Ilustrasi |
StatusAceh.Net - Mayoritas tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal di Malaysia diperkirakan lebih memilih bertahan dan bersembunyi di negara itu, walau terancam razia besar-besaran yang saat ini digelar oleh aparat hukum Malaysia.
Razia ini merupakan kelanjutan dari implementasi program legalisasi dokumen atau program E-Kad sementara pekerja asing oleh pemerintah Malaysia, tetapi telah ditutup pada akhir Juni lalu.
Sebagian besar TKI ilegal itu menolak program legalisasi dokumen oleh pemerintah Malaysia, karena menganggapnya tidak menjamin mengubah status mereka menjadi legal.
"Program E-kad ini mensyaratkan beberapa hal tertentu, yang risikonya kalau tidak lolos syaratnya, itu (para TKI ilegal yang mendaftar) harus dipulangkan (ke Indonesia)," kata Figo Kurniawan, salah seorang TKI dan pegiat Perkumpulan Pekerja Domestik dari Indonesia di Malaysia, kepada BBC Indonesia, Senin (03/07).
"Inilah yang membuat sebagian besar kawan-kawan (TKI tanpa dokumen resmi) kita enggan untuk mendaftar. Sebab ada resiko dipulangkan," tandas Figo.
Proses legalisasi dokumen ini sudah dibuka oleh pemerintah Malaysia sejak pertengahan tahun lalu, tetapi targetnya tidak seperti diharapkan.
Sejumlah laporan menyebutkan ada sekitar 600.000 tenaga kerja ilegal yang diharapkan mendaftar, tetapi sampai tenggat terakhir pada akhir Juni lalu yang mendaftar kurang dari separohnya, yaitu 155.680 orang.
"Semula pemerintah Malaysia menargetkan satu juta, tetapi kemudian mereka turunkan menjadi 600.000, tapi ternyata pada akhir Juni lebih kurang 150.000 orang saja yang mendaftarkan diri di dalam program ini," kata Alex Ong, koordinator LSM Migrant Care di Malaysia.
Alex Ong menduga kegagalan pencapaian target ini tidak terlepas dari program 'pemutihan' yang beberapa kali dilakukan pemerintah Malaysia, yaitu pada 2011 dan 2014.
Namun demikian, lanjutnya, harapan TKI ilegal untuk mendapatkan izin kerja dari Pemerintah Malaysia, enam tahun lalu, itu tidak dikabulkan. Hanya separoh yang mendapatkan permit kerja. Ini kemudian terulang dalam kebijakan pemutihan pada 2014.
"Dari teman-teman kita yang ingin mendapat permit, dan ternyata gagal. TKI itu sudag kehilangan keyakinan terhadap program-program amnesti seperti ini," kata Alex Ong.
Belum lagi para TKI itu harus merogoh kocek untuk membayar agen atau calo untuk mengurus proses legalisasi tersebut, kata Alex. "Mereka tidak lagi punya uang untuk dibayarkan kepada agen."
Tidak banyak yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia terkait operasi razia oleh aparat hukum Malaysia ini, kecuali mengharap agar TKI ilegal yang tidak terdaftar dalam program legalisasi dokumen itu untuk kembali ke Indonesia.
"Bagaimanapun juga, ini risiko dia (TKI ilegal), apabila bekerja di suatu negara secara ilegal, dia harus siap dengan konsekuensinya. Dia harus keluar (dari negara itu). Ini aturan yang berlaku di seluruh dunia," kata Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Hermono, kepada BBC Indonesia, Senin (03/07) malam.
"Pilihannya memang harus pulang dan yang kita minta pulang jangan dnegan jalur ilegal," kata Hermono. "Kita sudah memfasilitasi surat bagi mereka yang tidak memiliki paspor."
KBRI di Kuala Lumpur juga telah menghimbau agar TKI ilegal untuk mendaftar pulang sukarela yang disebut menggunakan jalur resmi, aman dan biaya relatif murah.
Pemerintah Indonesia, lanjut Hermono, meminta otoritas Malaysia merzia TKI ilegal secara manusiawi dan tidak melanggar hak asasi manusia. "Kita juga tentu mengawasi jangan sampai proses ini berjalan secara eksesif," katanya.
Belum diketahui berapa TKI ilegal yang bersedia pulang secara sukarela, tetapi diperkirakan ratusan ribu TKI ilegal memilih untuk bertahan dan tetap bekerja tanpa dokumen resmi di Malaysia.
Pemerintah Malaysia telah beberapa kali mengusir semua pekerja migran ilegal, tetapi langkah ini dianggap tidak efektif, selama ada kebutuhan dari dunia industri, manufaktur dan perkebunan di Malaysia yang haus terhadap tenaga kerja yang hanya bisa dipasok dari luar Malaysia.
"Ini masalahnya terlalu besar untuk bisa diatasi (dengan razia). Memang di sini (Malaysia) sangat membutuhkan TKI untuk kerja di ladang, perkilangan dan konstruksi," kata salah-seorang pimpinan Persatuan Agensi Pembantu Asing (PAPA) Malaysia, Jeffrey Foo kepada BBC Indonesia, Senin.
