Pengamat Terorisme Robi Sugara (dok: Nurhandi/ Monitor) |
Jakarta - Wacana pemulangan 600 warga negara Indonesia eks kombatan ISIS merupakan pilihan yang sulit. Hal itu diungkapkan Direktur Eksekutif Indonesian Muslim Crisis Center (IMCC), Robi Sugara.
Ia mengatakan, tidak mudah bagi pemerintah menolak atau menerima pada pemulangan WNI Eks ISIS yang sekarang ada di penampungan di salah satu wilayah Iraq dan Turki.
“Sederhananya, jika menolak, ini akan berhadapan dengan persoalan HAM selain juga berhadapan dengan sejumlah kelompok masyarakat sipil yang konsen pada isu-isu HAM. Kemudian jika menerima, Indonesia belum memiliki kesiapan secara teknis meski sudah memiliki kelembagaan dan kelengkapan instrastruktur,” jelas Robi Sugara dalam keterangan yang diterima MONITOR, Kamis (6/2).
Belum lagi, dikatakan Robi, risiko dari kuatnya ideologi ISIS untuk dilakukan rehabilitasi dan deradikalisasi.
Dosen Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengatakan, jika pemerintah punya kebijakan dalam menerima mereka pulang, maka kata Robi, perlu mempertimbangkan sisi penanganan mereka.
Robi menjelaskan, ada dua tujuan besar dari WNI yang kemudian pergi bergabung dengan ISIS. Pertama, kebencian kepada negara ini dengan didasari karena tidak menggunakan hukum Tuhan dalam pemerintahan. Untuk selanjutnya, mereka mencari wilayah yang sedang menegakan hukum Tuhan untuk selanjutnya mereka bergabung dan menjadi Foreign Fighters di sana.
“Orang yang memiliki tujuan ini tentu sangat berbahaya,” ujarnya.
Tujuan kedua, karena mereka menginginkan penerapan syariat Islam yang itu tidak ditemukan di negaranya. Karena itu, kata Robi, mereka pergi ke tempat yang menurut mereka sedang menjalankan syariat Islam.
Namun dikatakan Robi, mereka tidak memiliki tujuan untuk menjadi Foreign Fighters. Mereka hanya ingin menjadi warga biasa yang hidup di bawah naungan syariat Islam.
“Saya kira yang tujuan kedua perlu dipertimbangkan untuk diterima kembali ke Indonesia. Cara penangananya bagaimana, saya kira bisa melibatkan pemerintah provinsi Aceh yang saat ini wilayahnya sedang menjalankan syariat Islam,” terang pengamat terorisme dan radikalisme ini.
“Jadi kepulangan mereka bisa dilakukan karantinanya di wilayah Aceh,” ujarnya memberikan usulan. | monitor.co.id
Ia mengatakan, tidak mudah bagi pemerintah menolak atau menerima pada pemulangan WNI Eks ISIS yang sekarang ada di penampungan di salah satu wilayah Iraq dan Turki.
“Sederhananya, jika menolak, ini akan berhadapan dengan persoalan HAM selain juga berhadapan dengan sejumlah kelompok masyarakat sipil yang konsen pada isu-isu HAM. Kemudian jika menerima, Indonesia belum memiliki kesiapan secara teknis meski sudah memiliki kelembagaan dan kelengkapan instrastruktur,” jelas Robi Sugara dalam keterangan yang diterima MONITOR, Kamis (6/2).
Belum lagi, dikatakan Robi, risiko dari kuatnya ideologi ISIS untuk dilakukan rehabilitasi dan deradikalisasi.
Dosen Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengatakan, jika pemerintah punya kebijakan dalam menerima mereka pulang, maka kata Robi, perlu mempertimbangkan sisi penanganan mereka.
Robi menjelaskan, ada dua tujuan besar dari WNI yang kemudian pergi bergabung dengan ISIS. Pertama, kebencian kepada negara ini dengan didasari karena tidak menggunakan hukum Tuhan dalam pemerintahan. Untuk selanjutnya, mereka mencari wilayah yang sedang menegakan hukum Tuhan untuk selanjutnya mereka bergabung dan menjadi Foreign Fighters di sana.
“Orang yang memiliki tujuan ini tentu sangat berbahaya,” ujarnya.
Tujuan kedua, karena mereka menginginkan penerapan syariat Islam yang itu tidak ditemukan di negaranya. Karena itu, kata Robi, mereka pergi ke tempat yang menurut mereka sedang menjalankan syariat Islam.
Namun dikatakan Robi, mereka tidak memiliki tujuan untuk menjadi Foreign Fighters. Mereka hanya ingin menjadi warga biasa yang hidup di bawah naungan syariat Islam.
“Saya kira yang tujuan kedua perlu dipertimbangkan untuk diterima kembali ke Indonesia. Cara penangananya bagaimana, saya kira bisa melibatkan pemerintah provinsi Aceh yang saat ini wilayahnya sedang menjalankan syariat Islam,” terang pengamat terorisme dan radikalisme ini.
“Jadi kepulangan mereka bisa dilakukan karantinanya di wilayah Aceh,” ujarnya memberikan usulan. | monitor.co.id
loading...
Post a Comment