Jakarta - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh, Ashari, menyebut Irwandi Yusuf selaku Gubernur Aceh sempat mengingatkan proses penyusunan anggaran di Provinsi Aceh harus sesuai dengan koridor hukum atau aturan.
"Beliau mengingatkan kita agar dalam proses penganggaran sesuai koridor hukum," kata Ashari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin petang (17/12).
Ashari yang diajukan sebagai saksi oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terdakwa Irwandi Yusuf menyampaikan keterangan tersebut menjawab pertanyaan majelis hakim.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Aceh, Darmansyah yang juga dihadirkan penuntut umum KPK untuk terdakwa Irwandi, menyampaikan bahwa program Aceh Marathon sudah disusun sebelum ia menjabat Kadispora.
"Penyusunan anggaran 2017, saya Kadis penyusunan sebelum saya. Jadi Kadis yang lama memang sudh ada, saya dilantik sudah ada pedoman soal Aceh Marathon. Biasanya usulannya itu dari Kadis, maka diusulkan. Biasanya begitu. Saya masuk ke situ sudah ada anggarannya," kata dia.
Terdakwa Irwandi saat diberikan kesematan untuk bertanya kapada saksi Ashar, mengonfirmasi apakah selama menjabat gubernur Aceh pernah memerintahkan untuk mengambil fee dari sejumlah pihak, Asahar mengaku tidak pernah. "Tidak pak," ucapnya singkat.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Irwandi, Sirra Prayuna menyampaikan, bahwa kliennya tidak meminta fee dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Aceh kepada Bupati Bener Meriah Ahmadi.
"Gubernur tidak ada mengarahkan menitip anggaran dana DOKA untuk 23 kabupaten/ kota di Aceh. Gubernur tak ada memerintahkan untuk mengalokasikan Kabupaten Bener Meriah sekian. Aloksai anggaran untuk kabupatan/kota sudah dibahas di Musrembang Provinsi Aceh dijelaskan dengan gamblang," ujar.
Sirra juga menyampaikan bahwa pelaksanaan Aceh Marathon sudah ada dalam APBA Provinsi Aceh, khususnya di Dipa Dispora dan prosesnya sesuai proses hukum yang berlaku.
"Latar belakang kegiatan Aceh Marathon jelas, alokasi anggaranya jelas, proses perencanaan dan tahapan pelaksanaan sudah jelas dan terang benderang dan sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Jelas sudah sangat jelas, manfaat kegiataan Aceh Marathon untuk promosi pariwisata," ungkapnya.
Gubernur, lanjut Sirra, tidak mengintervensi proses yang terjadi di Musrembang. Sehingga, Sirra mengaku heran jika kliennya sampai di-OTT oleh KPK atas perkara yang sama sekali tak diketahuinya. "Kita akan cari nanti di mana korsletingnya," kata Sirra.
Dalam perkara ini tim jaksa penuntut umum KPK mendakwa Irwandi Yusuf suap sebesar Rp1,05 miliar terkait proyek-proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018 di Kabupaten Bener Meriah dan menerima gratifikasi senilai Rp41,171 miliar selama memerintah sebagai gubernur 2007-2012 dan 2017-2022.
Untuk kasus suap, KPK mendakwa Irwandi Yusuf melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 joncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Atau melanggar dakwaan kedua yakni Pasal 11 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 joncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan untuk gratifikasinya, Iwandi didakwa melanggar Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Krupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP. (Gatra)
"Beliau mengingatkan kita agar dalam proses penganggaran sesuai koridor hukum," kata Ashari di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin petang (17/12).
Ashari yang diajukan sebagai saksi oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk terdakwa Irwandi Yusuf menyampaikan keterangan tersebut menjawab pertanyaan majelis hakim.
Sementara itu, Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga (Kadispora) Aceh, Darmansyah yang juga dihadirkan penuntut umum KPK untuk terdakwa Irwandi, menyampaikan bahwa program Aceh Marathon sudah disusun sebelum ia menjabat Kadispora.
"Penyusunan anggaran 2017, saya Kadis penyusunan sebelum saya. Jadi Kadis yang lama memang sudh ada, saya dilantik sudah ada pedoman soal Aceh Marathon. Biasanya usulannya itu dari Kadis, maka diusulkan. Biasanya begitu. Saya masuk ke situ sudah ada anggarannya," kata dia.
Terdakwa Irwandi saat diberikan kesematan untuk bertanya kapada saksi Ashar, mengonfirmasi apakah selama menjabat gubernur Aceh pernah memerintahkan untuk mengambil fee dari sejumlah pihak, Asahar mengaku tidak pernah. "Tidak pak," ucapnya singkat.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Irwandi, Sirra Prayuna menyampaikan, bahwa kliennya tidak meminta fee dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Aceh kepada Bupati Bener Meriah Ahmadi.
"Gubernur tidak ada mengarahkan menitip anggaran dana DOKA untuk 23 kabupaten/ kota di Aceh. Gubernur tak ada memerintahkan untuk mengalokasikan Kabupaten Bener Meriah sekian. Aloksai anggaran untuk kabupatan/kota sudah dibahas di Musrembang Provinsi Aceh dijelaskan dengan gamblang," ujar.
Sirra juga menyampaikan bahwa pelaksanaan Aceh Marathon sudah ada dalam APBA Provinsi Aceh, khususnya di Dipa Dispora dan prosesnya sesuai proses hukum yang berlaku.
"Latar belakang kegiatan Aceh Marathon jelas, alokasi anggaranya jelas, proses perencanaan dan tahapan pelaksanaan sudah jelas dan terang benderang dan sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Jelas sudah sangat jelas, manfaat kegiataan Aceh Marathon untuk promosi pariwisata," ungkapnya.
Gubernur, lanjut Sirra, tidak mengintervensi proses yang terjadi di Musrembang. Sehingga, Sirra mengaku heran jika kliennya sampai di-OTT oleh KPK atas perkara yang sama sekali tak diketahuinya. "Kita akan cari nanti di mana korsletingnya," kata Sirra.
Dalam perkara ini tim jaksa penuntut umum KPK mendakwa Irwandi Yusuf suap sebesar Rp1,05 miliar terkait proyek-proyek yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018 di Kabupaten Bener Meriah dan menerima gratifikasi senilai Rp41,171 miliar selama memerintah sebagai gubernur 2007-2012 dan 2017-2022.
Untuk kasus suap, KPK mendakwa Irwandi Yusuf melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 joncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Atau melanggar dakwaan kedua yakni Pasal 11 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 joncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan untuk gratifikasinya, Iwandi didakwa melanggar Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Krupsi sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHP. (Gatra)
loading...
Post a Comment