Statusaceh- Pertama, Terjadinya Difisit yang sangat tinggi sejak Tahun 2017 akibat perencanaan tidak berbasis kebutuhan akan tetapi lebih kepada keinginan para kepentingan ekonomi oleh para elit.
Kedua, Terjadinya utang dengan pihak ke tiga, menandakan adanya pemaksaan kebijakan tanpa mempertimbangkan efek atau dampak buruk terhadap tata kelola keuangan aceh utara ke depan.
Ketiga, Dalam RPJM tahun 2017 - 2022 Kabupaten Aceh Utara tidak ada skenario pinjamam uang dan ini membuktikan ada salah tata kelola dalam perencanaan dan keuangan.
Keempat, patut di duga, peminjaam ini bagian skenario kesepakatan dalam kepentingan elit di saat pengesahan anggaran APBK Murni 2018.
Kelima, 50 program yang di rencanakan dengan pinjaman 60 milyar patut di duga sengaja di peruntukkan untuk pembangunan fisik dan ini modus. sehingga publik seakan akan percaya benar benar kebutuhan rakyat.
Keenam, Program yang ke semuanya di arahkan pada infrastruktur tersebut sangat berpotensi berlaku fee dimana birokrasi Aceh Utara saat ini masih jauh dari komitmen anti korupsi.
Ketujuh, Kemendagri patut menolak rencana peminjaman tersebut, mengingat tata kelola keuangan pemkab Aceh Utara saat ini dalam kondisi mengkhawatirkan.
Kedelapan, Kebijakan Bupati dalam anggaran keuangan daerah mencerminkan ketidak mampuan dalam mengelola pemerintah dan ini terlihat sejak 5 tahun terakhir.
Kesembilan, DPRK yang seharusnya menjadi lembaga penyeimbang dalam mengawasi kebijakan eksekutif tidak menjadi harapan publik karna sibuk dengan keuangan aspirasinya.
Kesepuluh, Rakyat Aceh utara harus cerdas menilai dan menganalisa terhadap rencana peminjaman tersebut, mengingat modus yang di "teriakan" oleh eksekutif dan legislatif kepentingan rakyat. padahal hanya kepentingan politik 2019.
Post a Comment