StatusAceh.Net - Sejumlah ulama dan santri Ahli Sunnah Waljamaah (Aswaja) yang tergabung dalam GATHAT pimpinan Tgk H. Ahmad Tajuddin yang akrab di sapa Abi Lampisang, menyatakan dukungan penuh terhadap pemenangan pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah.
Keputusan itu disampaikan pimpinan Aswaja GABTHAT Tgk. H. Ahmad Tajuddin pada MODUSACEH.CO, usai mengelar rapat di Makam Syiah Kuala, Jumat malam (29/9/2016) di Banda Aceh.
“Ya, keputusan itu kami ambil setelah mempelajari rekam jejak kepemimpinan dan keberpihakan Irwandi Yusuf dalam memimpin Aceh. Saat menjabat Gubernur Aceh, Irwandi selalu membuka dan memberi ruang untuk memperkokoh Aswaja di Aceh,” begitu kata Abi Lampisang.
Musyawarah berlangsung aman dan hikmat sampai menghasilkan satu kesepakatan bulat, untuk memperjuankan dan memperkokoh akidah ahli sunnah waljamaah demi menyelamatkan anak bangsa Aceh dunia akhirat.
“Agar rakyat dan ummat tidak binggung, dukungan ini berasal dari Aswaja yang hanya tergabung dalam GABTHAT yang saya pimpin. Jadi, kami tidak mengklaim Aswaja secara umum,” tegas Abi Lampisang. Ini dimaksudkan Abi Lampisang, karena banyak pihak yang juga beraliran Aswaja.
Lantas, apa dasar Abi Lampisang dan pengikutnya memberi dukungan Aswaja GABTHAT pada Irwandi Yusuf? “Itu didasari atas sumpah Irwandi yang siap memperkokoh mazhab Syafi'i yang berakidah Ahlussunnah Waljama'ah di Bumi Aceh,” sebut Abi Lampisang. Itu sebabnya, Abi Lampisang mengaku siap mengerahkan semua dukungan dan kekuatan sepenuhnya untuk mememangkan pasangan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah pada Pilkada 2017 mendatang.
Sekedar mengulang, GABTHAT merupakan salah satu partai politik lokal yang didirikan Abi Lampisang bersama pengikutnya pada Pada 21 Maret 2007. Partai ini lolos verifikasi oleh Kanwil Hukum dan HAM Aceh sehingga diperbolehkan mengikuti Pileg 2009. Namun, partai ini gagal mengusung wakilnya untuk duduk di kursi DPR Aceh maupun kabupaten dan kota.
***
Abi Lampisang lahir pada 15 September 1962 di Desa Lampisang, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Ayahnya, Teungku Abdullah, pemimpin dayah atau pesantren Lampisang. Setelah sang ayah meninggal dunia, dia menggantikan ayahnya memimpin dayah Lampisang.
Pada 1998, pasca pemerintahan Soeharto dan pencabutan status Daerah Operasi Militer atau DOM di Aceh, dia menggelar dakwah akbar yang dihadiri ribuan jamah di dayahnya. Tak ayal, dakwahnya dianggap pemerintah Jakarta sebagai doktrin-doktrin Gerakan Aceh Merdeka atau GAM. Dia pun jadi incaran militer Indonesia.
“Watee nyan dakwah lon isi jih teuntang peumbinaan akhlakulkarimah (akhlak yang baik) keupada masyarakat (Waktu itu dakwah saya isinya tentang pembinaan akhlakulkarimah kepada masyarakat,” tuturnya.
Dia sempat tinggal berpindah-pindah, karena merasa keselamatannya terancam. Akibatnya, dayah Lampisang sempat terbengkalai. Perjanjian damai antara pihak GAM dan pemerintah Indonesia pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia, telah membuka lembaran baru bagi Aceh, termasuk bagi lelaki ini. Perjanjian tadi melahirkan Undang-Undang Pemerintahan Aceh Nomor 11 tahun 2006 atau populer disebut UU PA. Undang-undang itu menyebutkan bahwa orang Aceh diberi keleluasaan dalam berserikat dengan membentuk partai lokal.
Dia dan beberapa kawannya, seperti Teungku Azhari, Teungku Hamdani Lampisang, dan Teungku Muhammad Samalanga, memanfaatkan peluang ini. Mereka sepakat mendirikan partai yang kemudian dinamai Partai Gabthat. Dalam bahasa Indonesia, “gabthat” berarti “kokoh“ atau “kuat sekali”.
Gabthat jadi partai lokal kedua yang dideklarasikan di Aceh. Sebelumnya, pada 2 Maret 2006, Partai Rakyat Aceh atau PRA yang dikomandani para aktivis muda jadi partai lokal pertama yang mendeklarasikan keberadaannya.
Sebenarnya Gabthah sudah berdiri pada 4 Desember 2005, tapi belum berbentuk partai, masih berstatus yayasan pendidikan. Pada 21 Maret 2007, deklarasi Gabthat sebagai partai dilaksanakan di makam Sultan Iskandar Muda. Mereka yang hadir saat itu kebanyakan anggota Himpunan Ulama Dayah (HUDA), mantan GAM, anggota Sentra Informasi Referendum Aceh (SIRA), dan utusan dayah. Makam Iskandar Muda dianggap menjadi simbol kejayaan Aceh. “Kamoe ingin meuba Aceh seuperti jameun Sultan Iskandar Muda (Kami ingin membawa Aceh seperti zaman Sultan Iskandar Muda),” kata Abi Lampisang ketika itu.(*)
Keputusan itu disampaikan pimpinan Aswaja GABTHAT Tgk. H. Ahmad Tajuddin pada MODUSACEH.CO, usai mengelar rapat di Makam Syiah Kuala, Jumat malam (29/9/2016) di Banda Aceh.
