![]() |
Terdakwa Safwan berbincang dengan penasihat hukumnya saat sidang di PN Lhokseumawe, 9 Mei 2019. Foto Fazil/portalsatu |
Lhokseumawe - Terdakwa penyebar video Ma'ruf Amin berkostum mirip sinterklas, Safwan, dituntut 10 bulan pidana penjara. Tuntutan itu dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe, Kamis, 9 Mei 2019.
Sidang tersebut dipimpin Hakim Ketua, Azhari, S.H., M.H., didampingi dua Hakim Anggota, Sulaiman, S.H., M.H., dan M. Yusuf, S.H., M.H., dihadiri JPU Kejari Lhokseumawe Almuhajir, S.H., terdakwa Safwan didampingi penasihat hukumnya, Armia, S.H., M.H., dan Muzakir, S.H.
Dalam tuntutannya, JPU Almuhajir menyatakan terdakwa Safwan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam dakwaan alternatif kedua, melanggar pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Oleh karena itu, JPU memohon kepada majelis hakim agar menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 10 bulan dikurangi masa penahanan yang sudah dijalani.
Penasihat hukum terdakwa Safwan, Armia, kepada wartawan usai sidang tersebut mengatakan, "Berdasarkan fakta persidangan bahwa dakwaan kedua jaksa menyangkut kebencian SARA, itu sama sekali tidak berdasar. Karena dari tiga saksi yang diajukan JPU, mereka menyatakan ini korbannya adalah Ma'ruf Amin secara pribadi. Tentu hal ini tidak termasuk SARA kalau dalam ranah pribadi, ini merupakan delik aduan yang pertama sekali kami ungkapkan. Jadi ini juga tidak terbukti".
Armia menambahkan, pihaknya juga mengonfirmasi kepada terdakwa, yang ternyata menyatakan persoalan ini tidak ada kaitannya dengan politik. "Ini kebetulan saja video yang diambil itu video Ma'ruf Amin, mungkin kalau video yang lain sepertinya tidak ada masalah".
"Kita nanti akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan yang dijadwalkan pada 13 Mei 2019. Nanti kita akan membantah semua tuduhan. Selain itu, kita juga akan menuntut supaya terdakwa bebas dari segala tuntutan, dan direhabilitasi nama baiknya," ungkap Armia.
Safwan yang merupakan pengajar di sebuah pesantren di Aceh Utara, disidangkan sebagai terdakwa di PN Lhokseumawe sejak 27 Maret 2019. JPU mendakwa Safwan melanggar pasal 51 ayat (1) jo pasal 35 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), atau melanggar pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) UU ITE, atau pasal 14 ayat (1) UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.(*)
Sidang tersebut dipimpin Hakim Ketua, Azhari, S.H., M.H., didampingi dua Hakim Anggota, Sulaiman, S.H., M.H., dan M. Yusuf, S.H., M.H., dihadiri JPU Kejari Lhokseumawe Almuhajir, S.H., terdakwa Safwan didampingi penasihat hukumnya, Armia, S.H., M.H., dan Muzakir, S.H.
Dalam tuntutannya, JPU Almuhajir menyatakan terdakwa Safwan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam dakwaan alternatif kedua, melanggar pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 atas perubahan UU RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Oleh karena itu, JPU memohon kepada majelis hakim agar menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 10 bulan dikurangi masa penahanan yang sudah dijalani.
Penasihat hukum terdakwa Safwan, Armia, kepada wartawan usai sidang tersebut mengatakan, "Berdasarkan fakta persidangan bahwa dakwaan kedua jaksa menyangkut kebencian SARA, itu sama sekali tidak berdasar. Karena dari tiga saksi yang diajukan JPU, mereka menyatakan ini korbannya adalah Ma'ruf Amin secara pribadi. Tentu hal ini tidak termasuk SARA kalau dalam ranah pribadi, ini merupakan delik aduan yang pertama sekali kami ungkapkan. Jadi ini juga tidak terbukti".
Armia menambahkan, pihaknya juga mengonfirmasi kepada terdakwa, yang ternyata menyatakan persoalan ini tidak ada kaitannya dengan politik. "Ini kebetulan saja video yang diambil itu video Ma'ruf Amin, mungkin kalau video yang lain sepertinya tidak ada masalah".
"Kita nanti akan mengajukan pledoi atau nota pembelaan yang dijadwalkan pada 13 Mei 2019. Nanti kita akan membantah semua tuduhan. Selain itu, kita juga akan menuntut supaya terdakwa bebas dari segala tuntutan, dan direhabilitasi nama baiknya," ungkap Armia.
Safwan yang merupakan pengajar di sebuah pesantren di Aceh Utara, disidangkan sebagai terdakwa di PN Lhokseumawe sejak 27 Maret 2019. JPU mendakwa Safwan melanggar pasal 51 ayat (1) jo pasal 35 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), atau melanggar pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) UU ITE, atau pasal 14 ayat (1) UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.(*)
Sumber: Portalsatu.com
loading...
Post a Comment