StatusAceh.Net - Satu lagi lembaga bergengsi mencabut penghargaan untuk Aung San Suu Kyi, pemimpin de facto Myanmar. Museum Memorial Holocaust Amerika mencabut penghargaan HAM lantaran Aung San Suu Kyi dinilai tidak berusaha menghentikan atau mengakui pembersihan warga Rohingya di Myanmar.
Dalam pernyataan tertulisnya museum itu mengatakan, di bawah kepemimpinan Aung San Suu Kyi, Liga Nasional Untuk Demokrasi menolak bekerja sama dengan PBB, mendorong pidato bernada kebencian terhadap Muslim-Rohingya, dan secara aktif mencegah wartawan mengungkap apa yang terjadi di negara bagian Rakhine.
"Ketika serangan militer terhadap Rohingya terungkap pada tahun 2016 dan 2017, kami berharap Anda--sebagai seseorang yang kami dan banyak pihak lainnya menghargai komitmen Anda atas martabat manusia dan hak asasi universal--akan melakukan sesuatu untuk mengutuk atau menghentikan kampanye brutal militer dan untuk mengedepankan solidaritas terhadap warga Muslim-Rohingya," demikian tulis pernyataan itu.
Museum itu mengatakan, serangan militer dan tindakan penindasan lainnya terhadap warga Rohingya telah semakin memburuk dalam lima tahun terakhir. Mereka juga menuntut agar Suu Kyi menggunakan wewenang moralnya untuk mengatasi situasi tersebut.
Museum Memorial Holocaust Amerika meminta Suu Kyi menggunakan kedudukannya untuk bekerja sama dengan Dewan HAM PBB dan Situasi HAM Myanmar untuk menyampaikan kebenaran tentang kekejaman yang telah dilakukan di negara bagian Rakhine dan menuntut pertanggungjawaban yang akuntabel bagi pelaku kejahatan.
Hampir 700 ribu warga Muslim-Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh sejak Agustus 2017, usai gelombang kekerasan terjadi di Rakhine.
PBB menyebut peristiwa itu setara dengan pembersihan etnis. Aktivis-aktivis HAM dan saksi mata Rohingya menuduh pasukan keamanan melakukan pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran.
Myanmar telah sejak lama memposisikan Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan menolak memberikan kewarganegaraan dan hak-hak mendasar bagi mereka.
Kini nyaris sejuta pengungsi Rohingya terkatung-katung di Bangladesh tanpa kejelasan nasib.
Sumber: Liputan6.com
Dalam pernyataan tertulisnya museum itu mengatakan, di bawah kepemimpinan Aung San Suu Kyi, Liga Nasional Untuk Demokrasi menolak bekerja sama dengan PBB, mendorong pidato bernada kebencian terhadap Muslim-Rohingya, dan secara aktif mencegah wartawan mengungkap apa yang terjadi di negara bagian Rakhine.
"Ketika serangan militer terhadap Rohingya terungkap pada tahun 2016 dan 2017, kami berharap Anda--sebagai seseorang yang kami dan banyak pihak lainnya menghargai komitmen Anda atas martabat manusia dan hak asasi universal--akan melakukan sesuatu untuk mengutuk atau menghentikan kampanye brutal militer dan untuk mengedepankan solidaritas terhadap warga Muslim-Rohingya," demikian tulis pernyataan itu.
Museum itu mengatakan, serangan militer dan tindakan penindasan lainnya terhadap warga Rohingya telah semakin memburuk dalam lima tahun terakhir. Mereka juga menuntut agar Suu Kyi menggunakan wewenang moralnya untuk mengatasi situasi tersebut.
Museum Memorial Holocaust Amerika meminta Suu Kyi menggunakan kedudukannya untuk bekerja sama dengan Dewan HAM PBB dan Situasi HAM Myanmar untuk menyampaikan kebenaran tentang kekejaman yang telah dilakukan di negara bagian Rakhine dan menuntut pertanggungjawaban yang akuntabel bagi pelaku kejahatan.
Hampir 700 ribu warga Muslim-Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh sejak Agustus 2017, usai gelombang kekerasan terjadi di Rakhine.
PBB menyebut peristiwa itu setara dengan pembersihan etnis. Aktivis-aktivis HAM dan saksi mata Rohingya menuduh pasukan keamanan melakukan pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran.
Myanmar telah sejak lama memposisikan Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan menolak memberikan kewarganegaraan dan hak-hak mendasar bagi mereka.
Kini nyaris sejuta pengungsi Rohingya terkatung-katung di Bangladesh tanpa kejelasan nasib.
Sumber: Liputan6.com
loading...
Post a Comment