“Ya, keputusan itu kami ambil setelah mempelajari rekam jejak kepemimpinan dan keberpihakan Irwandi Yusuf dalam memimpin Aceh. Saat menjabat Gubernur Aceh, Irwandi selalu membuka dan memberi ruang untuk memperkokoh Aswaja di Aceh,” begitu kata Abi Lampisang.
Musyawarah berlangsung aman dan hikmat sampai menghasilkan satu kesepakatan bulat, untuk memperjuankan dan memperkokoh akidah ahli sunnah waljamaah demi menyelamatkan anak bangsa Aceh dunia akhirat.
“Agar rakyat dan ummat tidak binggung, dukungan ini berasal dari Aswaja yang hanya tergabung dalam GABTHAT yang saya pimpin. Jadi, kami tidak mengklaim Aswaja secara umum,” tegas Abi Lampisang. Ini dimaksudkan Abi Lampisang, karena banyak pihak yang juga beraliran Aswaja.
Lantas, apa dasar Abi Lampisang dan pengikutnya memberi dukungan Aswaja GABTHAT pada Irwandi Yusuf? “Itu didasari atas sumpah Irwandi yang siap memperkokoh mazhab Syafi'i yang berakidah Ahlussunnah Waljama'ah di Bumi Aceh,” sebut Abi Lampisang. Itu sebabnya, Abi Lampisang mengaku siap mengerahkan semua dukungan dan kekuatan sepenuhnya untuk mememangkan pasangan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah pada Pilkada 2017 mendatang.
Sekedar mengulang, GABTHAT merupakan salah satu partai politik lokal yang didirikan Abi Lampisang bersama pengikutnya pada Pada 21 Maret 2007. Partai ini lolos verifikasi oleh Kanwil Hukum dan HAM Aceh sehingga diperbolehkan mengikuti Pileg 2009. Namun, partai ini gagal mengusung wakilnya untuk duduk di kursi DPR Aceh maupun kabupaten dan kota.
***
Abi Lampisang lahir pada 15 September 1962 di Desa Lampisang, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Ayahnya, Teungku Abdullah, pemimpin dayah atau pesantren Lampisang. Setelah sang ayah meninggal dunia, dia menggantikan ayahnya memimpin dayah Lampisang.
Pada 1998, pasca pemerintahan Soeharto dan pencabutan status Daerah Operasi Militer atau DOM di Aceh, dia menggelar dakwah akbar yang dihadiri ribuan jamah di dayahnya. Tak ayal, dakwahnya dianggap pemerintah Jakarta sebagai doktrin-doktrin Gerakan Aceh Merdeka atau GAM. Dia pun jadi incaran militer Indonesia.
“Watee nyan dakwah lon isi jih teuntang peumbinaan akhlakulkarimah (akhlak yang baik) keupada masyarakat (Waktu itu dakwah saya isinya tentang pembinaan akhlakulkarimah kepada masyarakat,” tuturnya.
Dia sempat tinggal berpindah-pindah, karena merasa keselamatannya terancam. Akibatnya, dayah Lampisang sempat terbengkalai. Perjanjian damai antara pihak GAM dan pemerintah Indonesia pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia, telah membuka lembaran baru bagi Aceh, termasuk bagi lelaki ini. Perjanjian tadi melahirkan Undang-Undang Pemerintahan Aceh Nomor 11 tahun 2006 atau populer disebut UU PA. Undang-undang itu menyebutkan bahwa orang Aceh diberi keleluasaan dalam berserikat dengan membentuk partai lokal.
Dia dan beberapa kawannya, seperti Teungku Azhari, Teungku Hamdani Lampisang, dan Teungku Muhammad Samalanga, memanfaatkan peluang ini. Mereka sepakat mendirikan partai yang kemudian dinamai Partai Gabthat. Dalam bahasa Indonesia, “gabthat” berarti “kokoh“ atau “kuat sekali”.
Gabthat jadi partai lokal kedua yang dideklarasikan di Aceh. Sebelumnya, pada 2 Maret 2006, Partai Rakyat Aceh atau PRA yang dikomandani para aktivis muda jadi partai lokal pertama yang mendeklarasikan keberadaannya.
Sebenarnya Gabthah sudah berdiri pada 4 Desember 2005, tapi belum berbentuk partai, masih berstatus yayasan pendidikan. Pada 21 Maret 2007, deklarasi Gabthat sebagai partai dilaksanakan di makam Sultan Iskandar Muda. Mereka yang hadir saat itu kebanyakan anggota Himpunan Ulama Dayah (HUDA), mantan GAM, anggota Sentra Informasi Referendum Aceh (SIRA), dan utusan dayah. Makam Iskandar Muda dianggap menjadi simbol kejayaan Aceh. “Kamoe ingin meuba Aceh seuperti jameun Sultan Iskandar Muda (Kami ingin membawa Aceh seperti zaman Sultan Iskandar Muda),” kata Abi Lampisang ketika itu.(*)
Sumber: modusaceh.co
loading...
Post a Comment