Tidak diketahui berapa jumlah persis jumlah TKI ilegal di Malaysia, tetapi sejumlah laporan menyebutkan jumlah mereka diperkirakan antara ratusan ribu hingga lebih dari satu juta jiwa.[BBC]
Razia ini merupakan kelanjutan dari implementasi program legalisasi dokumen atau program E-Kad sementara pekerja asing oleh pemerintah Malaysia, tetapi telah ditutup pada akhir Juni lalu.
Sebagian besar TKI ilegal itu menolak program legalisasi dokumen oleh pemerintah Malaysia, karena menganggapnya tidak menjamin mengubah status mereka menjadi legal.
"Program E-kad ini mensyaratkan beberapa hal tertentu, yang risikonya kalau tidak lolos syaratnya, itu (para TKI ilegal yang mendaftar) harus dipulangkan (ke Indonesia)," kata Figo Kurniawan, salah seorang TKI dan pegiat Perkumpulan Pekerja Domestik dari Indonesia di Malaysia, kepada BBC Indonesia, Senin (03/07).
"Inilah yang membuat sebagian besar kawan-kawan (TKI tanpa dokumen resmi) kita enggan untuk mendaftar. Sebab ada resiko dipulangkan," tandas Figo.
Proses legalisasi dokumen ini sudah dibuka oleh pemerintah Malaysia sejak pertengahan tahun lalu, tetapi targetnya tidak seperti diharapkan.
Sejumlah laporan menyebutkan ada sekitar 600.000 tenaga kerja ilegal yang diharapkan mendaftar, tetapi sampai tenggat terakhir pada akhir Juni lalu yang mendaftar kurang dari separohnya, yaitu 155.680 orang.
"Semula pemerintah Malaysia menargetkan satu juta, tetapi kemudian mereka turunkan menjadi 600.000, tapi ternyata pada akhir Juni lebih kurang 150.000 orang saja yang mendaftarkan diri di dalam program ini," kata Alex Ong, koordinator LSM Migrant Care di Malaysia.
Alex Ong menduga kegagalan pencapaian target ini tidak terlepas dari program 'pemutihan' yang beberapa kali dilakukan pemerintah Malaysia, yaitu pada 2011 dan 2014.
Namun demikian, lanjutnya, harapan TKI ilegal untuk mendapatkan izin kerja dari Pemerintah Malaysia, enam tahun lalu, itu tidak dikabulkan. Hanya separoh yang mendapatkan permit kerja. Ini kemudian terulang dalam kebijakan pemutihan pada 2014.
"Dari teman-teman kita yang ingin mendapat permit, dan ternyata gagal. TKI itu sudag kehilangan keyakinan terhadap program-program amnesti seperti ini," kata Alex Ong.
Belum lagi para TKI itu harus merogoh kocek untuk membayar agen atau calo untuk mengurus proses legalisasi tersebut, kata Alex. "Mereka tidak lagi punya uang untuk dibayarkan kepada agen."
Tidak banyak yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia terkait operasi razia oleh aparat hukum Malaysia ini, kecuali mengharap agar TKI ilegal yang tidak terdaftar dalam program legalisasi dokumen itu untuk kembali ke Indonesia.
"Bagaimanapun juga, ini risiko dia (TKI ilegal), apabila bekerja di suatu negara secara ilegal, dia harus siap dengan konsekuensinya. Dia harus keluar (dari negara itu). Ini aturan yang berlaku di seluruh dunia," kata Sekretaris Utama Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Hermono, kepada BBC Indonesia, Senin (03/07) malam.
"Pilihannya memang harus pulang dan yang kita minta pulang jangan dnegan jalur ilegal," kata Hermono. "Kita sudah memfasilitasi surat bagi mereka yang tidak memiliki paspor."
KBRI di Kuala Lumpur juga telah menghimbau agar TKI ilegal untuk mendaftar pulang sukarela yang disebut menggunakan jalur resmi, aman dan biaya relatif murah.
Pemerintah Indonesia, lanjut Hermono, meminta otoritas Malaysia merzia TKI ilegal secara manusiawi dan tidak melanggar hak asasi manusia. "Kita juga tentu mengawasi jangan sampai proses ini berjalan secara eksesif," katanya.
Belum diketahui berapa TKI ilegal yang bersedia pulang secara sukarela, tetapi diperkirakan ratusan ribu TKI ilegal memilih untuk bertahan dan tetap bekerja tanpa dokumen resmi di Malaysia.
Pemerintah Malaysia telah beberapa kali mengusir semua pekerja migran ilegal, tetapi langkah ini dianggap tidak efektif, selama ada kebutuhan dari dunia industri, manufaktur dan perkebunan di Malaysia yang haus terhadap tenaga kerja yang hanya bisa dipasok dari luar Malaysia.
"Ini masalahnya terlalu besar untuk bisa diatasi (dengan razia). Memang di sini (Malaysia) sangat membutuhkan TKI untuk kerja di ladang, perkilangan dan konstruksi," kata salah-seorang pimpinan Persatuan Agensi Pembantu Asing (PAPA) Malaysia, Jeffrey Foo kepada BBC Indonesia, Senin.
Tidak diketahui berapa jumlah persis jumlah TKI ilegal di Malaysia, tetapi sejumlah laporan menyebutkan jumlah mereka diperkirakan antara ratusan ribu hingga lebih dari satu juta jiwa.[BBC]
loading...
Post a Comment