Jakarta - Koalisi Merah Putih (KMP) semakin melempem dan kempes. Rongrongan dimulai dari dualisme di internal Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di awal 2015, hengkangnya PAN lalu Golkar, KMP kini hanya menyisahkan Gerindra dan PKS.
Partai Demokrat pun tidak bisa diharapkan akan mendukung KMP karena sejak awal partai tersebut terang-terangan memilih menjadi kekuatan tersendiri, bukan bagian dari koalisi mana pun. Dalam bersikap, Partai Demokrat biasanya melihat situasi terlebih dahulu, cari aman lalu ambil untung bak pialang saham.
Ibarat obat kurang poten, apa pun yang mereka lakukan di parlemen tak akan berdampak apa-apa. Pemerintahan Presiden Jokowi bakal kokoh sampai akhir periode, bahkan sangat mungkin tanpa pengawasan yang berarti. Suara lantang Gerindra dan PKS hanya seperti riak-riak kecil yang tak akan mampu membuat sebuah bahtera goyang.
Melemahnya KMP, secara optimistis, dapat meningkatkan produktivitas kerja pemerintah. Program-program strategis Jokowi tak perlu terganjal di parlemen. Konflik politik di DPR juga bakal mereda. Situasi ini akan membuat proses perumusan kebijakan, seperti pembuatan undang-undang, akan lebih cepat.
Apabila pemerintah dan DPR klop, tak akan lagi proses transaksi politik yang menyita waktu dan tenaga. Sehingga, energi para pemegang kebijakan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain yang masih banyak terbengkalai.
Namun, di sisi lain, ambruknya KMP akan melemahkan kontrol terhadap pemerintah. Tidak ada lagi kekuatan yang secara konkret dapat melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah di DPR. Jika situasinya seperti ini, harapan ada masyarakat sipil, melalui LSM dan pers.
Gabungan kekuatan besar di pemerintah dan parlemen juga dapat membuka kesempatan untuk melakukan aksi sewenang-wenang atau penyalahgunaan kekuasaan. Dampak buruknya lagi, akan semakin sedikit pihak yang berani melakukan kritik-kritik konstruktif terhadap pemerintah.
Tanpa kontrol pula, kesalahan bisa dianggap benar melalui voting. Bagi-bagi jabatan dalam kekuasaan juga berpeluang dilakukan tanpa pertimbangan kompetensi, melulu soal siapa dapat jatah apa.
Penulis Amerika Maggie Gallagher mengingatkan, “When governments become large, voters cannot exercise close oversight.” Tanpa pengawasan ketat, siapa pun dapat menyimpang, apalagi para politisi. Bukan berarti meragukan komitmen mereka dalam membangun negara, tapi mengingat peringkat korupsi Indonesia yang di level atas, mereka patut diwaspadai.(RIMA)
Partai Demokrat pun tidak bisa diharapkan akan mendukung KMP karena sejak awal partai tersebut terang-terangan memilih menjadi kekuatan tersendiri, bukan bagian dari koalisi mana pun. Dalam bersikap, Partai Demokrat biasanya melihat situasi terlebih dahulu, cari aman lalu ambil untung bak pialang saham.
Ibarat obat kurang poten, apa pun yang mereka lakukan di parlemen tak akan berdampak apa-apa. Pemerintahan Presiden Jokowi bakal kokoh sampai akhir periode, bahkan sangat mungkin tanpa pengawasan yang berarti. Suara lantang Gerindra dan PKS hanya seperti riak-riak kecil yang tak akan mampu membuat sebuah bahtera goyang.
Melemahnya KMP, secara optimistis, dapat meningkatkan produktivitas kerja pemerintah. Program-program strategis Jokowi tak perlu terganjal di parlemen. Konflik politik di DPR juga bakal mereda. Situasi ini akan membuat proses perumusan kebijakan, seperti pembuatan undang-undang, akan lebih cepat.
Apabila pemerintah dan DPR klop, tak akan lagi proses transaksi politik yang menyita waktu dan tenaga. Sehingga, energi para pemegang kebijakan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lain yang masih banyak terbengkalai.
Namun, di sisi lain, ambruknya KMP akan melemahkan kontrol terhadap pemerintah. Tidak ada lagi kekuatan yang secara konkret dapat melakukan kritik terhadap kebijakan pemerintah di DPR. Jika situasinya seperti ini, harapan ada masyarakat sipil, melalui LSM dan pers.
Gabungan kekuatan besar di pemerintah dan parlemen juga dapat membuka kesempatan untuk melakukan aksi sewenang-wenang atau penyalahgunaan kekuasaan. Dampak buruknya lagi, akan semakin sedikit pihak yang berani melakukan kritik-kritik konstruktif terhadap pemerintah.
Tanpa kontrol pula, kesalahan bisa dianggap benar melalui voting. Bagi-bagi jabatan dalam kekuasaan juga berpeluang dilakukan tanpa pertimbangan kompetensi, melulu soal siapa dapat jatah apa.
Penulis Amerika Maggie Gallagher mengingatkan, “When governments become large, voters cannot exercise close oversight.” Tanpa pengawasan ketat, siapa pun dapat menyimpang, apalagi para politisi. Bukan berarti meragukan komitmen mereka dalam membangun negara, tapi mengingat peringkat korupsi Indonesia yang di level atas, mereka patut diwaspadai.(RIMA)
loading...
Post a Comment