comment

loading...

Contact Form

Name

Email *

Message *

StatusAceh.Net. Theme images by i-bob. Powered by Blogger.