MENANGGAPI kasus indikasi korupsi pengelolaan dana pemberdayaan ekonomi mantan GAM sebesar Rp. 650 M yang bersumber dari dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh tahun anggaran 2013, Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) mendesak Gubernur Aceh Zaini Abdullah melaporkan kasus tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta. Hal ini bertujuan agar seluruh pihak yang terlibat dapat terungkap oleh KPK. Di samping itu, juga akan menjadi bukti konkrit Gubernur Aceh mengungkap secara keseluruhan aktor yang terlibat di balik penyimpangan dana Otsus yang merupakan dana “kompensasi perang” Aceh dengan Jakarta.
Menurut MaTA, ini adalah tantangan bagi Zaini Abdullah untuk membuktikan kepada publik di Aceh bahwa dirinya bukan hanya berani “unjuk gigi” pada masa orasi kampanye Pilkada. Pelaporan tersebut akan memberi isyarat bahwa dalam indikasi penyimpangan dana Otsus ini tidak melibatkan Zaini Abdullah selaku Gubernur Aceh pada 2013 silam. Namun kalau ini tidak dilakukan, publik di Aceh pasti akan menilai bahwa Zaini Abdullah juga ikut serta menikmati dana tersebut.
Selain itu, kalau kasus ini hanya diharapkan penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum di Aceh, MaTA khawatir aktor utama kasus tersebut tidak akan tersentuh atau terjerat oleh hukum. Pasalnya, saat ini hampir setiap tindak pidana korupsi yang melibatkan oknum yang memiliki kekuasaan tidak pernah terjerat. Meskipun prinsip hukum tak pandang bulu, tapi aparat penegak hukum di Aceh belum punya cukup kemauan dan keberanian untuk mengungkap dalang utama yang memiliki kekuasaan.
Baca: Lingkaran Hitam Dana Eks Kombatan GAM Rp 650 Milyar,
Menurut MaTA, ini adalah tantangan bagi Zaini Abdullah untuk membuktikan kepada publik di Aceh bahwa dirinya bukan hanya berani “unjuk gigi” pada masa orasi kampanye Pilkada. Pelaporan tersebut akan memberi isyarat bahwa dalam indikasi penyimpangan dana Otsus ini tidak melibatkan Zaini Abdullah selaku Gubernur Aceh pada 2013 silam. Namun kalau ini tidak dilakukan, publik di Aceh pasti akan menilai bahwa Zaini Abdullah juga ikut serta menikmati dana tersebut.
Selain itu, kalau kasus ini hanya diharapkan penyelesaiannya kepada aparat penegak hukum di Aceh, MaTA khawatir aktor utama kasus tersebut tidak akan tersentuh atau terjerat oleh hukum. Pasalnya, saat ini hampir setiap tindak pidana korupsi yang melibatkan oknum yang memiliki kekuasaan tidak pernah terjerat. Meskipun prinsip hukum tak pandang bulu, tapi aparat penegak hukum di Aceh belum punya cukup kemauan dan keberanian untuk mengungkap dalang utama yang memiliki kekuasaan.
Baca: Lingkaran Hitam Dana Eks Kombatan GAM Rp 650 Milyar,
Seperti kasus keterlibatan Bupati Aceh Utara Muhammad Thaib, meskipun berulang kali disebutkan sebagai oknum yang juga ikut serta menikmati aliran dana dari kasus korupsi pinjaman Aceh Utara sebesar Rp. 7,5 M pada Bank BPD Cabang Lhokseumawe. Dalam kasus tersebut, jelas-jelas disebutkan keterlibatan oknum Bupati Aceh Utara, tapi jajaran kejaksaan di Aceh belum memiliki kemauan dan keberanian melakukan penindakan hukum yang tegas kepada oknum tersebut.
MaTA melihat, kasus 650 milyar yang sempat menjadi konsumsi publik khususnya saat masa kampanye pilkada di Aceh ini kasus besar dan patut diduga ini adalah korupsi politik. Artinya, ada Penyelenggara yang terlibat, Politisi, Pengusaha dan berpeluang dana tersebut di jadikan sebagai pendanaan partai politik, Menurut catatan MaTA, aparat penegak hukum di Aceh belum berpengalaman mengungkap kasus indikasi korupsi politik. Sehingga harapan besarnya ada pada KPK yang sudah berulang kali mengungkap kejahatan korupsi politik. Maka pelaporan ke KPK merupakan langkah tepat untuk mengungkap secara keseluruhan pihak yang terlibat.
Kalau kasus ini dilaporkan sendiri oleh Gubernur Aceh Zaini Abdullah ke KPK, maka pemberantasan korupsi di Aceh selangkah lebih maju dibandingkan daerah lain. Artinya, pejabat daerah sudah menunjukkan komitmennya untuk bersama-sama memberantas korupsi di Aceh. Di samping itu, kalau kasus ini gubernur sendiri yang melaporkan, dapat dipastikan akan menjadi prioritas KPK dalam mengungkapnya. Dimana Propinsi Aceh menjadi prioritas kerja KPK untuk saat ini, sehingga Komisi Anti Rasuah itu akan menilai bahwa Gubernur Aceh bukan hanya menang dalam kejar tayang tapi juga menang dalam aksi pemberantasan korupsi di Aceh.[Rill]
loading...
Post a Comment