![]() |
Dok: Presiden RI Kedua, Soeharto
|
Jakarta - Partai Golkar telah memutuskan untuk memperjuangkan Jenderal Besar Purnawirawan Soeharto sebagai Pahlawan Nasional Melalui Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) yang digelar di Bali beberapa waktu lalu.
Keputusan Golkar itu muncul di tengah kerinduan sebagian rakyat terahadap sosok Presiden kedua RI tersebut. Kerinduan ini terbukti melalui slogan dalam bahasa jawa “Piye Kabarmu Le, Penak Jaman ku, toh?” yang bertebaran di bak-bak truk dan jenis kendaraan lainnya termasuk di media sosial.
Bahkan, kalangan masyarakat menengah ke bawah saat ini mulai terang-terangan mengatakan Soeharto lebih baik, masyarakat kini cenderung mengalami romantisme Orde Baru, yang mereka sebut sebagai Era Segalanya Murah.
Kata mereka, di masa Pak Harto memimpin, BBM, sembako hingga sekolah murah. Berbagai stiker atau meme berisi beragam slogan yang berasosiasi dengan Orde Baru pun sangat mudah kita jumpai.
Keputusan Munaslub Golkar mendorong Presiden Soeharto agar mendapat gelar pahlawan nasional mulai mendapat dukungan baik dari pejabat maupun politisi, termasuk AM Fatwa dan Mahfu MD.
Alasan AM Fatwa menyetujui Soeharto digelari pahlawan meski dirinya mengalami penderitaan yang luar biasa saat mendekam di balik jeruji besi, tak lain karena mengigat jasa Pak Harto.
“Itu bagaikan menutup matahari dengan telapak tangan kalau kita menafikan jasa-jasa besar Pak Harto di masa revolusi dan kemudian di masa pemerintahannya,” kata dia di acara Indonesia Lawyer Club TV One, Selasa (24/5) malam.
Sementara itu Mahfud, pada kesempatan yang, juga tidak mempermasalahkan bila Soeharto mendapatkan diberi gelar pahlawan nasional. Sebab,kata dia, semua mantan Presiden pasti mempunyai kesalahan.
Namun di sisi lain, kritik terhadap Golkar pascaterpilihnya Setya Novanto menjadi Ketua Umum masih bermunculan, bahkan elektabilitas Golkar pada Pemilu 2019 diprediksi akan jeblok. Salah kritik tersebut muncul dari guru besar riset LIPI Prof Dr Syamsuddin Haris, di Jakarta, Kamis (19/5).
Syamsuddin menilai terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar tak akan berpengaruh positif pada elektoral parpol itu.
Menurutnya, secara umum publik sudah paham jika banyak masalah etik dan kasus hukum yang tidak tuntas melingkupi Setya Novanto. Maka tak heran terpilihnya mantan Ketua DPR RI periode 2014-2015 itu sebagai Ketua Umum Golkar akan berdampak pada penurunan kepercayaan publik terhadap partai berlambang pohon beringin ini.
"Tetapi itulah pilihan DPD-DPD seluruh Indonesia. Kita mau apa?," tanya dia.
Menyadari hal itu, Politisi Golkar Melchias Mekeng menyarankan kepengurusan Golkar baru agar membentuk Tim Media Sosial yang bertugas secara khusus menangkis serangan isu negatif terhadap ketua umum terpilih, Setya Novanto.
"Harus punya grup TI (teknologi informasi), maintenance media sosial. Kalau enggak, Golkar akan di-bully terus," kata politikus Partai Golkar Melchias Markus Mekeng di Bali, Rabu (17/5).
Untuk itu, terkait dengan Tim Media Sosial, Mekeng menganggap hal tersebut penting, apalagi untuk menghadapi pertarungan pada Pemilihan Legislastif dan Pemilihan Presiden yang digelar secara serentak pada 2019.
