StatusAceh.Net - Anggota Komisi I DPR Effendi Simbolon mengkritik langkah pemerintah yang mewacanakan pemberian amnesti untuk kelompok bersenjata yang dipimpin Din Minimi.
Menurut dia, pemberian amnesti dikhawatirkan justru menyuburkan praktik separatisme di daerah.
Sebelumya, kelompok Din Minimi mengajukan amnesti sebagai satu dari enam syarat mereka menyerahkan diri kepada pemerintah.
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso, saat menjemput Din di Aceh, berjanji akan mengakomodir keenam syarat yang diajukan kelompok tersebut.
"Masa Presiden tunduk kepada aturan kombatan? Bayangkan, negara kita yang berdaulat, membuat MoU dengan separatis. Apakah Jokowi sadar?" kata Efendi kepada Kompas.com, Rabu (30/12/2015).
Ia mengatakan, Presiden memang memiliki wewenang untuk memberikan amnesti sebagaimana diatur di dalam UU. Namun, dalam hal pemberian amnesti kepada kelompok separatis, Presiden seharusnya meminta pertimbangan dari banyak pihak termasuk DPR.
Politisi PDI Perjuangan itu setuju dengan pernyataan Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti yang mempertimbangkan untuk melanjutkan proses hukum atas perkara yang dilakukan kelompok Din Minimi.
"Kita harus menegakkan hukum dan kedaulatan negara. Jangan kemudian kita mengumbar amnesty, grasi dengan mudah. Toh itu bukan solusinya kok," kata dia.
Lebih jauh, Effendi juga meminta agar Presiden Jokowi belajar dari pengalaman pemerintahan 2004-2009, yang saat itu dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Menurut dia, adanya perjanjian Helsinki antara pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka, secara tidak langsung telah menjatuhkan wibawa dan kedaulatan negara.
"Dari 100 item perjanjian, 98 item belong to GAM. Apa itu yang disebut karya emas SBY-JK? Tidak. Artinya, jangan kemudian Presiden Jokowi mengulangi itu dan menjadikan itu yurispridensi menjadi benar," kata dia. (Kompas)
Menurut dia, pemberian amnesti dikhawatirkan justru menyuburkan praktik separatisme di daerah.
Sebelumya, kelompok Din Minimi mengajukan amnesti sebagai satu dari enam syarat mereka menyerahkan diri kepada pemerintah.
Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso, saat menjemput Din di Aceh, berjanji akan mengakomodir keenam syarat yang diajukan kelompok tersebut.
"Masa Presiden tunduk kepada aturan kombatan? Bayangkan, negara kita yang berdaulat, membuat MoU dengan separatis. Apakah Jokowi sadar?" kata Efendi kepada Kompas.com, Rabu (30/12/2015).
Ia mengatakan, Presiden memang memiliki wewenang untuk memberikan amnesti sebagaimana diatur di dalam UU. Namun, dalam hal pemberian amnesti kepada kelompok separatis, Presiden seharusnya meminta pertimbangan dari banyak pihak termasuk DPR.
Politisi PDI Perjuangan itu setuju dengan pernyataan Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti yang mempertimbangkan untuk melanjutkan proses hukum atas perkara yang dilakukan kelompok Din Minimi.
"Kita harus menegakkan hukum dan kedaulatan negara. Jangan kemudian kita mengumbar amnesty, grasi dengan mudah. Toh itu bukan solusinya kok," kata dia.
Lebih jauh, Effendi juga meminta agar Presiden Jokowi belajar dari pengalaman pemerintahan 2004-2009, yang saat itu dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Menurut dia, adanya perjanjian Helsinki antara pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka, secara tidak langsung telah menjatuhkan wibawa dan kedaulatan negara.
"Dari 100 item perjanjian, 98 item belong to GAM. Apa itu yang disebut karya emas SBY-JK? Tidak. Artinya, jangan kemudian Presiden Jokowi mengulangi itu dan menjadikan itu yurispridensi menjadi benar," kata dia. (Kompas)
loading...
Post a Comment