BANDA ACEH - Empat pulau di laut lepas Aceh Singkil meliputi Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Pulau Panjang, yang sempat diklaim Provinsi Sumatera Utara (Sumut) masuk dalam wilayah mereka dengan alasan penduduk setempat ber-KTP Sumut, ternyata milik Provinsi Aceh. Hal ini terpampang jelas dalam peta tapal batas antara Provinsi Aceh dengan Sumatera Utara (Sumut) yang dibuat semasa Gubernur Aceh, Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumut, Raja Inal Siregar.
Peta yang ditandatangani Gubernur Raja Inal Siregar dan Gubernur Prof Dr Ibrahim Hasan MBA, serta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Jenderal Rudini itu, pada Rabu (14/2) lalu, diserahkan mantan Kepala Biro (Kabiro) Pemerintahan Aceh, Drs Soetardji ke Dinas Perpustakaan dan Arsip Aceh yang diterima langsung Kepala Dinas Zulkifli Ali SPd MPd, dalam suatu acara di rumah Soetardi, kawasan Gampong Pineung, Banda Aceh.
Menurut Soetardji, sesuai peta yang sudah ditandatangani para pihak tersebut, dapat dipastikan bahwa empat pulau yang pernah diklaim sebagai milik Sumut itu adalah milik Aceh. “Meski ditempati warga ber kartu tanda penduduk (KTP) Sumatera Utara, pulau tersebut jelas milik Aceh,” tegas Soetardji.
Di samping didukung peta yang telah menjadi dokumen Kementerian Dalam Negeri, tambahnya, keempat pulau tersebut juga sudah tercatat sebagai bagian dari wilayah Aceh dalam statblad yang dikeluarkan Pemerintahan Hindia Belanda. “Jadi, peta ini bukan hanya hasil rekayasa tim pada saat itu, tapi juga berpedoman pada landasan hukum yang lebih lama,” tegas Soetardji.
“Jadi, sebenarnya kalau ada protes tentang perbatasan, Pemerintah Aceh saat ini tinggal memperlihatkan peta yang ada saja. Masalah warga yang menghuni pulau tersebut biarkan saja. Yang penting mereka harus diberi pemahaman, kalau mau menjadi warga pulau itu, mereka harus mengurus KTP Aceh saja,” tukas Soetardji.
Penyerahan peta
Sementara itu, terkait penyerahan peta perbatasan antara Aceh dengan Sumut ke Dinas Perpustakaan dan Arsip Aceh, mantan Kepala Biro (Kabiro) Pemerintahan Aceh ini mengungkapkan, hal itu bertujuan agar generasi Aceh ke depan bisa mengetahui dan melihat batas wilayah Aceh secara detil. “Saya berharap dengan penyerahan peta ini ke Dinas Perpustakaan dan Arsip, generasi muda Aceh ke depan bisa melihat batas wilayah daerahnya di peta sesuai dengan aslinya,” ungkap Soetardji.
Pada kesempatan yang sama, Kadis Perpustakaan dan Arsip Aceh, Zulkifli M Ali mengatakan, pihaknya menyambut baik penyerahan peta batas wilayah tersebut. “Dengan adanya penyerahan peta ini, Dinas Perpustakaan dan Arsip Aceh akan semakin banyak memiliki koleksi dokumentasi penting yang menyangkut tentang Aceh,” ucapnya.
Selain mengucapkan terima kasih atas ketulusan Drs Soetardji menyerahkan naskah sangat bernilai tersebut, Zulkifli yang didampingi Khudri SAg MA dari Biro Pemerintah Setda Aceh, dan Kabid Pengelolaan Arsip, juga mengharapkan masyarakat yang memiliki arsip yang berhubungan dengan bangsa dan negara agar menyerahkan ke lembaga kearsipan untuk disimpan di Depo Arsip.
Hal ini, ulasnya, sesuai dengan amanah UU Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan yang menyatakan, bahwa untuk menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya, menjamin pelindungan kepentingan negara dan hak-hak keperdataan rakyat, serta mendinamiskan sistem kearsipan, diperlukan penyelenggaraan kearsipan yang sesuai dengan prinsip, kaidah, dan standar
kearsipan sebagaimana dibutuhkan oleh suatu sistem penyelenggaraan kearsipan nasional yang andal.(red/serambi)
loading...
Post a Comment