Oleh karena itu tidak heran jika langkah Golkar dengan memperjuang almarhum Soeharto agar mendapat gelar Pahlawan Nasional yang mulai mendapat dukungan sebagian masyarakat itu kerap ditafsirkan dan disebut-sebut bermuatan politis, karena muncul di tengah kritik tajam kepada ketua umum barunya yakni, Setya Novanto.(Rimanews)
Keputusan Golkar itu muncul di tengah kerinduan sebagian rakyat terahadap sosok Presiden kedua RI tersebut. Kerinduan ini terbukti melalui slogan dalam bahasa jawa “Piye Kabarmu Le, Penak Jaman ku, toh?” yang bertebaran di bak-bak truk dan jenis kendaraan lainnya termasuk di media sosial.
Bahkan, kalangan masyarakat menengah ke bawah saat ini mulai terang-terangan mengatakan Soeharto lebih baik, masyarakat kini cenderung mengalami romantisme Orde Baru, yang mereka sebut sebagai Era Segalanya Murah.
Kata mereka, di masa Pak Harto memimpin, BBM, sembako hingga sekolah murah. Berbagai stiker atau meme berisi beragam slogan yang berasosiasi dengan Orde Baru pun sangat mudah kita jumpai.
Keputusan Munaslub Golkar mendorong Presiden Soeharto agar mendapat gelar pahlawan nasional mulai mendapat dukungan baik dari pejabat maupun politisi, termasuk AM Fatwa dan Mahfu MD.
Alasan AM Fatwa menyetujui Soeharto digelari pahlawan meski dirinya mengalami penderitaan yang luar biasa saat mendekam di balik jeruji besi, tak lain karena mengigat jasa Pak Harto.
“Itu bagaikan menutup matahari dengan telapak tangan kalau kita menafikan jasa-jasa besar Pak Harto di masa revolusi dan kemudian di masa pemerintahannya,” kata dia di acara Indonesia Lawyer Club TV One, Selasa (24/5) malam.
Sementara itu Mahfud, pada kesempatan yang, juga tidak mempermasalahkan bila Soeharto mendapatkan diberi gelar pahlawan nasional. Sebab,kata dia, semua mantan Presiden pasti mempunyai kesalahan.
Namun di sisi lain, kritik terhadap Golkar pascaterpilihnya Setya Novanto menjadi Ketua Umum masih bermunculan, bahkan elektabilitas Golkar pada Pemilu 2019 diprediksi akan jeblok. Salah kritik tersebut muncul dari guru besar riset LIPI Prof Dr Syamsuddin Haris, di Jakarta, Kamis (19/5).
Syamsuddin menilai terpilihnya Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar tak akan berpengaruh positif pada elektoral parpol itu.
Menurutnya, secara umum publik sudah paham jika banyak masalah etik dan kasus hukum yang tidak tuntas melingkupi Setya Novanto. Maka tak heran terpilihnya mantan Ketua DPR RI periode 2014-2015 itu sebagai Ketua Umum Golkar akan berdampak pada penurunan kepercayaan publik terhadap partai berlambang pohon beringin ini.
"Tetapi itulah pilihan DPD-DPD seluruh Indonesia. Kita mau apa?," tanya dia.
Menyadari hal itu, Politisi Golkar Melchias Mekeng menyarankan kepengurusan Golkar baru agar membentuk Tim Media Sosial yang bertugas secara khusus menangkis serangan isu negatif terhadap ketua umum terpilih, Setya Novanto.
"Harus punya grup TI (teknologi informasi), maintenance media sosial. Kalau enggak, Golkar akan di-bully terus," kata politikus Partai Golkar Melchias Markus Mekeng di Bali, Rabu (17/5).
Untuk itu, terkait dengan Tim Media Sosial, Mekeng menganggap hal tersebut penting, apalagi untuk menghadapi pertarungan pada Pemilihan Legislastif dan Pemilihan Presiden yang digelar secara serentak pada 2019.
Oleh karena itu tidak heran jika langkah Golkar dengan memperjuang almarhum Soeharto agar mendapat gelar Pahlawan Nasional yang mulai mendapat dukungan sebagian masyarakat itu kerap ditafsirkan dan disebut-sebut bermuatan politis, karena muncul di tengah kritik tajam kepada ketua umum barunya yakni, Setya Novanto.(Rimanews)
loading...
Post a Comment